Come

232 26 26
                                    

Perlahan, bersamaan dengan spekulasi yang berputar di otakku, sebuah tangan menyentuh pinggangku lembut.

Rasanya hangat.

Seperti pelukan orang yang masih sangat kurindukan hingga saat ini.

Aku terus terbuai dengan hangatnya pelukan itu sampai tak sadar bahwa leher dan kepalaku sudah berada diatas permukaan air saat ini.

"Buka matamu. Rasakan lantainya dan bernafaslah." Sebuah suara menyapa indera pendengaranku kemudian. "Naya." [Ini aku]

Ah itu dia. Ya ampun, apa sekarang aku sudah bertemu dengannya. Apa sekarang aku sudah di surga?

"Park Jimin."

Deg!

Surga yang tak dirindukan.

Aku membuka mataku dan menarik tubuhku dengan cepat dari pelukannya. Terlalu cepat sehingga aku kembali terpeleset dan kehilangan keseimbangan.

Aku tidak berani membuka mata sampai kurasakan kepalaku kembali menyembul ke permukaan air.

"Bernafas dengan tenang Jung. Tinggi kolam ini tidak lebih dari tinggi badanmu." Ucapnya.

Kembali kubuka kedua mataku dan menarik tubuhku darinya. Kali ini lebih hati-hati agar aku tidak tenggelam lagi.

Perlahan, aku membalikkan tubuhku. Sambil melawan aliran air aku terus berjalan menuju tangga disisi kolam.

Saat aku berhasil menggapainya, sebuah suara terdengar memperingatkan dari belakang, "hati-hati. Aku tidak suka gadis yang ceroboh dan punya bekas luka dia kepalanya."

Hish!
Jika aku tidak takut darah dan rasa sakit, aku sudah membenturkan kepalaku ke pinggiran kolam agar dia tidak menyukaiku seperti ucapannya.

Tubuhku sudah sepenuhnya terangkat keatas sekarang. Tidak ada yang kurasakan selain basah dan dingin dikulitku.

Aku bahkan sampai tidak sadar bahwa kedua kakiku sekarang sudah telanjang. Sepatu hak tinggi berwarna biru tua dan hitam yang semula menghias kakiku sudah hilang entah kemana.

"Lain kali perhatikan jalanmu." Jimin tiba-tiba menyusul langkahmu dan memakaikan jasnya dikedua pundakku. "Jangan terlalu terpesona dengan ketampananku." Ucapnya lagi sebelum mengulurkan tangannya, "ayo."

Sama seperti saat keluar dari ruang makan tadi. Aku menerima tangan itu tanpa protes sedikitpun.

Kemudian beberapa detik kemudian kutemukan diriku sudah melangkah bersama Jimin dengan kedua tangan kami yang saling bertautan.

"Katakan saja kau terpeleset okey."

Aku mengangguk.

"Orang tuamu sepertinya sangat setuju dengan perjodohan ini. Benar?"

Aku mengangkat kedua bahuku. Bukan tidak tau, aku hanya terlalu malas menebak-nebak isi hati kedua orang tuaku dan aku lebih malas lagi bicara dengannya.

"Mungkin, besok eomma-ku akan membawamu untuk memilih baju pengantin."

Seketika aku mengalihkan pandanganku padanya.

Mulutnya itu loh. Dia bicara seolah-olah dialah yang ingin pernikahan ini terjadi. Dia seperti tidak sabar.

"Ya! Apa kau suka padaku? Apa kau mau menikah denganku?"

Aku bertanya sambil memajukan wajahku mendekat ke wajahnya.

Jimin refleks mundur kebelakang karena ulahku.

Dari jarak dekat seperti ini, aku dapat melihat keringat menetes dari pelipisnya. Memang sedikit tersamarkan dengan air kolam yang menghiasi wajahnya. Tapi hey, aku bukan anak kecil. Aku tau yang mana keringat dan yang mana air.

Him [Park Jimin BTS FF]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang