30. Putus

611 23 10
                                    

Baru saja Alya menutup pintu pagar rumahnya, sebuah motor matic berhenti tepat didepannya. Pengendara motor itu membuka kaca helmnya, senyum kembang muncul disana.

"Hey, pagi, Alya!"

Alya tersenyum dibalik masker yang menutupi mulutnya. Namun, sebentar setelahnya perempuan itu merubah ekspresinya menjadi datar. "Ngapain ke sini?"

"Jemput lo lah," jawab Daffa sambil menyisir rambutnya dengan jari didepan spion motornya. Sambil bersiul lelaki itu menata rambutnya agar terlihat rapi kembali.

Alya yang mendengar menghela napasnya, "Gue gak minta lo, ya, buat jemput gue."

Daffa menyudahi aktivitasnya, berpindah memandangi Alya yang memakai masker mulut. "Nyokap lo tahu?"

Alya mengernyit, karena tidak paham Daffa menunjuk ujung bibirnya, "Tuh." Dagunya ia arahkan pada mulut Alya yang tertutupi masker.

Alya menggelengkan kepala, "Nyokap gue gak ada."

Daffa mengangguk, "Yuk, berangkat!"

Sejurus itu motor Wulan tepat berhenti dibelakang Daffa. Keduanya menoleh ketika Wulan membuka kaca helmnya.

"Gue sama Wulan."

"Eh!" tahan Daffa. Alya menoleh sambil menunggu Daffa mengatakan sesuatu.

"Gak jadi."

Alya menghela napasnya malas. Ia lanjut menghampiri Wulan, mengambil helm yang Wulan berikan padanya dan memakainya.

"Memarnya gede banget, ya? Sampe lu harus pake masker?" tanya Wulan.

"Udah jalan."

〽〽〽

Dari ujung koridor Atila berjalan sangat cepat. Sejak tadi ia terus mencari-cari keberadaan Daffa yang entah kemana saja seharian ini. Jam pulang sekolah hampir tiba, dan Atila sudah berkeliling sekolah. Kecuali kelas Alya, dia paling anti kesana.

"Theo!" panggil Atila setengah berlari.

Theo yang menyadari Atila memanggilnya hanya manautkan alisnya kebingungan.

"Lo liat Daffa, nggak?"

Theo menaikkan sebelah alisnya. Lalu tertawa hambar. Mengejek Atila. Itu membuat Atila semakin kesal dan memberi Theo ekspresi bingung serta sinis.

"Palingan pacar kesayangan lo itu lagi main di kelas pacar barunya. Lo 'kan udah gak dipake lagi," ucap Theo tersenyum kemenangan karena berhasil mengatai Atila.

Jauh dari itu mata Atila malah fokus pada seseorang yang berjalan ke arahnya dan Theo. Mengabaikan ucapan Theo yang menyakitkan hati, Atila tersenyum memandang lelaki yang kini sudah menarik Theo agar menghadapnya.

"Apa maksud lo?" tanya lelaki itu, jelas saja. Dia tidak suka jika ada laki-laki yang menginjak harga diri seorang perempuan, meskipun Atila juga tidak penting-penting amat dalam hidupnya.

Theo tersenyum miring, "Mainan lo hebat juga. Oh, ya...," Theo mengayunkan jari telunjuknya ke udara. "Siapa namanya? Alya? Ckck, mau lo kemanain Atila, hm?"

Brug.

Sebuah pukulan dihadiahi Daffa untuk Theo. Lelaki itu nampak memegangi perutnya yang belum benar-benar sembuh karena ulah Alya kemarin.

Atila tersenyum senang. Matanya melihat Daffa dengan berbinar-binar. Sambil menangkup kedua tangannya didepan dada Atila berucap, "Hebat!"

Daffa mengalihkan perhatiannya pada Atila, "Ikut gue." ucap Daffa langsung saja menarik pergelangan Atila dengan mudahnya.

Bidadari Tak BersayapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang