Part 38

545 33 0
                                    

Hari kembali berganti. Minggu demi minggu terlewati. Dimas dan Nikita kembali menjalani hubungan jarak jauh, berkomunikasi lewat chat dan telepon. Malam hari, Dimas akan menahan rasa kantuk demi mengucapkan selamat pagi pada Nikita. Dan Nikita pun akan menahan rasa kantuknya di saat Dimas menelepon di sela istirahat mengajar.

Semenjak menikah, Nikita mulai berpikir lebih dewasa. Tidak lagi membawa segala sesuatu ke dalam perasaan lebih, hanya akan membuatnya baper, itu alasannya. Kebiasaannya curhat pada sahabatnya pun sudah tak dia lakukan. Itu membuat Nuri dan Sisil merasa aneh, Nikita berubah, pikir mereka. Tapi Nikita tak ambil pusing, toh kini dia dan Dimas sudah menjadi pasangan suami istri. Mama bilang, tak baik mengumbar masalah pribadi kalau sudah memiliki pasangan, prinsip yang Nikita pegang.

***

Kelas berakhir. Nikita berdiri, meraih tas di atas kursi. "Makan siang di kantin dulu enggak?" tanyanya pada Nuri.

"Boleh," sahut Nuri. Yang juga ditanggapi anggukan oleh Sisil.

Semangkuk bakso Nikita pesan. Ditambah sambal dan perasan jeruk nipis, membuatnya kepedasan. Sesekali menyesap sirup jeruk, lalu menyuapkan kembali mie. Benar-benar menikmati.

"Ta, lo enggak lagi ngidam, 'kan?" tanya Sisil.

"Enggak," sahut Nikita tak acuh.

Nuri dan Sisil saling pandang, lalu terbahak bersama.

"Kenapa?" Nikita menatap mereka bergantian, "Ada yang lucu?"

Sisil mendekatkan wajahnya, "Kirain, hasil satu malam langsung gol."

Nikita hanya menggedikkan bahu.

"Jadi kapan Kak Dimas pulang lagi?" tanya Nuri.

"Enggak tau, belum pasti. Libur di sana paling sehari, dua hari. Ternyata, di London cukup banyak orang Indonesia, terus mereka pada mau anaknya belajar bahasa kita. Jadi, ada beberapa orang tua yang minta les tambahan di rumah," terang Nikita.

Nuri ber-oh ria.

"Kangennya beda enggak, kalau udah nikah?" goda Sisil.

"Beda apanya?" tanya Nikita heran.

Nuri dan Sisil lagi-lagi tertawa. "Gue kok, lihatin lo kayak bukan pengantin baru, Ta," seloroh Sisil.

"Jadi bener, lo udah nikah sama Kak Dimas?"

Nikita menoleh, diikuti oleh tatap kesal Nuri dan Sisil. Melsa berdiri melipat tangan di dada, dengan pandangan sinis seperti biasa tentu saja.

"Beneran lo udah nikah?" tanya Melsa dengan nada lebih tinggi.

"Udah, Kak," jawab Nikita datar.

Melsa membungkukkan badan, "Lo, kalau ditanya jawab sopan dikit. Gue nih, senior lo! Jangan belagu, sekarang enggak bakal ada yang belain lo, Ni-ki-ta!"

Nikita berdiri, "Aku akan lebih sopan, pada orang yang bersikap sopan," ucapnya sambil menatap Melsa.

Melsa selangkah lebih dekat, "Songong amat lo, jadi cewek," desisnya.

"A--"

"Nikita!"

Nikita mengatupkan bibir, menoleh ke arah suara, "Opa?"

"Itu Pak Ahmad, salah satu pemilik kampus ini. Beraninya lo panggil opa," ejek Melsa.

Opa Ahmad mendekat, "Opa cari kamu, beruntung belum pulang," ujarnya.

Nikita meraih tangan Opa Ahmad, menciumnya. "Makan dulu, Opa. Kalau makan siang di rumah sendirian, males," ucapnya kemudian.

"Selamat siang, Pak. Maaf, kami baru tau Bapak kakeknya Nikita," Nuri berdiri, menganggukkan kepala.

My Boy (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang