Daffa : Temuin aku di gedung yang waktu itu. Kalau mau pergi jangan ajak siapa pun!
Daffa : Kalo kamu kangen. Kalo gamau gpp
Daffa : Aku kangen nih, gak kangen apa?
Alya tidak dapat menutupi rasa bahagianya. Setelah tiga hari menghilang kini Daffa menghubunginya. Minta ketemuan pula. Alya segera beranjak dari tempat tidurnya, mengganti baju dan bersiap-siap.
Beberapa saat kemudian sebuah pesan kembali masuk pada ponselnya. Alya dengan tidak sabaran mengambil ponselnya yang tergeletak di atas tempat tidur.
Daffa : Aku kirim orang buat jemput kamu, jadi tunggu.
Alya mengernyit. Siapa yang akan menjemputnya? Apa Daffa punya supir baru sekarang?
Alya : Siapa?
Pesan itu dibaca Daffa. Beberapa saat menunggu belum juga ada tanda-tanda Daffa akan membalasnya. Alya mendengus.
Alya : Jawab, siapa?
Daffa : Surprise :)
Alya mendengus lagi. Kira-kira nanti siapa yang akan menjemputnya.
Dia duduk lagi disisi tempat tidur. Mungkin orang itu sedang dalam perjalanan menuju rumah Alya. Lagipula Alya tidak terlalu memikirkan siapa itu, palingan teman sekolahnya, tetapi jika iya berarti teman-teman Daffa tahu dimana laki-laki itu berada selama ini. Awas saja mereka berbohong!
"Alya, ada Fartan! Nyariin!" teriakan Yani membuat tubuh Alya menegang seketika.
Bagaimana bisa Fartan tahu rumahnya? Apa Fartan yang dimintai Daffa untuk menjemputnya? Alya mengerjap sekali lagi. Ia turun dari lantai dua rumahnya lalu berhenti diruang tamu, dimana Mamanya sudah asyik mengobrol dengan Fartan.
"Oh, jadi kamu sekolah diluar negri? Gimana?"
Saat ini Alya hanya berdiri mematung memandangi Fartan yang kini melihatnya sambil tersenyum manis. Sepaket lengkap, jika dulu Alya akan senang diberikan senyum itu, tapi sekarang, rasanya berbeda.
Yani yang menyadari keberadaan Alya segera menoleh ke belakang. Memandangi Alya bingung, Alya menyadarinya. Dia coba menutupi semua itu dengan tersenyum pada Mamanya.
"Maaf, Tante. Fartan harus pergi, lain kali kita ngobrol lagi." Fartan berpamitan pada Yani. Yani menoleh dan tersenyum.
"Hati-hati ya, Tan." kata Yani.
Alya berjalan pelan, begitu juga Yani yang berjalan menghampirinya.
"Kamu harus jelasin sama Mama kenapa bisa dua cowok itu sama kamu? Gimana Daffa? Nanti dia cemburu lho!" bisik Yani pelan berharap sekali Fartan tidak mendengar.
Alya hanya mengangguk dan pamit ke Mamanya, lalu keluar lebih dulu meninggalkan Fartan. Dia harus menerima penjelasan dari Daffa nantinya.
***
Tidak ada suara di antara keduanya. Hanya keheningan yang mengisi perjalanan dari komplek perumahan Alya. Lagipula bagi Alya tidak ada yang perlu dia bahas bersama Fartan.
"Udah lama pacaran sama Daffa?" tanya Fartan membuka obrolan. Dia sekilas melirik Alya yang fokus melihat keluar jendela mobil.
Alya menoleh, beberapa detik memandangi Fartan lalu melihat ke jalanan lagi, "Baru."
Fartan manggut-manggut, "Lo jauh beda sekarang, jauh lebih cuek ternyata." Fartan terkekeh akan ucapannya.
Beda dengan Alya yang sama sekali tidak merubah ekspresi datarnya. Fartan saja mungkin yang tidak sadar jika Alya sedari dulu memang cuek, wajar dia tidak sadar. Karena dulu Alya selalu bersikap baik pada Fartan, bahkan tidak pernah mencuekkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari Tak Bersayap
Teen Fiction[MASUK DAFTAR PENDEK WATTYS 2018] Teruntuk kamu, Daffa. Tidak peduli seberapa buruk orang menilai kamu. Kamu tetaplah kamu, seseorang yang berhasil menarik perhatianku. Kamu tidak tahu, mungkin tidak akan peduli. Meskipun tahu, apa yang akan kamu la...