Part 25

668 43 0
                                    

Nikita berlari sekuat tenaga, dengan langkah tergopoh-gopoh, nafas tersengal.
"Alamak, kenapa jarak dari parkiran ke aula jauh bener? Nyesel ga nerima ajakan ka Dim!". Keluh Nikita masih sambil berlari kecil diselingi langkah berat.

Tadi pagi Dimas menawarkan jemputan kerumah, tapi Nikita menolak itu. Dengan alasan ingin belajar mandiri, tidak mau manja seperti masa SMA. Konyol!

"Heh, kamu mau kemana?". Seorang mahasiswi mencegatnya.

"Aula, kak". Nikita berhenti.

"Pak Rektor ga suka kalo lagi pidato tiba-tiba ada yang masuk ganggu acaranya dia". Terang mahasiswi itu.

"Jadi, saya udah telat kak?". Nikita panik.

"Iyalah, telat! Apalagi?". Nada mahasiswi senior itu mulai membentak.
"Tuh, ikut sama mereka!". Tunjuknya pada beberapa mahasiswa yang berjajar rapi berdandan sama dengan Nikita.
"Itu panci dipake bukan buat ditenteng!". Ucapnya lagi.

Nikita memakaikan panci di atas kepalanya, lalu berjalan lesu ke arah tengah lapang.
"Tau gini ga usah lari-lari, sama aja kesiangan". Desahnya pelan.

*****

Dimas berdiri dibelakang podium, lalu memperhatikan jajaran mahasiswa baru dihadapannya. Sampai akhirnya memutuskan keluar lewat pintu belakang.
"Kamu dimana, Ta?". Bisiknya.

Saat berjalan menuju ruangan BEM, Dimas menyempatkan menengok lapangan sebentar. Dan tertegun kaget, melihat beberapa mahasiswa yang berjajar ditengah lapangan. Hanya 6 orang, 3 perempuan dan 3 laki-laki.
Ini bukan hal biasa setiap tahunnya, tapi mungkin kali ini akan terasa berbeda mengingat salah satu dari mereka adalah orang yang sedari tadi dia cari.
"Tata? Ya ampun!". Dimas mengusap wajahnya.

Dimas tidak mungkin salah, dia kembali memperhatikan tubuh yang berdiri membelakanginya itu. Ya, tas yang dipakai Nikita, Dimas tahu betul.
Tas yang terbuat dari kain poster iklan telpon selular itu, hasil jahitan dari ibunya. Yang semalam dia antarkan kerumah Nikita.
"Tata, apa kakak bilang? Ngeyel!".

*****

Sampai jam menunjukkan angka 9, barulah mahasiswa yang kesiangan itu bisa beristirahat bersama yang lain. Karna Pak Rektor sudah selesai memberi sambutannya.
Nikita berjalan pelan dilorong kelas, memperhatikan teman-teman barunya yang hilir mudik.
Tiba-tiba dia teringat Sonya, sahabatnya yang kini sudah bekerja sebagai SPG disalah satu mall besar di Bandung.
"Sonya, gue ga punya temen". Lirihnya.

Seharian Nikita berjalan kesana kemari sendiri, belum bisa mendapat teman yang bisa dia ajak berjalan bersama, atau sekedar mengobrol.

Drreett...
Ponselnya bergetar.
Nikita merogohnya, bibirnya tersenyum seketika.

Dimas
Dimana yang?

Nikita
Didepan kantin,mu pulang

Dimas
Mau barengan? Tungguin 15 menit lg

Nikita
Ok

Nikita masuk kekantin, untuk menunggu Dimas.
2 gelas es kelapa menemaninya, hampir 1 jam.
"Huft, kak Dim!". Gerutunya.

Keadaan sudah sepi, jam ditangannya menunjukan angka 5.30 pm.
Dikantin sudah tidak ada mahasiswa lagi, penjaga kantinnya pun sudah mulai berbenah membereskan dagangannya.

"Hai, lama ya?". Dimas tiba-tiba duduk dikursi sebelah Nikita.

"Ga kok, cuman agak jamuran aja dikit nih kepala!". Ucap Nikita kesal.

"Sorry, diluar perkiraan. Yuk, pulang!". Dimas tersenyum.

Setiap pagi Nikita berangkat sendiri, menolak ajakan Dimas. Terang saja, Dimas berangkat sebelum subuh. Sementara Nikita jam 6 pagi harus sudah ada dikampus. Mana mungkin Nikita harus diam menunggu selama 1 jam.
Dan diwaktu pulang, cukuplah dia menunggu dihari pertama selama 1 jam itu. Nikita terlalu cape dan kesal, jika harus menunggu Dimas untuk pulang bersama.
Alhasil, selama seminggu ospek mereka jarang bertemu. Hanya pada hari senin itu, diwaktu pulang. Dimas benar-benar sibuk, dan Nikita bisa memakluminya.

My Boy (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang