Mandala ruang dan waktu kembali bersinar cemerlang, kali ini karena Nona Snotra yang membukanya di hadapan kami. Aku dan Eileen ikut berjalan di belakang Nona Snotra memasuki bola cahaya yang mengapung di udara dengan anggunnya. Dengan menggenggam tangan Eileen yang tampak ragu, aku meyakinkannya bahwa semua akan baik saja.
Angin bertiup hangat dan dingin silih berganti. Di hadapan kami adalah julangan pegunungan tinggi yang puncak-puncaknya diselimuti oleh salju abadi dan awan-awan yang menjadi tirainya sepanjang masa. Inilah tanah legendaris, tempat langit dan bumi bertemu, tanah mitologi di mana konon para dewa bertakhta. Tidak ada manusia yang bisa mencapai puncaknya, sehebat apa pun dia.
Dan sebuah celah gelap yang sempit seakan membelah pegunungan Glyndwr tepat di hadapan kami, seperti irisan pedang yang memotong balok kayu. Ini adalah celah Tefvik, satu-satunya area pegunungan Glyndwr yang tidak tertutup oleh salju abadi. Sebagai gantinya, pepohonan tumbuh dengan subur dalam kanopi-kanopi yang gelap.
Tentu saja kami tidak serta merta menuju celah Tefvik, namun berhenti di sebuah kota kecil yang menjadi salah satu kota terluar di wilayah perbatasan kerajaan Glaedwine, kota Rokus. Meskipun aku katakan sebagai kota, namun sebenarnya hanya sebuah desa yang agak besar dan agak lengkap dengan jumlah penduduk mencapai sepuluh ribu jiwa.
Kota Rokus adalah tempat kunjungan dan peristirahatan baik bagi para pelancong maupun pengelana yang menikmati keindahan dan keagungan Glyndwr dari dekat. Bagaimana pun juga Glyndwr telah lama menjadi objek dan lambang kedekatan spiritualitas antara insan dan alam bagi masyarakat Glaedwine di wilayah Utara.
Aku sendiri belum pernah berkunjung ke Rokus, hanya membaca dari sejumlah narasi yang kutemukan di perpustakaan akademi. Tapi sepertinya Eileen sudah pernah ke sini, karena sepasang mata yang berbinar melihat ke arah gerbang kota yang diukir indah menjadi jalan masuk di antara embarau batu setinggi dua meter. "Rokus..." katanya dengan riang.
"Kak Eileen pernah ke sini?"
"Ya, ayah dan kakak pernah mengajak Eileen ke sini sekitar dua tahun yang lalu."
"Paman juga pernah ke sini?"
"Umm..., Kakek Albert juga ikut datang."
Dua tahun yang lalu...? Jika tidak keliru, kakek pernah bilang menemukan adanya rangkaian kejadian yang aneh di wilayah Utara, kemudian pergi menyelidiki dengan Paman Archelaos. Menurut laporan, yang mereka temukan adalah sejumlah awan nimbus yang terlalu rendah muncul selama beberapa hari, namun saat rombongan raja tiba, fenomena tersebut sudah tidak muncul lagi.
"Di mana kalian tinggal selama di sini Kak Eileen?"
"Di tempat Mayor Edmé Bram."
Aku mengangguk. Meskipun tidak besar, tapi Rokus tetaplah dipimpin oleh seorang mayor.
"Apa yang kamu pikirkan Eiwa?" Tiba-tiba, Nona Snotra melempar pertanyaan padaku.
"Jika Kak Eileen sudah pernah datang ke Rokus, maka kemungkinan besar orang-orang di sini sudah mengenalinya. Dan karena musuh mau tidak mau akan menjadikan Rokus jalur yang lewati ketika memulai agresi, maka paling tidak akan ada sejumlah mata-mata di sini. Jika kita masuk begitu saja, ada kemungkinan keberadaan Kak Eileen akan menjadi sasaran mereka, mengingat mereka menyerang istana untuk mendapatkan keluarga kerajaan."
"Tapi Eileen tidak takut."
"Oh..." Aku menatap wajah kecilnya yang bersinar mantap, dari mana datangnya rasa percaya diri ini. "Mengapa?" Tanyaku penasaran.
"Karena Eiwa ada di sini." Jawabnya polos.
Aku hanya tersenyum pahit, dalam hatiku berbisik, 'Eileen, kamu lebih tua dibandingkanku, bagaimana mungkin mempercayakan keselamatanmu pada anak yang lebih muda.'

KAMU SEDANG MEMBACA
Legenda Eiwa
FantasiAda anak manusia yang dilahirkan dengan kecerdasan yang tidak biasa. Ketika orang lain mungkin berkata bahwa takdir tidak adil. Maka dia justru melangkah jauh dalam intrik yang tidak dilalui oleh anak-anak lainnya. Mimpinya adalah menjadi seorang Ke...