50. Pilihan?

920 36 20
                                    

Angin malam yang semakin larut tidak membuat ketiga laki-laki itu untuk segera meninggalkan tempat ini. Terkadang seseorang merasa, berkumpul dengan teman lebih asyik dibanding pulang ke rumah dengan keadaan rumah yang terasa asing. Seperti ketiga laki-laki ini misalnya. Daffa, diusir dari rumahnya sendiri, karena kebodohannya, ya bisa dibilang kesalahannya sendiri. Yordan, orangtuanya sibuk bekerja, jarang pulang, dan sangat jarang bertemu. Sementara, Fartan, orangtuanya sudah lama bercerai.

“Lo mau pergi kemana, sih, Peng?” tanya Yordan penasaran. Sebab, sejak tadi Daffa mengatakan ingin pergi, seolah pergi lama dan mungkin tidak kembali.

“Rehabilitasi aja lah,” saran Fartan. “Sepupu gue rehab baik-baik aja, Daf.”

“Gue maunya pergi, kalau nggak pergi ya, ilang ingatan aja biar nggak inget apa-apa.” Daffa menghembuskan asap rokoknya dengan bebas.

“Lo mau pergi kemana, oncom?” kesal Yordan dengan menoyor kepala Daffa.

Daffa terkekeh memegangi kepalanya, dia menoleh ke arah Yordan. “Jangan kangen, Dan, berat.”

“Kampret!” dengus Yordan. Fartan yang menyaksikan hanya tertawa. Namun, dia juga turut bingung dan penasaran kemana perginya Daffa nanti.

“Serius, Daf. Lo mau kemana?”

Daffa diam sejenak, ia hanya tersenyum tipis membuat Fartan dan Yordan mengerutkan dahi mereka, menunggu jawaban dari kutu kupret Daffa.

“Hidup gue terlalu berat,” ungkap Daffa.

“Lo nggak kuat, terus biar gue aja gitu?” ucap Yordan, “Lebay lo!”

“Bukan,” sahut Daffa. “Gue bingung mesti gimana. Di satu sisi gue nggak mau ninggalin keluarga gue, Alya, kalian, tapi ... gue nggak bisa terus-terusan ngecewain kalian semua. Gue harus ninggalin Alya, supaya apa? Supaya dia bisa cari orang lain, nggak sama gue yang belum tentu bisa bahagiain dia suatu saat nanti. Gue terlalu buruk buat dia, dari awal sampai sekarang, gue selalu mikirin keselamatan dia, mikirin bagaimana baiknya gue sama dia nanti. Gue pikir, gue bisa. Membawa dia masuk dalam kehidupan gue, awalnya semua baik-baik aja. Tapi, makin ke sini gue makin berpikir gue terlalu menarik Alya ke dalam. Gue nggak pantes buat dia,” ucap Daffa panjang lebar. Matanya lurus menatap panorama dari atas gedung.

“Ternyata perkiraan gue selama ini salah, gue pikir dengan menjadikan Alya pacar gue, gue bisa berubah pelan-pelan. Meskipun dia selalu kasih gue semangat, kasih gue sesuatu yang buat gue berubah. Itu hanya bertahan sebentar, gue nggak bisa jadi seperti Daffa yang mereka mau. Sampai gue merasa waktu gue sama dia terlalu singkat, dan gue pikir gue nggak bisa memperpanjang semuanya. Mereka udah nggak membutuhkan gue lagi.”

“Dan lo memutuskan untuk pergi? Itu bukan keputusan yang tepat, Peng,” ujar Yordan memandangi Daffa. Dia tidak mengerti dengan jalan pikiran Daffa yang pendek.

“Masih banyak jalan lain,” tambah Fartan.

“Nggak ada jalan lain kecuali gue menghilang, nyakitin Alya, melupakan semuanya.” Daffa membuang puntung rokoknya ke sembarang arah.

“Kalau gue lompat dari sini apa yang terjadi?”

“Kalo nggak mati, ya, gegar otak,” jawab Yordan santai dan langsung mendapat jitakkan dari Fartan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 01, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bidadari Tak BersayapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang