Part 3

1K 50 0
                                    

Pulas sekali tidur siang Nikita.
Terbangun karna suara ponselnya, diraihnya di atas nakas.

"Desy, tumben baru nongol, apaan ya?".

Nik, bokap gue makin parah. Dia kirim surat cerai sama nyokap - Desy

Seketika Nikita terhenyak dan bangun dari baringannya, mengucek-ngucek mata seakan tak percaya.

Loe yang sabar ya des, gue yakin nanti bakal ada jalan keluar yg terbaik bwt keluarga loe - Nikita

Nikita membalas sekenanya, bingung apa yang harus dia ketik.

"Delay, kayaknya dia lagi nangis. Hhhmm...". Menyimpan kembali ponselnya.

"Heh, jam brapa nih, asyik banget gue tidur". Nikita turun dari ranjang, bergegas keluar kamar.

"Ta, udah jam 4 sayang". Suara mama didepan pintu.

"Ya ma, ini juga udah bangun". Jawab Nikita dengan langkah lesu.

Sehabis mandi dan shalat ashar, Nikita duduk di kursi meja makan, mengambil pisang goreng yang masih hangat. Sambil memperhatikan mama yang sedang asyik berkutat dengan masakannya.

"Ma, papi nya Desy ternyata udah kirim surat cerai sama maminya". Dengan mulut penuh makanan.

"Masa?". Jawab mama kaget tanpa menoleh sedikit pun.

"Eeuum, Tata bingung, ga bisa ngasih saran apa-apa, mmm...". Agak ragu melanjutkan kata-katanya.

"Beri suport dia, itu aja cukup". Kali ini mama sengaja mendekati Nikita dan mengusap kepalanya.

Mama mengerti, apa yang akan dikatakan Nikita.
Nikita tidak tahu harus berkata apa, karna memang Nikita belum pernah mengalaminya.
Sejak berumur 7 tahun ayah Nikita meninggal karna serangan jantung di usia muda, pekerjaannya sebagai konsultan keuangan terlalu menyibukkan, hingga tidak memperhatikan kesehatan. Mama yang bekerja sebagai pegawai negeri langsung minta dipindahtugaskan ke kampung halamannya di Surabaya, karna tidak sanggup menghadapi ini semua.
8 tahun berlalu, mama sudah bisa melewati ini semua. Hingga saat ditawari kembali ke Bandung ia menyanggupi, mengingat anak semata wayangnya membutuhkan pendidikan yang lebih baik, karena di Surabaya Nikita harus menempuh perjalanan yang agak jauh untuk sampai ke sekolah.
Nikita senang bisa kembali ke rumahnya, tempat dimana dia dulu merasakan kehangatan kasih sayang seorang ayah.

Brruumm...
Suara motor terdengar didepan rumah.

Nikita sudah hapal betul, siapa yang datang. Dia langsung menuju pintu untuk menyambut sang tamu.

"Sore cantik, kok cemberut sih?". Goda Dimas sambil mencolek pipi Nikita yang cemberut.

"Kemana aja?". Tanya Nikita ketus.

"Makan dulu es krim nya, kasian meleleh nih!". Bujuk Dimas sambil memberikan sebuah kantong plastik.

"Hhmm, nyogok nih?". Tak urung di ambil juga pemberian Dimas.

"Tapi suka kan?". Goda Dimas.

**********

"Makan malem dulu sayang, sekalian ajak kak Dimas?". Mama keluar dari dapur.

"Aahh, tante. Dim jadi malu, tiap kesini disuguhin makan terus". Dimas yang sedang asyik nonton tv pun bangkit dan menuju meja makan.

"Ga apa-apa, makan berdua terus kadang serasa sepi Dim". Ujar mama lembut.

Nikita menyendokan nasi ke piring Dimas, sudah terbiasa selama berpacaran setiap sabtu minggu pasti Dimas makan malam dirumah Nikita.

"Katanya lagi sibuk persiapan KKN ya Dim, bukannya masih semester 4?". Selesai makan mama mengajak Dimas ngobrol.

"Iya nih tan, agak repot juga, jadi ada sebagian mahasiswa yang KKN duluan, Dim salah satunya". Sambil mengantarkan piring kotor pada Nikita yang sedang mencuci piring.

Dimas menggoda Nikita dengan mengedipkan mata, Nikita hanya mengernyitkan dahi dan memasang bibir manyun-nya.
Mungkin karna sering kali bertamu Dimas tidak terlalu kaku, dia selalu bersikap santai dirumah Nikita. Tapi masih dalam batas wajar dan sopan.

"Jadi kamu ditempatin dimana Dim?". Tanya mama yang kini sudah duduk diruang tengah sambil memencet-mencet remote tv.

"Uhuk-uhuk, belum pasti tan". Dimas tersedak, hampir saja gelas ditangannya terjatuh.

"Minumnya hati-hati sayang". Bisik Nikita menggoda sambil menepuk-nepuk tengkuk Dimas.

**********

Jam dinding menunjukan pukul 20.00 wib, jam apel hampir habis. Dimas mendekati Nikita yang serius menonton tv.
Lalu membisikan kata-kata ditelinganya.

"I Love U".

Nikita menoleh dan tersenyum, mengusap lembut pipi Dimas.
Nikita mengerti apa maksud Dimas, itu cara dia meminta maaf. Nikita tidak terlalu banyak bicara malam ini, lebih banyak memperhatikan tv, padahal pikirannya masih tertuju pada Desy, sahabatnya.
Dimas menyangka kalau Nikita masih kesal karna tadi sore dia datang terlambat, Dimas tadinya ingin mengajak Nikita hang out untuk makan siang. Tapi ternyata tugas dikampus tidak bisa ditunda, Nikita marah dan akhirnya memilih tidur siang. Tapi dia berusaha mengerti, Dimas memang selalu banyak tugas kuliah.

"Maaf ya, hari ni kakak sibuk, kakak ga bisa temenin weekend kamu?". Dimas meraih tangan kanan Nikita, menggenggam dan menciumnya.

Nikita menarik nafas panjang dan mengeluarkannya perlahan.

"Minggu depan ada pembukaan cafe baru, kesana ya?". Nikita membalas permintaan Dimas.

"Pasti sayang, kakak janji. Minggu depan ga bakalan boong". Mengacungkan dua jarinya.

Nikita hanya mengangguk, agak menyesal juga dia bersikap dingin pada Dimas yang sedari tadi membujuknya.

"Kalo gitu kakak pulang dulu ya, udah hampir jam 9". Dimas meraih jaket disandaran sofa.

"Masa sih?". Tanya Nikita agak heran.

"Mmmmpp, pacarku asyik nonton tv sih, sampe lupa waktu". Dimas mencubit hidung Nikita.
Nikita langsung mengusap-usap hidungnya.

Nikita mengantar sampai pintu gerbang. Dimas sudah duduk di atas motornya.

"Langsung tidur ya sayang, besok kan hari senin, kakak mau ngasih kejutan sama kamu". Sambil mengusap kepala Nikita.

"Kejutan apa?". Tanya Nikita heran.

"Entar juga tau, oh ya salam sama mama, pasti kecapean jam segini tidurnya udah pules banget". Ucap Dimas sambil memakaikan helm ke kepalanya.

Nikita tersenyum dan mengangguk. Dimas terdiam memperhatikan Nikita, melepas kembali helmnya.

"Kenapa, ada yang ketinggalan?". Nikita balik memperhatikan Dimas, berdetik-detik Dimas diam.

"Sini bentar deh". Dimas memberi isyarat tangan pada Nikita. Nikita mendekat, Dimas melambai kembali.

"Kurang deket". Pinta Dimas.

Nikita semakin mendekat, Dimas meraih kepala Nikita dan mencium keningnya.

"Selamat malam sayang, mimpi indah ya". Ujar Dimas lembut sambil mengelus pipi Nikita.

Nikita hanya tersipu malu. Dia sadar, dia memang masih membatasi hubungan ini. Nikita beralasan belum genap 17 tahun, belum siap merasakan ciuman dibibir.

"Kakak pulang ya". Dimas berlalu, Nikita terlalu lama menunduk, memendam perasaan senangnya.

**********

#Cianjur19Nov16

My Boy (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang