43. Daffa Hilang

420 21 2
                                    

Langkah kaki Alya terhenti saat menemui Yordan yang berjalan sendiri melewati selasar kelas. Niat hati ingin memanggil Yordan yang ternyata malah berbelok Alya urungkan. Ia sebenarnya ingin bertanya tentang Daffa, itu saja sebenarnya.

Daffa tidak menjemputnya ke sekolah. Meskipun malam kemarin Alya marah, bukan berarti ia juga tidak mau menemui Daffa. Alya pikir, Daffa akan menjemputnya tadi pagi, meminta maaf dan berjanji tidak mengulanginya lagi. Nyatanya semua itu tidak semudah yang Alya pikirkan.

Daffa tidak menjemputnya, hanya sebuah pesan singkat yang mampu membuat pikiran Alya kacau balau pagi ini. Takut terjadi sesuatu pada Daffa, mangkanya ia ingin bertanya pada Yordan.

Alya kembali mengambil ponselnya di saku. Kembali memandangi layar ponselnya yang menampilkan pesan terakhir dari Daffa pagi tadi.

Daffa : Aku gak sekolah hari ini, aku baik-baik aja, jangan dicari. Maaf.

Hanya itu. Setelahnya, Daffa tidak mengirim apa-apa lagi. Alya baru ingin mengirim balasan pada saat itu juga, dia pikir Daffa hanya bercanda, ingin membuatnya khawatir misalnya.

Alya : Kamu dimana??

Pesan yang ia kirim menampilkan gambar jam yang mengartikan pesan itu sedang di proses pengiriman. Lalu berubah menjadi ceklis satu. Alya menunggu, berharap sekali berubah menjadi ceklis dua, atau bahkan kedua ceklis itu berubah berwarna biru.

Hasilnya nihil, hampir dua menit memandangi ponselnya sambil berjalan menuju kelas, Alya tidak mendapat apa-apa. Masih centang satu. Mungkin saja ponsel Daffa low? Tapi dimana dia.

Jika memang tidak menginginkan untuk dicari atau dikhawatirkan setidaknya ia jangan membuat Alya menjadi gelisah. Dia minta untuk jangan mencari karena dia baik-baik saja, tahu tidak, sih, Alya khawatir setengah mati.

Bisa saja Daffa bertemu dengan Bang Rino dan dikeroyok. Dibuang mayatnya di sungai, dan Bang Rino mengirimi pesan itu barusan seakan-akan dirinya adalah Daffa. Alya menggelengkan kepala karena pikirannya yang sudah mulai melantur kemana-mana.

Bisa juga Daffa bunuh diri karena pusing memikirkan Alya yang kecewa padanya. Alya berdecak, itu adalah ketidak mungkinan yang kesekian ia pikirkan. Mana mungkin Daffa akan bunuh diri hanya karena masalah seperti itu kecilnya. Bagaimana kalau orangtuanya tau?

Alya sampai di kelas lalu mendudukkan pantatnya ke kursi. Ia memandangi Wulan yang hanya diam memandangi novelnya, Nesa sibuk pada ponselnya, Nalla sibuk pada buku-bukunya, dan Rista sibuk pada laptopnya menonton.

***

Ini adalah jam pulang sekolah, dan seharian ini Daffa tidak ada di sekolah. Entah kemana perginya, Alya tidak tahu.

Bel pulang yang berbunyi beberapa menit yang lalu, dan perginya guru mata pelajaran di kelas membuat Alya langsung bergegas berjalan keluar kelas tanpa pamit ke teman-temannya.

Ia berjalan ke sana kemari, mencari Yordan di kelasnya. Namun, Yordan tidak ada di sana. Akhirnya baru bertemu saat ia ke parkiran, ternyata Yordan di sana sejak tadi.

"Dan?" panggil Alya, Yordan menoleh dan memandangi Alya, laki-laki itu menyimpan ponselnya di saku celana.

"Lo lihat Daffa? Ee, maksud gue lo tahu nggak dia dimana?" tanya Alya.

Yordan turun dari motornya, ia berdiri sambil menghela napas. Yordan menggeleng kepala, "Gue nggak tau dia dimana."

Bahu Alya turun, nampak sekali raut wajahnya tidak sedang baik-baik saja.

Bidadari Tak BersayapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang