New Life 🌻

420 8 1
                                    

Sudah berpuluh-puluh tahun lamanya aku berada dalam keheningan di tengah keramaian ibu kota.

Bisingnya kendaraan berlalu lalang selalu aku dengar setiap harinya. Terkecuali suara kendaraan mu yang tak pernah lagi terdengar bahkan terpakir di depan halaman rumah.

Derai sedu aroma tanah terkena derasnya hujan masih tercium pekat dalam gemerlapnya malam.

Karena mu hujan, aku kini tak dapat melihat indahnya bintang bertebaran di langit biru dengan temannya yang biasa disebut bulan.

"Sayang, sedang apa?"

Suara yang selalu aku dengar di seperempat mata ku yang hampir terpejam.

"Selamat tidur cantik"

Ucapan penutup yang juga tak pernah absen di telinga ku setiap malam.

Setelah pemilik suara dari telfon itu hilang, aku kembali mengamati rintikan hujan yang masih saja menyelimuti malam.

Jika kamu bertanya pada ku, "Apakah kamu menyukai hujan?"

Tanpa harus berfikir Panjang aku pun akan menjawab, "iya."

Aku sangat menyukai hujan. Namun, ada dimana suatu kondisi aku tidak menyukainya. Karena hujan kini telah mejadi alasan seseorang untuk membatalkan adanya pertemuan.

Namun aku tetap mensyukuri datangnya hujan, karena hujan adalah berkah dari pencipta alam semesta.

***

"Nasi goreng siap."

Suara itu akan terdengar setiap paginya dari alarm ponsel ku.

Sangking cintanya sama nasi goreng buatan mbak yang super duper enak, aku sampai merekam suara mbak dan aku jadikan sound alarm pagi.

Aktivitas pagi, aku melakukannya seperti selayaknya orang pada umumnya.

"Nothing special."

Karena hari ini terdapat warna merah dalam tanggal di kalender, jadi aku memutuskan untuk mengawali hari dengan lari pagi. Mas pacar mengajak aku untuk produktif walaupun di hari libur. Karena dia tahu bahwa jika hari libur, aku selalu melewatkan hari dengan marathon film. Bisa sampai seharian aku di dalam kamar. Jadi dirinya mengajak aku keluar rumah.

Hanya ada aku dan mbak yang sudah terbangun lebih awal. Karena Arman telah menunggu akhinya aku memutuskan untuk langsung pergi.

"Veliii, ayoo turun sarapan sudah matang nih."

"Velii"

"Velicia."

Sedari tadi Sania memanggil, pemilik suara pun tak kunjung mengampirinya.

"Maaf bu, tadi kak Veli sudah berangkat Bersama nak Arman." Ucap si mbak yang membantu menyiapkan bekal minum sedari mentari belum memunculkan sinarnya.

"Kok tidak pamit ke saya?"

"Tadi katanya sudah pamit dan izin ke ibu."

Sania mengerutkan kening, dirinya merasa belum bertemu gadisnya dari dirinya bangun tidur.

"Engga mbak seinget saya, saya belum ketemu dia dari pas bangun."

"Oh tidak bu, katanya sudah pamit lewat WhatsApp tadi katanya."

Sania megecek ponselnya. Dan benar saja gadis itu mengirimkannya beberapa pesan.

Dari Kejauhan pria setengah baya tertawa puas mendengar pergerutuan pagi kedua wanita dihadapannya. Apalagi mendegar tingkah ajaib Veli yang selalu membuat perut menggelitik.

"Kemana memang mereka mbak? Kok tumben pagi-pagi sudah pacarana." Tanya hans

"Tadi katanya mau lari pagi pak di daerah mana gitu saya lupa."

"Waduh nekat juga Arman mengajak Veli lari pagi."

"Memang kenapa pak?" Ucap si mbak sekalian menata beberapa masakan yang belum tersaji diatas meja makan.

"Ngabisin uang! Mana mungkin Veli lari pagi, palingan juga muterin street food."

"Gak boleh gitu ah sama anak sendiri pah," Ucap Sania sembari ikut mentertawakan ucapan hans yang ada benarnya.

***

Ditempat kejadian, yang benar saja prediksi kedua orang tua terhadap anaknya memang tidak pernah salah.

Mengajak lari pagi seorang Velicia adalah sebuah kesalahan.

Arman tidak jadi lari karena harus menemani Veli yang memilih beraneka makanan dan minuman.

Bisa saja Arman meninggalkan Veli untuk mengelilingi street food dan Veli juga tidak akan melarangnya. Namun, Arman khawatir gadis itu akan lenyap oleh padatnya manusia yang sedang kelaparan.

"Beb, ini mah kita ga jadi lari."

"Sssuuut! diem dulu beb aku masih milih." Ucap Veli yang sedang memilih aneka kue kering dan basah yang berjejeran di atas nampan.

Arman tidak bisa lagi mengelakkan diri dari cengkrman seorang Veli jika sudah berurusan dengan makanan.

"Masih lama ya beb?"

Veli menoleh ke arah Arman yang sudah terlihat lunglai.

"Sedikit lagi kok, abis telur gulung ini kita selesai. Kmau jadi lari?" Tanya Veli tanpa dosa ke Arman.

"Kamu? kita lah beb. Masa aku lari sendiri."

"Beb lihat aku dong, aku ga bakalan bisa lari dengan kantung-kantung makanan ini. Kalau ditinggal dimobil nanti sudah tidak enak rasanya."

Gemas sekali Arman mendengar alasan Veli. Sontak dirinya pun mengacak halus rambut Veli.

"Beb, rambut aku berantakan dong." Ucap Veli dengan tatapan sinis. Kalau saja tangannya tidak penuh kantung makanan, mungkin perut Arman sudah menjadi sasaran cubitannya.

"Masih tetep cantik kok," Bisik Arman.

Raut wajah sinis Veli pun memudar, sudut bibirnya muali mengembang.

"Bantuin aku dong mas pacar, bawain cimol aku yaa."

"Cini cini" Gemas Arman terhadap pacarnya.

Mereka memutuskan untuk menghabiskan makanan itu di dalam mobil, karena teriknya mentari yang mulai menyengat.

"Beb, kok abis sih cimol aku?" Ucapan Veli saat melihat kantung cimol yang Arman bawa sudah hamper habis.

"Aku makan lah beb, masa dibuang."

"Ih kamu mah, untung masih sisa sedikit. Kalau sampai habis banget aku suruh balik sendiri cari tukang cimolnya loh."

"Tega bener si beb."

"Untung sayang loh kalua engga tak tutuk!" Dengan gerakan tangan Veli yang seakan memukul.

"Mau ice cream?"

"OK! masalah cimol clear ya beb, yuk kita beli ice cream."

Selama mobil itu melaju, Arman tak ada hentinya masih mentertawakan perkataan terakhir veli. Begitupun Veli yang juga ikut tertawa. Dengan sogokan ice cream gadis itu tak akan menolak.

Wanita akan menjadi ratu di tangan pria yang tepat.

"Semoga saja wanita itu aku."

















Note:

Assalamualaikum wr wb teman, salam kenal.

Pertama aku membuat wattpad semoga kalian suka. Nantikan cerita selanjutnya ya!!

Oiyaa, jangan lupa untuk VOTE ya. Minta kritik /saran di kolam komentar:)

Terimakasih,
@frdarifah

Perihal Waktu (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang