Malam

360 102 75
                                    

Prov Dera

Aku merebahkan badanku pada pulau kapuk milikku. Ini singgahsanaku, aku ingin berada di sini lebih lama. Namun kupaksakan diri untuk bangkit menuju meja rias.

Ku gunakan kapas lembut untuk membersihkan sisa-sisa make up di balik wajah lelah ini. Sembari menarik nafas dalam-dalam, ini terasa berat untukku.

Melihat sekitar kamar yang di penuhi kardus.

"Sial saja!" aku menggerutu sendiri.

Sesibuk itukah aku? Bahkan semua kardus-kardus itu tak terjamah olehku. Masih  saja dia terhampar tak tersusun, walau terdengar seperti alasan tapi aku memang belum sempat membersihkan ruangan ini dari kepindahanku 3 hari lalu.

"Baiklah Brenda Sandera gunakan sisa-sisa tenagamu memindahkan sebagian kardus ini ke gudang di bawah tangga. ayoooo! " sambil membusungkan dada.

Di depan cermin, aku berbicara pada sosok gadis bermuka lelah. Seperti orang gila, aku menyemangati diri sendiri. Seperti mengumpulkan kembali kekuatan super hero di detik-detik terakhirnya. Aku berusa sekuat tenaga menyeret kardus-kadus besar ini.

Sesampai nya di gudang yang terletak di bawah anak tangga,aku pun merogok kunci di saku kananku membuka perlahan pintu.

Krek...krekk

Suara khas decitan pintu kayu , lalu kunyalakan saklar lampu. Yang terlihat di sana hanyalah barang-barang rongsok di penuhi debu dan sarang laba-laba. Ada beberapa rak besi yang berjejer. Aku hanya meletakkan kardusku di samping rak itu.

Gubrakkk.....

Mendengar suara barang yang terjatuh, spontan aku menjerit ketakutan merasa berada dalam suasa film horor , aku bergegas meninggalkan gudang.

Namun anehnya aku merasa perlu sebentar kembali, ada sesuatu yang menarik pandanganku. Itu hanyalah sebuah buku. Tapi tanpa ragu menggambilnya di antata tumpukan barang jatuh lain nya.

*SENJA* hanya itu yang pertama terbaca, buku yang memiliki debu tebal yang nyaris menutupi seluruh sampul buku .Entah apa yang menarik dari itu hingga membawa nya bersamaku kembali ke kamar.

Dari pada semakin penasaran, ku buka halaman pertama lalu aku larut kedalamnya. Terlihat seperti sebuah puisi tanpa tau siapa yang telah menulisnya , ku resapi kembali.

Senja

Jika bagimu aku adalah Terang
Maka yang kau jumpai bukanlah aku
Jika yang terlihat hanyalah gelap
Maka jelaslah itu bukan diriku

Aku adalah masa mu yang dahulu tetuntuk siang
Dan aku adalah masamu yang mendatang teruntuk malam

Aku adalah Perantara dan Antara.
Salamku untukmu wahai lagit berwarna jingga
Aku akan menjelma menjadi senja sebagai jeda.

Teng...teng....

Jam besar di ruang tamu berbunyi , suara nya terdengar hingga menembus ruang tidurku seperti isyarat bahwa waktu menunjukan pukul 00.00 wib. Ini sudah larut malam sungguh hari yang melelahkan.

Seperti terhipnotis pada lembar pertama buku ini. Aku yang sejujurnya ingin melanjutkan membaca mengurungkan niatku.

Rasa penasaranku ku kubur esok hari, karena aku lebih takut kesiangan esok pagi. Jangan lupa bahwa aku hanya hidup seorang diri. Tidak ada yang bisa aku andalkan untuk membangunkanku. Jika bukan diriku sendiri dan juga alaram tentunya. Andai ia tidak berbunyi matilah riwayatku.

Kemudian ku letakkan buku itu di atas meja kecil di samping ranjang milikku. Lalu menarik selimut tebalku membalut seluruh tubuhku dan memulai bertualang liar di alam mimpiku.

Aku dan Petang #Wattys2018Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang