19. Salah

610 32 0
                                    


Selama ini aku salah. Salah mengartikan pengertian dan kebaikan kamu.
_________________________________________


Perempuan dengan jepitan poni di rambutnya terus saja memutar-mutar sedotan dalam gelas. Matanya hanya memandang air yang berputar karena sedotan. Wajahnya ditekuk sebal, lelaki di depannya justru melamun sendiri. Sibuk dengan pikiran masing-masing.

Bosan dengan keadaan yang seperti ini perempuan itu menghela napas panjang.

"Daffa," panggilnya.

Daffa nggak melakukan pergerakan apapun. Dia masih asyik dengan pikirannya sendiri.

"Kamu mikirin apa sih?"

"Daffa!"

Daffa berkedip terkejut. Memandang datar Atila yang baru saja membuyarkan lamunannya. "Til, gue lagi banyak masalah, bisa 'kan lo tolong sebentar aja lo ngerti."

Atila menghela nafas lalu mengangguk, "Masalah apa? Kenapa kamu nggak cerita aja sama aku? Siapa tahu aku bisa bantu, Daff."

"Nggak bisa," balas Daffa lalu tersenyum tipis berharap Atila mengerti.

Perempuan itu mengangguk paham, "Nggak apa kok kalau kamu nggak mau aku tahu, tapi aku ini pacar kamu, Daffa. Aku nggak mau ada rahasia diantara kita."

Mendengar itu Daffa merasa sedikit nggak nyaman. Dia salah menentukan waktu, terlalu cepat menyatakan perasaan pada Atila. Atila bahkan belum tahu siapa Daffa sebenarnya, belum mengetahui seluk beluk lelaki itu. Dan Daffa merasa bersalah karena merahasiakan semuanya.

"Aku bakal ceritain suatu saat nanti, kalau waktunya udah tepat."

〽〽〽

Koridor sekolah masih aja ramai. Padahal ini sudah hampir masuk jam pelajaran setelah istirahat kedua. Alya masih berkeliaran diluar kelas, sebab Pak Sapri memanggilnya karena suatu hal.

Diujung koridor nampak seorang lelaki dengan senyum kembangnya. Lelaki itu setengah berlari ketika mendapati Alya yang berada beberapa meter didepannya.

"Alya, katanya tadi lo masuk UKS? Lo nggak apa-apa 'kan?" tanya Vino. Salah satu lelaki yang sangat perhatian pada Alya.

Alya menggeleng, menandakan dia baik-baik aja. "Gimana pidato lo? Sukses 'kan?"

Vino mengangguk, "Visi dan misinya keren!"

Alya tersenyum menanggapi.

"Lo udah makan belum? Kantin yuk gue traktir deh," ajak Vino.

"Nggak deh Vin, gue nggak laper."

Bahu Vino turun mendengar penolakan Alya. "Yah, beneran nggak mau?"

Alya tersenyum lalu mengangguk, "Gue duluan, ya."

Vino menghela napas berat sambil memandang kepergian Alya. Perempuan yang selama ini dia suka sejak lama.

***

Daffa mengusap wajahnya gusar. Hatinya nggak tenang kala mengingat kejadian-kejadian yang dia alami akhir-akhir ini. Punya urusan dengan Bang Rino menjadi penyesalan utamanya. Andai saja dulu dia nggak coba-coba memakai barang haram itu, atau nggak tergiur dengan omongan Bang Rino yang bersedia memijamkan uang hanya untuk membeli benda laknat itu.

Namanya juga penyesalan, dia selalu datang di akhir. Kalaupun diawal itu namanya bukan penyesalan.

"Peng," panggil Yordan.

Bidadari Tak BersayapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang