Finally

3.5K 18 1
                                    

Sabtu pagi Satria menjemputku. Dia memutuskan kami akan naik Go Car. Jika nanti kelelahan pulang dari Pinang tak harus ditambah dengan lelah membawa kendaraan.

Jam 07.30 kami sudah duduk di sebuah kapal yang akan bertolak ke Tanjung Pinang. Sebuah kota kecil dibanding Batam. Tapi aku melihat ada peluang usaha di sana. Kapal sudah berjalan sekitar 30 menit

" Mau beli nasi goreng ? Tadi kita buru-buru kan jadi enggak sempat sarapan."

" Iya boleh."

Satria memesan 2 bungkus nasi goreng dan 2 gelas teh hangat. Di kapal ini biasa melihat penjual sarapan berkeliling di kursi-kursi penumpang.

Tak butuh waktu lama untuk menghabiskan nasi goreng dalam porsi kecil itu. Satria terlihat akan menghabiskan teh hangatnya. Saat tangan salah satu penumpang yang lewat tak sengaja menyenggolnya. Dan membuat baju Satria sedikit basah terkena sisa tehnya.

" Aduh. Maaf saya enggak sengaja."

" Enggak papa pak."

Si Bapak tadi pun berlalu. Aku mencari tisu di tas. Aku ingat selalu membawa tisu ukuran kecil.

" Sini aku bantu Sat. Biar enggak terlalu basah baju kamu."

Aku mencondongkan tubuh sedikit miring. Satria hanya diam membiarkan aku mengelap bagian dadanya. Saat aku masih fokus mengelap bajunya. Satria menahan tanganku.

" Sat... ."

Mata itu. Satria menatapku sama dengan tatapan di rumah sakit. Saat kata rindu itu keluar dari bibirnya. Perlahan aku tarik tanganku dari genggamannya. Tapi dia menahannya, meletakkan tanganku bagian kanan di pangkuannya.

" Biarkan seperti ini Far. Sebentar saja."

Aku kembali memposisikan tubuhku ke arah depan. Meski tanganku masih dalam genggamannya. Dia memejamkan mata. Mungkin masih mengantuk karena kami memutuskan pergi cukup pagi untuk ukuran jam kerja Satria. Dan setengah jam kedepan hanya aku habiskan memandang lautan lepas. Kembali memikirkan semuanya. Terutama hubunganku dan Satria. Kami memang dalam hubungan yang baik-baik saja. Tapi seperti tak ada kemajuan. Apa memang akan seperti ini selamanya. Aku tak ingin munafik, bahwa menginginkan hubungan yang lebih dari pada hanya pertemanan dengan Satria. Apa Satria tak ada keinginan untuk melamarku ?? Tapi saat pertanyaan itu mencuat di kepalaku justru aku memiliki pertanyaan lainnya. Apakah Satria masih mempermasalahkan aku yang mantan istri abang nya ?? Walaupun secara fisik aku tak pernah berhasil dimiliki oleh Rian. Tapi Satria tak pernah tau akan hal itu. Lelaki pasti punya ego yang tinggi, ingin wanitanya hanya dia yang pernah memiliki. Dan bayangan aku yang pernah dimiliki Rian pasti sulit untuk diterima Satria. Aku tak mungkin mengatakan yang sebenarnya. Itu hal sensitif bagiku.

Lamunanku terhenti karena aku tersadar bahuku jadi lebih berat. Satria menyenderkan kepalanya di bahuku. Gurat wajah itu. Mata yang tertutup itu. Bibir itu. Aku bahkan mulai menghayalkan sesuatu yang tidak-tidak. Lelaki ini yang aku mau. Tapi apa dia juga menginginkan aku ???
Lelah otakku berputar di pertanyaan yang sama. Lagipula ini perjalanan untukku mencari peluang usaha bukan membahas cinta. Biarlah urusan itu nanti aku fikirkan jalan keluarnya. Sekarang aku harus fokus.

Pelabuhan Tanjung Pinang sudah terlihat. Pelan menggunakan tangan kiri aku membangunkan Satria. Dia membuka matanya. Dan sedikit kaget karena posisi tidurnya menggunakan bahuku. Satria juga sepertinya lupa sudah menggenggam tanganku cukup lama. Saat tersadar tangan besar itu langsung melepas genggamannya. Dan duduk tegak.

" Kita sudah sampai ?? Sorry aku ketiduran di bahu kamu."

Aku hanya menjawab dengan senyuman. Tak lama kami keluar dari kapal. Dan memilih menginap di salah satu hotel yang tak jauh dari pelabuhan jadi hanya perlu jalan kaki saat besok akan kembali naik kapal.

Kisah KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang