15. Selamat!

588 31 2
                                    

Alya berjalan lemas menyusur kelasnya. Matanya sama sekali tidak memancarkan semangat atau lainnya. Lelaki yang terus memandangi Alya dari kejauhan itu mempercepat jalannya. Saat merasa punya banyak kesempatan, Vino tersenyum lebar.

"Pagi, Al!" sapanya semangat. Tak menghilangkan sedikitpun senyuman bibirnya.

Alya mendelik, memandang Vino dengan tanpa semangat. Dia hanya membalas Vino dengan tersenyum tipis. Lalu kembali berjalan dengan malas.

"Lagi mendung banget, btw lo kenapa?" tanya Vino. Matanya tak lepas dari perempuan yang setinggi hidungnya itu.

Alya menggeleng lemah, "Nggak apa."

Vino mengangguk, jangan cap dia sebagai lelaki yang tidak peka! Mungkin dia adalah yang paling peka. Dia mengerti, dan sangat tahu kenapa Alya seperti ini. Dia paham, arti dari kata 'nggak apa,' artinya Alya hanya tidak ingin apa yang Alya rasakan saat ini diketahui olehnya, Alya sedang tidak mau membaginya.

"Al," tegur Vino lagi. Kali ini berhasil membuat Alya menoleh. Alisnya bertaut memandang Vino.

"Kalau lo ada apa-apa, jangan pernah takut buat cerita sama gue, gue siap kok dengerin," ucap Vino semangat. Melihat Alya yang hanya memasang wajah datar Vino mengerjapkan matanya dua kali. "Tenang aja! Gue nggak ember, kok."

Alya tersenyum simpul, "Iya, Vino. Lain kali gue cerita."

Vino menampilkan senyum lebarnya, kedua pipinya yang memiliki lesung pipi itu terbentuk dengan sempurna. "Janji, ya?"

Alya bergeming, memandang Vino sambil berdehem panjang, "InsyaAllah, deh. Gue duluan."

〽〽〽

Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia itu terus saja menjelaskan materinya. Alya yang memang sedari pagi tidak semangat untuk ke sekolah hanya termenung menatap papan tulis. Pikirannya tidak disana, otaknya malah memutar kejadian tadi pagi. Daffa yang terlihat bahagia bersama  perempuan itu.

"Baiklah, pelajaran sudah selesai. Ibu harap tidak ada yang tidak mengerjakan tugas," ucap Bu guru. Semua siswa-siswi mengangguk mengerti.

Sepeninggal Bu Guru Bahasa Indonesia, Alya mengemasi buku-bukunya. Memasukkan ke dalam tasnya.

"Al, keluar yuk," ajak Nesa. Perempuan itu entah sejak kapan duduk di samping Alya.

"Nggak deh," tolak Alya. Matanya kembali fokus pada novel yang tadi ia ambil dari tas setelah mengemasi buku-bukunya.

Nesa hanya mengangguk lemah. Ia keluar kelas diikuti Wulan dan Nalla. Mata Alya kembali tertuju pada novelnya, sadar beberapa kalimat yang dia baca tidak dapat dia resap, Alya mendengus. "Konsen baca aja nggak bisa!" dengusnya sebal.

Malas berkutat dengan novel, Alya berpindah pada ponselnya. Pesan WhatsApp dari grup chat kelasnya itu mencapai 1321 pesan.

"Pada ngebacotin apa coba?" gumamnya sendiri.

Alya menscroll isi chatnya. Ia kembali memandang sebuah chat yang sampai saat ini belum dia baca.

Nyesel.

Satu kata itu melayang di kepala Alya. Membuatnya hanya menghela napas.

〽〽〽

"Temenin gua ke perpustakaan, ya?" ajak Alya pada Nalla. Namun, Nesa dan Wulan ikut mendongak.

"Gua ikut! Lu jangan ikut, Ta," ucap Wulan, lebih tepatnya meledek Rista. Ia siap melangkah menuju pintu.

Bidadari Tak BersayapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang