Persimpangan

6.5K 10 2
                                    

Aku tak mengembalikan catatan lama itu ke dalam tas Rian. Akan aku bawa semua ini. Aku tau ini nanti pasti berguna

Aku keluar dari kamar ini dan menuju kamar ku. Mencari tas dan tempat yang aman untuk menyembunyikan bukti-bukti masa lalu Rian. Tapi dimana harus aku simpan. Kalau aku bisa menemukannya di kamar Rian. Pasti Rian juga bisa menemukan barang ini jika ju sembunyikan di rumah ini. Apalagi ini memang rumah dia. Pasti Rian paham seluk beluk nya.

Aku berpikir. Dan akhirnya aku putuskan tak akan menyimpan di kamar ini. Aku akan membawa dan menyimpannya di RS tempat aku bekerja. Aku punya loker berkunci di sana. Dan itu jauh dari jangkauan Rian

Ini sudah pukul 10 pagi, tadi aku memang izin akan datang agak terlambat ke RS. Sudah 1 tahun ini aku tak di bagian Receptionis lagi. Diangkat menjadi accounting. Karena pas aku tamat kuliah, pas pula mbak Mela bagian Acc lama resign. Jadilah aku kandidat utama menggantikannya.

Setelah kejadian kemarin Rian tak mungkin mengantarkan aku. Kuputuskan naik angkutan umum. Saat tiba di ruanganku lt.2 , aku segera menuju loker. Menyimpan semua temuanku.

Bagaimana aku bisa bekerja dengan semua pikiran kacau ini. Aku tak selera melihat semua dokumen menumpuk di meja ku. Akhirnya aku mengambil ponsel dan mencoba menghubugi Ratna. Aku butuh saran. Aku butuh menceritakan semuanya ini kepada seseorang. Dan Ratna adalah pilihan ku. Walau kami jarang bertemu dan berbagi kisah tapi Ratna sahabat yang baik. Dia paham kami tak bisa selalu bersama seperti waktu kuliah dulu.

" Rat.. kamu sibuk ?? "
" Biasa lah Far.. ini urus Fatih. Tambahin ngurus bapaknya juga. Lengkap lah hidup aku. Kenapa ??? Kamu mau ketemuan ?? Kalau dari awal kamu bicaranya gitu, pasti mau curhat ya ??"

Aku terisak pelan. Tergugu untuk 2 hal. Pertama aku iri dengan kehidupan Ratna. Jangankan punya anak. Proses nya saja aku belum mengalaminya. Kedua lihatlah sahabatku tau aku butuh dia. Aku ingin memeluk Ratna. Mengatakan semua nya. Karena selama ini aku selalu menutupi apa yang terjadi di rumah tangga ku. Aku tak ingin aib suami ku umbar-umbar. Tapi sekarang biarlah kepada Ratna aku tumpahkan semuanya.

" Heiiii.. Farah.. Farah. Kamu nangis ?? ,oke.. oke kamu tenang. Kalau mau curhat aku tunggu di rumah jam 12 an ya. Biasanya jam segitu Fatih sedang tidur siang. "

" Iya... nanti aku datang. Udahan ya. Aku enggak bisa ngomong banyak kalau di telpon gini. Makasih Rat. Makasih."

" Iya. Sama-sama. Udah ya ni aku tutup. Aku tunggu di rumah"

Aku mengambil beberapa tisu, dan berusaha menghentikan air mata ku. Menarik nafas dan perlahan aku berusaha bekerja. Karena mau apalagi masih satu setengah jam lagi menuju jam 12. Jadi pilihan bijaknya adalah mencoba bekerja.

Jam dinding di ruangan ku menunjukkan pukul 11.35. Aku lupa harus izin ke bagian HRD untuk siang nanti. Aku tak berniat kembali ke RS ini setelah sesi curhatku dengan Ratna. Aku pasti nanti berlinang air mata. Dan bukan wajah seperti itu yang ingin kutampilkan saat kembali ke kantor.

Izin sudah kudapatkan. Saatnya mencari angkutan umum menuju rumah Ratna di daerah Batu Ampar.

Kuketok perlahan pintu rumah ini. Rumah bercat merah bata. Tak lama Ratna muncul dan mempersilahkan aku masuk.

" Duduk dulu Far. Aku cek Fatih dulu. Biar aku kasih banyak bantal. Takut jatuh dari kasur." Hanya anggukan yang aku berikan.
Saat bertemu Ratna begini sesak yang tadi aku redam seperti hendak keluar.

" Kamu minum dulu ya. Tu muka pucet banget. Atau kamu mau makan ??. Pasti belum makan kan ?? Aku masak ikan sambal."

" Aku gk bisa nelan makanan Rat. Nyangkut di tenggorokan. Aku mau minum aja. Aku ambil sendiri ke dapur ya. Kita cerita di dapur aja gak apa-apa kan ??"

Kisah KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang