Para Tamu Istimewa

874 48 2
                                        

Tiga kali suara ketukan terdengar di pintu. Kakek bergegas ke depan untuk membukakan pintu. Sepertinya tamu telah mulai datang. Aku tidak yakin berapa banyak yang diundang ke acara pesta ini.

"Oh... Archelaos. Senang kamu bisa datang, ayo masuklah. Kalian juga anak-anak."

Tak lama kemudian, aku melihat kakek mengantar tiga orang ke ruang tengah. Satu laki-laki dewasa berambut dan bermata cokelat, berbadan tegap dengan warna kulit putih cerah. Entah kenapa, aku merasakan ada aura yang kental – keemasan terpancar dari laki-laki ini tersembunyi dari wajah kalemnya.

Ah, jangan bilang dia ke sini mau mendekati Bunda!

Ups, oke, itu asumsi yang terlalu berlebihan. Yang menarik adalah dua anak di kiri dan kanannya, keduanya memiliki aroma aura yang serupa – kurasa keduanya adalah anak-anaknya.

Orang itu melihat nenek yang sedang asyik memangkuku sambil membantu memegangkan segelas susu.

"Jenderal Cyril, senang berjumpa dengan nyonya."

"Ah Archelaos, jangan memanggilku demikian di luar barak militer. Panggil aku Bibi Corinne seperti biasa."

Laki-laki itu menyalami nenek Corinne, lalu memandang ke arahku.

"Tak terasa, Eiwa kecil sekarang sudah berusia setahun." Dia mengelus rambutku, atau tepatnya mengacak-acak rambutku karena gemas – sebelum kemudian berpaling pada dua anak kecil di sampingnya, "Loke, Eileen, ini adalah Eiwa – kalian harus menganggap Eiwa seperti adik kalian sendiri, kalian akan tumbuh besar bersama, jadi kalian harus menjaga Eiwa baik-baik."

"Iya Ayah" Terdengar jawaban serentak.

Oi oi oi..., aku baru saja berusia setahun, dan aku sudah mendapatkan pengawal pribadi? Apa aku baru saja naik status sosial menjadi ningrat?

"Loke, Eileen, sudah lama nenek tidak bertemu kalian. Kalian juga sudah tumbuh besar."

"Terima kasih atas perhatiannya Nenek Corinne."

Uh..., sepertinya anak yang satu ini dibesarkan dengan baik, lihatlah – dia santun sekali. Kurasa keluarga mereka memiliki latar belakang yang tidak biasa.

Anak laki-laki yang dipanggil Loke ini tampak gagah, pada usianya sekitar enam tahun aura keemasannya belum matang benar, namun bisa dipastikan dia akan tumbuh menjadi kesatria yang membanggakan. Sedangkan gadis kecil bernama Eileen ini, walau masih berusia dua tahun, aura emasnya jauh lebih cemerlang dibandingkan dengan kakaknya – hmm... mungkin dia akan tumbuh bijak dan tentunya cantik – ah, aku membayangkan bagaimana dia tumbuh besar menjadi permata di negeri ini.

Tapi bagaimana pun keduanya masih anak-anak, apa pun bisa terjadi. Eh..., tunggu dulu, bukankah aku juga seharusnya masih anak-anak?

Tak lama kemudian bunda kembali membawakan sejumlah kudapan, dia memberikannya pada kedua anak tersebut.

"Eileen, cobalah ini, bibi membuatkannya khusus untukmu, bukankah kamu suka kue ini?"

"Uhnn..."

Gadis kecil itu mengangguk, sejak tadi dia tampak tegang memperhatikan penampilan dan tingkah lakunya, tapi begitu disodorkan kue oleh bunda, tiba-tiba liurnya mulai menetes... hei... itu liurmu... oh, tapi sudahlah, setidaknya gadis kecil ini sudah tidak tampak tegang lagi.

Hanya dalam beberapa menit, sejumlah tamu berdatangan. Satu per satu menyapa keluargaku, dan tentunya aku yang masih menggenggam gelas susu dengan tangan mungilku.

Setelah kulihat, lagi mereka semua tidak ada yang tampak biasa. Maksudku, aku pernah melihat beberapa seperti pengantar susu yang datang tiap pagi, dan beberapa kolega bunda misalnya – tapi tak satu pun dari mereka memiliki aura seperti para tamu ini, semua yang hadir sepertinya tidak bisa dibilang lagi manusia biasa, bahkan anak-anak yang mendampingi mereka juga berpotensi melebihi manusia biasa.

Aku jadi teringat tentang dongeng yang sering dikisahkan bunda menjelang aku tidur malam. Tentang orang-orang yang memiliki kemampuan luar biasa, seperti kesatria yang bisa memburu naga dan penyihir legendaris yang bisa membumihanguskan sebuah ibukota negeri.

Bagiku, itu terdengar aneh dan nyaris tidak masuk akal meskipun telah kupikirkan dengan memeras otak jeniusku. Bagaimana seorang manusia bisa memburu naga? Lagi pula apakah naga memang benar ada? Dan siapakah yang terlalu bosan dan kurang kerjaan sehingga berjalan-jalan di malam hari sambil membakar seluruh ibukota?

Jika aku melihat kualitas aura mana pada diri kakek dan nenek, mereka mungkin jauh di atas orang pada umumnya. Namun, tidak semua orang demikian – dan jika aku membayangkan naga, hewan sakral legendaris, bahkan aku tak bisa membayangkan bagaimana kakek dan nenek berhadapan dengan seekor naga.

Hanya saja orang-orang yang datang pada petang ini tampak istimewa. Setiap dari mereka seakan-akan mewakili kemampuan seratus orang pada umumnya.

Bahkan tidak hanya mereka yang tampaknya diundang oleh kakek dan nenek, tapi juga yang diundang oleh bunda. Apa para petugas perpustakaan juga harus memiliki tingkat mana yang tinggi?

Acara pesta berlangsung seperti biasa, para tamu dan tuan rumah saling bertegur sapa dengan ramah dan ceria. Sementara aku, aku ingin acara ini segera selesai – entah mengapa sejak tadi selalu ada orang yang menarik dan mencubit pipiku – uh, rasanya sudah mulai senut-senut, sepertinya efek adonan kakao dan avokado terlalu manjur.

Klaak... suara pintu terbuka dari luar, dan sebuah langkah pelan-pelan menuju ke ruang pesta. Sepertinya tidak ada yang bisa mendengarnya, namun entah mengapa aku bisa mendengar dengan jelas.

Dan aku hampir menjatuhkan gelas susuku, karena bersamaan dengan suara langkah itu, aku tidak bisa menemukan gelombang mana – tidak, seharusnya setiap makhluk hidup memiliki mana, dan tidak mungkin tidak bisa kurasakan, apakah ini yang disebut sebagai poltergeist? Aku mulai berkeringat dingin, sebagian karena sosok 'hantu' di ruang depan, dan sebagian karena tubuhku berusaha keras mencerna susu hangat di dalam lambungku.

"Maaf, jika aku datang tidak diundang..."

Suara itu datang dari sosok kakek dengan rambut putih tipis, wajah lonjong bercahaya, ia tampak akan hidup melewati dua abad dengan sehat.

Aku menghela napas lega, syukurlah..., ternyata bukan hantu. Bayangkan saja, bagaimana jika cuma aku di ruangan itu yang melihat hantu, bisa-bisa jantungku melepuh karena ketakutan.

Eh...?

Kenapa ketika aku bernapas lega, justru ruangan hening, dan semua orang tampak seperti melihat hantu?

Legenda EiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang