Petualangan

105 17 18
                                    

Aku tidak suka kembali terjatuh untuk oranglain. Anggap saja dia adalah pengecualian. - Fabyas Lucas

Prov Dera

Waktu terasa tidak berjalan sama sekali. Roti yang kumakan kini telah berhijrah kedalam perutku. Dan aku masih berada di atas kerasnya dudukan kursi bus pariwisata yang kini terhenti. Mungkin sudah tiga jam berlalu.

Menuju pemberhentian selanjutnya dengan tepat waktu nampaknya hanya sebuah angan semata. Aku harus merelakan momen indah perjalanan bersama Virtan terlewatkan kembali.

Situasi ini semakin membuatku jengkel. Bagaimana tidak , jika aku menoleh kesebelah maka itu adalah bencana. Aku berharap tidak akan terjebak bersamanya dimasa lalu. Jujur aku lebih suka kak Fabyas dimasa depan. Dia yang sekarang begitu dingin dan menakutkan.

Tanpa segan ia menggelindingkan tatapan sinisnya. Aku tidak sengaja menoleh kearahnya yang kini duduk menyender pada kaca jendela.

Seolah tatapan nya mengisyaratkan bahwa "Akan ku pindahkan kedua matamu, jika kau berani menatapku." aku kembali menelan ludah jika membayangkan itu.

"Awas!" Kata kak Fabyas dingin

Aku hanya tertunduk dan menggeser tubuhku agar dia dapat melewati kursiku. Kemudian ia turun dari bus. Lalu dia menghampiri guru wali kelasnya yang sedari tadi mondar-mandir sambil berbicara di telpon.

Entah pembicaraan seperti apa, tapi kalau boleh jujur sudah lebih dari setengah jam aku menahan hasrat buang air kecil. Rasanya sudah seperti berada diujung. Tak berselang lama aku pun ikut turun keluar.

"Fabyas kalau kamu bersedia bapak akan sangat berterimakasih, kamu memang paling bisa diandalkan."

Ucap guru walikas 3 sambil menepuk bahu Kak Fabyas.

Entah pembicaraan apa namun aku yang sudah hampir sekarat menahan ini dengan memberanikan diri memotong pembicaraan mereka.

"Permisi pak, saya ingin ke toilet." Aku berbicara tanpa menyembunyikan gestur tubuh yang gelisah.

"Mana ada toilet di daerah seperti ini." ucap Guru pembimbing sambil menahan tawa disambung Kak Fabyas dan si supir akhirnya mengeluarkan suara tawa.

Benar saja,yang terlihat disekitar sini hanyalah hamparan sawah. Aku baru sadah bahwa kami berada di daerah terpencil. Pertanyaanku membuatku terlihat bodoh.

"Baik pak, saya akan pergi sekarang." Balas Kak Fabyas

"Tunggu sebentar Fabyas, biarkan Brenda menemanimu. Bantu dia menemukan anak sungai." Ucap si guru wali

"Tidak usah pak" jawabku senada dengan kak Fabyas.

****

"Perempuan memang menyusahkan." Ucap kak Fabyas menggerutu.

"Jangan liat kearah sini kak!, jangan mengintip!" Jawabku segera.

"Aku tidak sudi mengintipmu!. Cepat atau aku berjalan duluan. Sebelum matahari terbenam kita harus segera mencari bantuan." Balas kak Fabyas ketus.

"Jangan tinggalkan aku kak. Tunggu sebentar lagi". Ucap ku memelas

Aku kini berada disebuah anak sungai yang indah. Akhirnya penderitaanku berakhir. Air sungai ini begitu segar dan jernih. Ada sebuah mata air yang keluar dari dinding bebatuan. Nampaknya seluruh air ini berasal dari pegunungan.

Kami pun menapaki persawahan. Berjalan di atas gundukan kecil pinggiran sawah , seperti sebuah jalan buatan atau sebenarnya adalah pembatas sawah entahlah namun berjalan disini membutuhkan keseimbangan.

Aku dan Petang #Wattys2018Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang