Kami didalam mobil dalam perjalanan kesuatu tempat setelah kejadian yang mengharu biru dibawah hujan tadi. Mengingatnya saja, membuatku malu sendiri. Aku benar-benar tidak bisa menyangkal bahwa berada didekat Jimin cukup bisa membuatku nyaman.
"Kau lapar?" Tanya Jimin sambil melirikku sekilas.
Aku mengangguk pelan.
"Mau makan apa?"
"Terserah." Aku berkata pelan. Pelan sekali bahkan nyaris seperti bisikan.
Entahlah. Aku jadi sedikit tidak bersemangat setelah kejadian tadi. Antara malu dan lelah karena lama menangis.
"Eyy ada apa denganmu tuan putri? Kau jadi lesu." Jimin mengusap pelan rambutku tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan.
Aku memejamkan mata dan menggeleng. Menggigit bibir bawahku lalu melihat keluar jendela mobil.
Jimin menepikan mobilnya. Kukira dia akan langsung berbicara, namun nyatanya hanya hampa yang kurasakan. Diam. Hanya terdengar suara mesin kendaraan dari luar mobil.
"Kenapa berhenti?" Tidak mau terasa canggung, aku akhirnya buka suara.
Jimin menoleh ke jok belakang mobilnya lalu mengulurkan tangan untuk mengambil sesuatu disana. Dan rupanya sesuatu itu adalah sebuah mantel. Mantel berwarna cokelat yang tidak terlalu tebal namun tidak pula terlalu tipis.
Jimin memberikan mantel tersebut padaku sambil tersenyum. "Pakai ini."
"Untuk?"
"Kau tidak bisa turun dengan kemeja putih yang basah seperti itu. Jadi pakailah ini." Katanya.
Tidak mau pembicaraan ini berlanjut lebih panjang, aku bergegas mengenakan mantel tersebut dan keluar dari mobil bersamaan dengan Jimin.
"Kuharap kau tidak keberatan makan samgyeopsal."
"Sangat tidak keberatan." Aku tersenyum lebar. "Bagaimana kau tau aku ingin makan itu?"
"Woah. Benarkah? Kalau begitu ayo masuk." Jimin menarik tanganku untuk masuk kedalam kedai samgyeopsal didepan kami.
Kedai memilik dua lantai didalamnya dan kami memilih untuk duduk di lantai atas dekat dengan tangga karena kebetulan diatas tidak terlalu ramai seperti dibawah.
Kebetulan sekali saat kami duduk, ada seorang pelayan yang berjalan melintasi meja kami. Jimin langsung memanggil pelayan tersebut dan menyebutkan pesanannya.
"Eun. Kau mau bokkeumbab?" Aku mengangguk. "Tolong satu gelas bir dan air putih dingin ya." Imbuh Jimin kepada si pelayan sebelum dia pergi dari meja kami.
Sembari menunggu pesanan datang, alih-alih mengobrol dengan Jimin aku lebih memilih menikmati musik yang mengalun didalam kedai. Kedua mataku juga sibuk melihat ke orang-orang yang tengah menyantap makanan mereka dan bercanda di lantai bawah.
"Ada sesuatu yang membuatmu tidak nyaman?" Pertanyaan Jimin berhasil mengalihkan seluruh atensiku.
"Eoh?" Aku tidak mengerti apa yang Jimin maksud.
"Kau jadi lesu setelah pelukan tadi. Kenapa?" Jimin terkekeh kecil. "Malu ya?"
Sial,
Aku merona. Pipiku seketika memanas.
"Ti-tidak kok."
Aduh kenapa aku malah gagap. Benar-benar hari yang memalukan.
"Aku akan melupakannya. Ya ampun santai saja." Jimin tersenyum dan melanjutkan, "Ngomong-ngomong apa kau tidak keberatan membiarkanku menjadi ayahnya? Apa setelah ia lahir kau akan beritahu yang sebenarnya? Soal Yoongi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Him [Park Jimin BTS FF]
FanfictionDia itu, yang berhasil mengajarkanku bahwa tidak selamanya sesuatu yang kita cintai adalah yang terbaik dan sesuatu yang kita benci adalah yang terburuk. Dia mengorbankan semuanya untukku. Hanya untuk diriku. Dia, yang, meninggalkan rasa sakit yan...