47. One Fine Day

419 18 2
                                    

"Gue nanti sama doi mau tinggal di Jakarta aja, enak, lengkap aja gitu. Jadi, kalo butuh apa-apa enak," ucap Wulan tersenyum. Ia kembali mengunyah snacknya.

Bel pulang yang baru saja berbunyi beberapa menit yang lalu membuat keempat gadis itu segera meninggalkan sekolah. Ingin cepat-cepat sampai ke rumah.

"Gue mah ikut suami, mau kemanapun asal bahagia, ya nggak?" sahut Nesa tak mau kalah.

"Gue, sih, maunya yang penting enak. Hidupnya enak sesuai kebutuhan," ucap Nalla ikut terkekeh karena pembahasan mereka yang entah kemana-mana.

"Gue nanti mau tinggal sendiri, nggak sama orangtua apalagi mertua. Jangan sampai pokoknya," sambung Alya tak mau kalah.

"Meskipun sama Bundanya Daffa?" tanya Wulan.

"Belum tentu juga 'kan Daffa jodoh gue?" ungkap Alya terkekeh. Meskipun sebenarnya dia berharap sekali Daffa adalah jodohnya.

"Eh, iya! Gue juga, nanti gue susah mau ngapa-ngapain sama suami gue kalau tinggal di rumah mertua atau ortu."

"Emang lo mau ngapain aja, Nes, sama suami lo?"

Nesa menoleh ke arah Wulan, "Ya banyak lah, hal-hal yang nantinya cuman gue sama suami gue yang bisa ngelakuinnya," jawab Nesa ambigu.

"Gue mau punya anak 3 aja," lanjut Nesa.

"Dua lebih baik," sahut Alya.

"Kalau Daffa minta banyak gimana?" tanya Wulan ia sedikit menghalang langkah kaki Alya. Ketiga gadis itu hampir mendekati gerbang sekolah.

"Ih, apaan, sih!" ucap Alya terkekeh. Ia sedikit mendorong Wulan menjauh darinya.

"Udah ah, bye." kata Nalla dan Nesa memisahkan diri berbelok ke arah halte sekolah. Mata Alya menajam saat mendapati Daffa berdiri di sana.

"Daffa?"

"Al, gue duluan, ya," pamit Wulan. "Kan udah ada Daffa, bye." Wulan berjalan meninggalkan Alya. Sebelum itu ia menepuk bahu Alya beberapa kali.

Daffa melangkah menghampiri Alya yang tersenyum kembang memandanginya. Dengan tangan yang ia masukkan ke saku celana.

Sampai di sana malah sebuah cubitan yang Daffa dapatkan. Alya mencubitnya di lengan membuat Daffa merintis kesakitan. "Ngapain, sih, ke sekolah? Nggak sekolah lagi."

Daffa tertawa, "Kangen."

"Iwh. Gak malu diliatin temen-temen?" tanya Alya memandangi sekitar mereka yang masih ada beberapa siswa-siswi SMA Pelangi. Terutama di halte yang sebagian dari mereka masih mencuri-curi pandang ke arah keduanya.

Daffa mengikuti arah pandangan Alya dan masih tidak peduli. "Biarin, aku mau ngajakin kamu pergi, bisa?"

"Kemana?"

Daffa menarik napas lalu menghembuskannya begitu saja, "Mau nunjukin sama kamu, one fine day seperti apa."

Alya tersenyum kecil, "Seperti apa?"

"Kali ini berbeda karena sama aku," sahut Daffa tersenyum lagi.

Alya hanya tertawa kecil sambil mengikuti Daffa yang berjalan mendahuluinya.

***

"Kemana kita?" tanya Alya ditengah perjalanan memasuki mall. Sebenarnya itu adalah pertanyaan bodoh, sebab dia tahu jika Daffa mengajaknya ke mall tetapi masih saja bertanya.

Dari parkiran sampai pada sebuah tempat makan Daffa tak hentinya menggenggam tangan Alya. Ya, sewajarnya anak SMA yang berpacaran di usianya.

Bidadari Tak BersayapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang