“Karena kamu dan sampai kapanpun, aku tidak akan pernah lupa karena telah melakulan hal paling bodoh, dengan orang seperti kamu.”
_______________________
Alya langsung naik saat Wulan sudah siap dengan motornya. Alya bisa bernapas lega karena Daffa mau mengijinkannya pulang bersama Wulan. Bukan masalah besar sebetulnya jika Daffa tidak mengijinkan, hanya saja Daffa tidak terlalu ambil pusing saat dia ingin pulang bersama Wulan. Laki-laki itu menurut saja.
Alya diam menikmati angin sepoi-sepoi yang menghantan tubuhnya. Matanya terus memandangi jalanan kota.
Tanpa menunggu lama Wulan menepikan motornya di depan sebuah supermarket seperti permintaan Alya.
"Lo gak ikut nih yakin?" tanya Alya ketika ia turun dari motor. Wulan malah mengangguk yakin.
Akhirnya Alya berjalan sendiri memasuki supermarket. Menyusuri lorong-lorong. Dia mengambil sesuatu yang memang ingin dia beli saat ini. Setelah membalik tubuhnya Alya kembali berjalan. Meninggalkan barisan stok pembalut yang terususun rapi.
"Ra."
Langkah Alya terhenti ketika seseorang baru saja memanggilnya. Alya memandangi laki-laki yang kini berdiri di depannya, sambil tersenyum manis. Mata Alya turun ke bawah, mendapati jika laki-laki itu sedang memegang popok bayi. Ais, kenapa juga karyawan disini mendekatkan tempat popok bayi dengan pembalut wanita?
Alya tersadar langsung menyembunyikan benda yang dia ambil tadi di belakang tubuhnya. Ia kembali memandangi laki-laki yang kini masih tersenyum padanya.
"Apa kabar, Ra?"
Ra. Bahkan setelah sekian lama tidak bertemu laki-laki itu masih memanggilnya dengan panggilan Ra. Seperti dulu.
Alya hanya diam memandangi wajah tampan milik laki-laki itu. Lekukannya begitu sempurna, kumis tipis serta hidung mancungnya masih sama dari dulu. Namun, senyumnya terlihat begitu berbeda, senyum yang sulit untuk Alya artikan.
"Baik."
Hanya kata itu, setelahnya Alya pergi meninggalkan laki-laki yang hanya diam memandangi kepergian Alya.
Dia benar-benar berubah.
Laki-laki itu tidak menemukan sama sekali sosok Alyara yang dia kenal dulu. Sosok Alyara yang periang, manis, dan selalu ingin membuatnya tertawa, meskipun ia abaikan.
Seusai membayar di kasir Alya langsung melesit meninggalkan supermarket. Dia tidak mau berlama-lama disana jika bertemu lagi dengan laki-laki itu.
Entah kenapa, Alya tidak bisa melupakan wajah Fartan—laki-laki yang ia temui di supermarket tadi—dari pikirannya. Senyum Fartan begitu mengganggu Alya. Tidak tahu apa penyebabnya, dia merasa ada sesuatu yang aneh saat melihat Fartan tersenyum seperti tadi. Ada sesuatu dalam dirinya yang sepertinya hilang lalu kembali.
Tapi Alya hanya dapat menyimpulkan, senyum yang Fartan berikan hanya menyiksanya, hanya membuat dia merasa aneh, rindu? Maybe. Yang pasti dia merasa terluka, mengingat apa yang dulu Fartan lakukan padanya.
"Bengong mulu, cepetan panas, nih!"
***
Entah bagaimana bisa, Alya kini bisa duduk berhadapan dengan laki-laki yang ia temui tadi siang di supermarket. Alya membisu, sama seperti laki-laki di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bidadari Tak Bersayap
Teen Fiction[MASUK DAFTAR PENDEK WATTYS 2018] Teruntuk kamu, Daffa. Tidak peduli seberapa buruk orang menilai kamu. Kamu tetaplah kamu, seseorang yang berhasil menarik perhatianku. Kamu tidak tahu, mungkin tidak akan peduli. Meskipun tahu, apa yang akan kamu la...