Kemah Candradimuka

447 34 0
                                    

Berbekal sebuah pamflet mengenai acara kemah yang diadakan salah satu komunitas di kotaraja, aku berhasil meyakinkan keluargaku untuk ikut kemah bagi anak-anak yang ingin tahu mengenai alam sekitarnya, dan berinspirasi menjadi seorang penyihir di masa mendatang. Memang tidak aneh, karena seorang penyihir yang dalam catatannya harus bisa merasakan mana yang ada di alam, mau tidak mau, mereka harus sering dekat dengan alam.

"Baiklah, tapi jaga diri baik-baik Eiwa. Jika ada apa-apa, gunakan gulungan yang diberikan nenekmu untuk memberi tanda bahaya."

"Baik Bunda."

Untungnya mereka tidak banyak bertanya, karena aku sendiri tidak akan bisa menjawab pertanyaan mereka.

Tiga jam kemudian, setelah menggunakan tiga gulungan teleportasi yang jika mengingat akibatnya pada kantong uang bekalku mengakibatkan air mataku menetes, aku tiba di tempat tujuanku, sendiri memandang hutan belantara yang seakan tak bertepi.

Hutan Wasswa, salah satu tempat paling misterius dan angker di Glaedwine. Kudengar, bahkan ketika seseorang menjadi lulusan terbaik di akademi utama, mereka belum berani langsung memasuki kawasan hutan ini. Lalu mengapa aku di sini?

Awalnya kupikir akan bagus sekali jika ada tempat yang bisa membuatku meningkatkan diri, maka tempat itu harus bisa menempaku seakan-akan adalah candradimuka di atas bumi. Lalu aku teringat sebuah hutan indah di dalam kotaraja yang dibuat salah satu raja beberapa abad yang lampau. Dijadikan tempat latihan bagi para pelajar akademi utama, konon hutan buatan tersebut adalah miniatur tiruan dari hutan yang sedang kumasuki ini, yang kemudian oleh generasi selanjutnya diberi nama hutan Wasswa.

Hutan Wasswa bukannya tidak dikenal, karena banyak yang sudah sering keluar masuk, terutama para kesatria yang telah mencapai tahap kesatria muda. Membawa pulang tanda mata dari dalam Wasswa adalah setara dengan mendapatkan penghargaan kepahlawanan dari istana. Walau tentu saja beberapa dari mereka hanya kemudian pulang nama saja.

Demikian menantangnya hutan ini sehingga menjadi salah satu benteng alami bagi Kerajaan Glaedwine di sisi Selatan.

Sejauh mata memandang adalah kanopi-kanopi hijau menjulang tinggi belasan hingga puluhan meter, bahkan dalam beberapa catatan pengelana – konon ada kanopi yang menjulang hingga ratusan meter dengan catatan kaki: siapkan gulungan teleportasi jika kamu bertemu situasi seperti itu!

Campuran aroma embun, tanah, humus dan spora pelbagai jenis tanaman sangat kental – terutama pada dasar kanopi. Masuk ke dalamnya seakan-akan memasuki dunia yang sepenuhnya berbeda.

Melangkah ringan dari puncak kanopi satu ke puncak kanopi lainnya, aku bergerak bagikan walet yang tersasar di belantara asing. Sekali terdengar suara raungan dari penghuni-penghuni yang merupakan binatang-binatang yang bernapas setiap saatnya sesuai dengan hukum rimba.

Sial! Apa yang membuatku sebelumnya memutuskan datang ke tempat ini. Bahkan bagian luar hutan sendiri sudah membuatku merinding.

Sekitar tiga jam kemudian, aku setidaknya sudah menempuh jarak tiga ratus hingga empat ratus kilometer ke dalam belantara. Namun, ini masih jauh dari jantung Wasswa. Tapi menurut catatan yang kudapatkan di perpustakaan, di sini setidaknya merupakan area ideal untuk latihanku. Karena aku sudah melihat sekitar dua atau tiga kilometer di depanku adalah bentangan hutan bambu ungu, dan beberapa kilometer pada tepi akhiran bentangan hutan bambu ungu, terdapat perairan mengisi pandangan hingga ke cakrawala – danau sembilan warna.

Dalam beberapa embusan napas, aku berhenti di perbatasan antara belantara kanopi raksasa dan memandang ke bawah melihat bentangan hutan bambu ungu. Ini batas teraman di dalam lingkaran luar Wasswa, menyeberangi Danau Sembilan Warna akan bertemu lagi dengan bagian lebih dalam dari Wasswa.

Legenda EiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang