Akhir dan Awal

370 11 0
                                    

Akhirnya, hari ini hari yang kunanti sejak 4 tahun lalu. Hari kelulusan ku, Ratna, Rian juga Satria. Kami lulus tepat waktu. Walau hubungan ku dengan Satria tak mengalami kemajuan, kami seperti tak saling kenal.

Ahhhh sudahlah, ini hari bahagia ku. Aku tak ingin pusing memikirkan Satria yang belum tentu memikirkanku. Aku mau menyambut hari ini dengan lapang dada. Dengan hati riang.

Dan prosesi Wisuda selesai. Aku lelah duduk hampir 4 jam. Wajah kami semua cerah. Rian menghampiriku.

" Far.. mau foto ??"
" Mau.. Ayokkkk ... bentar aku ambil hp dulu."
" Bukan Far. Kita foto studio. Ajak ibu sekalian."
" Ohhh . Oke . Tunggu ibu ya. Ibu Tadi ke arah sana. Katanya ada teman lama yang dia lihat."

Tak lama kami bertiga menuju parkiran. Hari ini Rian membawa mobil. Tapi ada yang aneh. Tak ada satupun keluarga Rian yang datang.  Dia hanya sendiri menghadiri wisuda ini. Aku memang sudah cukup lama mengenal Rian. Tapi saat aku mulai bertanya keluarga. Rian langsung terdiam. Aku merasa ada masalah terkait keluarga Rian. Tapi aku tak enak memaksanya bercerita. Biarlah nanti saat Rian siap, dia mungkin akan mau sedikit bercerita.

Kami sampai di Studio Foto. Sepertinya Rian kenal dengan pemilik studio ini. Dia tampak berbincang dengan seorang pria.

Tak lama Rian mengajak aku dan Ibu masuk ke dalam ruang Foto. Aku dan ibu berpose berdua. Lalu Rian ikut bergabung atas permintaan Ibu. Setelah beberapa gaya, ibu izin ke toilet. Saat itu lah, Rian minta foto berdua dengan ku. Aku mengiyakan. Tatapan mata ku lurus ke kamera. Tapi aku tau tatapan Rian justru berbelok ke arah ku.
Aku tak ingin balik menatapnya. Cukup dari ekor mata aku tau dia melihatku.

Tak lama ibu kembali, dan kami memutuskan kembali ke rumah. Ibu memilih istirahat di kamar. Beliau kelihatan lelah.

Rian sedang duduk di ruang tamu.

" Nanti malam kamu ada acara Far ? "

" hmmm.. enggak ada."

" Jam 7 aku jemput ya. Mau ajak kamu makan malam."

Rian ini selalu begini. Alih- alih bertanya dia malah memutuskan. Sebenarnya aku malas. Tapi kalau aku bilang tidak, jam 7 nanti dia pasti tetap datang.

Pukul 07.35 malam kami sampai di sebuah Restoran. Sepertinya Rian sudah mempersiapkan makan malam ini.

Kami makan perlahan. Dari awal Rian memang jarang bicara panjang lebar. Dia lebih senang mendengarkan dan menyimak dalam diam.

Makanan penutup sudah kami santap. Rian berdehem. Dia agak berbeda malam ini. Terlihat ada yang mengganjal di matanya.

" Farah. Mungkin ini waktu yang tepat. Aku ingin menceritakan kisah ku. "

Aku diam. Tak ada niat untuk menyela.

" Aku lahir dari keluarga yang tak bahagia. Aku sama seperti mu. Anak tunggal. Aku hanya tau ibuku. Itu pun beliau sudah meninggal 5 tahun yang lalu. Aku tak pernah sekalipun berjumpa dengan ayahku. Sebagai anak aku tak utuh Farah. Aku cacat. "

Rian terlihat sisi lemahnya. Aku memang tak pernah kurang kasih sayang. Aku utuh sebagai anak. Tapi melihat lelaki yang biasanya tenang dan kuat melemah di hadapanku, aku tau dia tak pernah kuat. Dia hanya berusaha kuat

" Aku berusaha berdiri Far setelah Ibu pergi. Aku mau kuat. Sampai akhirnya aku melihat kamu di kelas. Aku mulai tertarik dengan gadis mungil bernama Farah. Aku seperti lupa apa itu lemah. Aku ingin kuat untukmu Farah."

Aku masih terdiam. Jujur ini pembicaraan terpanjang dari seorang Rian. Aku bingung harus bereaksi.

" Farah. Malam ini aku minta, bisakah kamu membuat ku menjadi utuh ??" Aku ingin membangun keluarga. Dan itu dengan kamu. Aku ingin awal yang baru bersamamu."

Mulutku terbuka. Tapi tak bersuara. Kata - kata ku tersangkut di ujung lidah. Rian melamarku ??? Aku bingung. Aku tak bisa memikirkan jawaban atas lamarannya.

" Sepertinya kamu kaget ya Far. It's Oke. Maaf aku jadi buat kamu enggak nyaman ya. Kamu enggak harus jawab malam ini.
Aku hanya ingin kamu tau kalau aku ingin memulai hidup denganmu. Kita pulang ya.
Sudah malam. Kasihan ibu sendiri."

Aku hanya mengangguk. Jujur ini suasana tercanggung yang pernah aku alami. Aku tak tak bagaimana harus bersikap. Aku hanya diam sampai Rian pulang. Bahkan aku hanya diam saat perlahan Rian memajukan tubuhnya dan mengecup keningku.

Aku tak kuat berjalan masuk rumah. Akhirnya aku luruh di balik pintu kamar. Aku melemah. Lemah yang bahagia.

Kisah KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang