8 | Siang Itu

6.5K 458 77
                                    

Jangan lupa tekan vote yaa
sebelum mulai baca ^^

***

Alana terus berjalan melewati koridor tanpa tahu ke mana kedua kaki akan membawanya. Dia menggigit bagian dalam bibirnya untuk menahan erangan tangis yang nyaris terlepas dari mulutnya.

Suara langkah kaki terdengar dari belakang tubuhnya, membuat Alana mempercepat langkah.

Karena ketergesaan itu, Alana tidak menyadari ada undakan di depan kakinya. Hal tersebut menyebabkan ia tersandung lalu tersungkur ke atas tanah di hadapannya.

Sekarang, bukan hanya kedua telapak tangannya yang terluka, tapi juga keningnya terasa perih.

Bagus! Masih adakah peristiwa menyebalkan lain yang akan terjadi hari ini? batinnya merutuki nasib buruk hari ini.

Gadis itu menatap laki-laki yang kini sedang berlutut di hadapannya.

"Bisa nggak, lo lihat-lihat kalau jalan?! Gimana coba, kalau lo sampai masuk got di depan?!" racau Angga tajam, yang terlihat semakin khawatir melihat gadis di depannya tersungkur.

Dimarahi seperti itu, Alana merasa sedikit tersinggung, "Kakak kalau nggak ikhlas bantu saya, ya udah! Toh, saya juga nggak minta!"

"Sorry, gue nggak maksud marah-marah," Angga menghela napas sepelan mungkin, sadar bahwa ia sudah membentak gadis ini tadi.

"Jangan bilang lo bisa bangun sendiri. Gue tahu lo pasti nggak bisa bangun dengan kondisi tangan lo itu," potong Angga-merengkuh pinggang dan sebelah lengan Alana dengan masing-masing tangannya saat Alana hendak menyuarakan kembali penolakannya.

Gadis yang berada dalam rengkuhannya itu hanya bisa terdiam saat Angga merengkuh tubuhnya. Dan setengah hati membenarkan ucapan laki-laki itu.

Angga melepas rengkuhannya saat Alana sudah berdiri aman di atas kedua kakinya sendiri.

Lagi-lagi Angga mencekal pelan tangan gadis itu, "Sekali aja apa lo nggak bisa, nggak tiba-tiba pergi gitu aja?" tanyanya, melihat gerak-gerik Alana yang seperti ingin lari saat itu juga.

"Terima kasih atas bantuannya, Kak." Ucapan yang tidak terdengar sepenuh hati itu mengusik pikiran Angga.

"Sori, Lana. Gue benar-benar nggak bisa ngebiarin lo pergi," gumam Angga sebelum menarik tangan Alana dan membawa gadis itu melangkah pergi bersamanya.

***

Di bawah salah satu bangku taman di kampus, Alana menunduk memandangi telapak tangannya yang terbalut kain kasa dan kembali memutar kejadian beberapa saat lalu.

"Kak Angga-" panggilnya gelisah, ketika menyamakan langkah besar laki-laki di depannya yang masih memegang erat pergelangan tangannya.

Angga menengokkan kepalanya dan menunduk pada gadis itu, lalu bertanya pelan, "Lo minta gue lepasin tangan lo?"

Alana mengangguk cepat, berharap laki-laki itu akan membiarkan dia pergi.

"Terus, lo harap gue diam aja ngeliat lo mati kehabisan darah? Sori sekali lagi, Lana. Karena gue harus jawab 'Nggak'".

Jawaban laki-laki itu membuat Alana terdiam saat melirik telapak tangannya yang masih mengucurkan darah segar.

Ia semakin terdiam saat kemudian memperhatikan Angga dengan telaten mengobati lukanya-lukanya.

Dengan sabar laki-laki itu mengangkat sisa serpihan kecil beling dari lukanya, membersihkan lukanya dengan air dan alkohol, mengobati lukanya dengan antiseptik yang membuat laki-laki itu ikut meringis, lalu terakhir membalutnya dengan kain kasa.

Dan semua itu Angga lakukan dengan begitu lembut dan perlahan. Membuat Alana mati-matian menahan dentuman kencang di dadanya.

Seakan semua itu belum cukup, Angga merengkuh kepala Alana dan meniup pelan luka di kening sang gadis sebelum laki-laki itu mengobati lukanya dengan begitu lembut juga, membuat dada Alana semakin sesak karena dentuman-dentuman yang semakin menggila itu.

Setelah mengobati luka Alana, Angga melepas kemeja dan mengulurkannya pada gadis itu.

"Pakai kemeja gue dulu sebelum lo dapat baju ganti. Gue nggak mau lo masuk angin pakai baju basah begitu," gumam Angga pelan.

Alana mengalihkan matanya pada Angga yang hanya terbalut kaos polos putih yang menampakkan tubuhnya yang juga-aduhai.

Merasa terlalu lama memperhatikan dada itu, Alana segera menjauhkan pandangannya dan menerima kemeja yang diulurkan Angga.

"Makasih banyak, Kak Angga..." ucapnya gugup.

Angga mengangguk dan tersenyum lembut seraya mengusap puncak kepala Alana lalu bangkit berdiri.

"Gue duluan, ya .." gumam Angga sebelum pergi meninggalkan Alana terpaku merasakan kehangatan yang tertinggal di pucuk kepalanya.

Getaran dari smartphone di saku jaket Alana mengembalikan kesadarannya seperti sedia kala. Ia kemudian merogoh mengeluarkan benda pipih itu dan menggeser layar untuk membukanya.

Alana, gue tunggu besok jam 5 di Wiras. Dandan cantik, ya.

Dimas. Alana merasakan pipinya menghangat membaca chat dari laki-laki itu. Alana tentu tidak lupa dengan janjinya pada Dimas. Karena ia sangat menantikan hari esok.

Hari spesial yang sedang dipersiapkan oleh Dimas. Persiapan di hari spesial. Tentu saja Alana beranggapan muluk seperti itu. Bagaimana tidak, laki-laki itu jelas-jelas meminta waktu untuk mereka berdua.

Perempuan mana sih, yang tidak berbunga-bunga? Bahkan sebelum tiba waktunya. Walaupun sekali lagi, Angga terlupakan.

***

Dududuuh, Angga so sweet 😆
Dimas mau nembak Lana nih, diterima gak kira2? 😣

Sampai ketemu besok, makasih udah mampiir

Sincerely,
SarahRS

I Love You Anyway (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang