23. bis tujuan datang?

8.8K 1.4K 305
                                    

Eche POV

"Pangeran kamu jemput tuh"

Nate menyenggol lenganku ketika kami beriringan melangkah keluar dari pintu kedatangan domestik di terminal bandara Soetta.

Aku mendongak menatapnya, kulihat rahang Nate mengeras. Lalu menoleh ke arah matanya yang melihat ke arah gerombolan orang-orang yang berdiri di luar pagar pembatas.

Kulihat Satrio yang tersenyum ke arah kami. Berdiri menjulang di antara kerumunan orang-orang penjemput.

Semalam begitu aku sampai di kamar hotel aku menghubungi Satrio, di akhiri dengan tawaran dirinya yang ingin menjemputku.

Aku melangkah menghampirinya, kurasakan Nate melangkah mengikutiku dari belakang.

Satrio memeluk tubuhku begitu aku mendekat.

"Kangen elu deh, kemana aja sih beberapa hari belakangan ini gak bisa dihubungin? Maya sampe kalut tuh" Pelukan Satrio mengendur.

"Ehem"

Ku dengar Nate berdeham.

"Eh bro, pulang ngikut kita aja yu" Satrio menepuk lengan Nate yang masih kulihat berwajah sangat datar menatapku tapi tatapan matanya sangat tajam.

Nate menggeleng.

"Gak perlu, jemputan kantor udah datang, sopirnya di parkiran, lagian nanti gue ganggu kalian" Kata Nate acuh.

Dirinya lalu melangkah dengan langkah lebar ke arah parkiran.

Aku menatap dirinya yang melangkah kian menjauh.

"Si Nate kenapa tuh?" Suara Satrio mengagetkanku.

Aku menggeleng.

"Gak tau, dari kemarin moodnya jelek banget, abis ketemu sama mantannya" Kataku sambil berjalan mengikuti langkah Satrio ke arah mobilnya.

Satrio berhenti melangkah, matanya melotot kaget.

"Ko elu tadi malam gak cerita ke gue kalo Nate ketemu sama Claudia?" Tanyanya kaget.

"Ck, sejak kapan deh elu jadi pria penggossip macam si bumil Maya?" Kataku berdecak dan mengait lengannya lalu menarik tubuh Satrio untuk kembali berjalan.

"Eh, ini seriusan lho Che, ko lu ga cerita Nate ketemu Claudia. Gawat lho"

Satrio membuka pintu mobil Porsche Panamera hitamnya.

Aku membuka pintu penumpang setelah menunggu Satrio yang berjalan ke belakang mobil meletakkan luggage ku ke dalam bagasi.

"Emang penting ya harus cerita? Segawat apa sih?" Tanyaku sambil memasang seat belt.

Satrio menoleh ke arahku.

"Gawatlah, secara Nate itu masih belum maafin Claudia, dan gue tau karakternya Nate, moodnya bisa berubah total kalo ketemu sama orang yang gak di sukain"

Satrio menyalakan mesin mobilnya.

Aku terdiam. Lalu mengernyitkan alisku.

"Moodnya sih masih taraf normal lah, minta dipeluk terus itu orang, katanya pelukan itu obat yang ampuh buat kita yang membutuhkan" Kataku.

Mata Satrio kembali melotot kaget.

"Minta di peluk?" Tanyanya.

Aku mengangguk.

"Hooh" Jawabku.

"Si Nate minta di peluk?" Tanyanya dengan nada tidak percaya.

Aku mengangguk lagi.

Mobil Satrio keluar dari area bandara ke arah jalan menuju Jakarta.

Dirinya terkekeh.

"Nate minta di peluk?" Gumamnya.

"Apaan sih?" Tanyaku bingung.

Satrio menepuk lenganku.

"Bisa-bisanya Nate tuh minta di peluk elu, gue beneran yakin dia suka sama elu, wah bisa kacau nih"

Aku meringis.

"Kacau kenapa?" Tanyaku makin bingung.

Satrio menarik nafas panjang lalu melirikku sekilas.

"Che, gue jemput elu itu karena ada sesuatu juga yang mau gue omongin" Katanya.

Keningku makin berkerut.

"Kenapa gak ngomong di telepon tadi malam?" Tanyaku.

"Gak enaklah ngomong lewat telepon" Jawabnya sambil mengusap tengkuknya.

"Emang pengen ngomong apaan?" Tanyaku, ko jadi ngerasa deg-degan gini sih.

"Ibu gue, dia suka sama elu, dari kemarinan nanyain elu terus, dia pengen elu jadi mantunya" Kata Satrio pelan tapi terdengar jelas di telingaku.

Mataku membulat mendengar perkataannya.

"I... Ibu elu?" Gagapku.

Satrio menoleh.

"Gimana gak kacau, kalo ibu minta elu jadi mantunya, terus kalo firasat gue mengatakan Nate suka sama elu, kacau kan?"

Satrio mengusap wajahnya dengan tangannya.

Aku terdiam.

"Che" Panggil Satrio.

Aku menoleh ke arahnya.

"Kali ini jangan tolak gue ya" Katanya dengan suara memohon.

"Gue suka sama elu sampe sekarang, gue anggap elu itu teman yang asik dan bakalan jadi istri idaman"

"Teman hidup yang asik, karena gue udah kenal elu si pekerja keras"

Satrio menghela nafasnya.

"Udah saatnya elu berhenti jadi tulang punggung keluarga elu Che, nikah sama gue ya, elu gak usah kerja lagi" Lanjutnya.

Kurasakan bulu tanganku meremang.

Ini beneran nih Satrio ngomong begini? Ini lamaran bukan sih?

"Che, gue tuh ngelamar elu kali, ko elu jadi merinding gitu kaya dilamar sama hantu, mentang-mentang wangi gue yang kaya kuburan baru, sial nih si Maya, omongannya jadi selalu keingetan" Satrio terkekeh.

Aku mengusap-usap lenganku.

Dan berusaha tersenyum ke arahnya.

"Ngelamar ya? Hehehe" Aku cengengesan.

"Che, seriusan, gue gak lagi becanda, mau ya jadi mantu ibu gue" Katanya.

Aku menggigit bibir bawahku, tatapanku mengarah ke depan jalanan Jakarta yang tumben-tumbenan lengang.

Aku menoleh ke arah Satrio yang fokus menyetir.

Dirinya tidak terlihat memaksa jawaban dariku.

Bis yang ku tuju datang ya?

Tbc

Aw awww aww

Pasti pada teriak ga setuju nih

Hihihihi

Lanjooootttt????

Filosofi JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang