Jangan lupa tekan vote yaa
sebelum mulai baca ^^***
Alana meregangkan tubuhnya ke kanan dan kiri selama beberapa menit. Bertahun-tahun sudah ia melakukan senam ringan ini setiap harinya. Walaupun ia sama sekali tidak yakin, senam rutin itu akan membawa dampak baik pada kelainan di tubuhnya.
Gadis itu mengangkat ember besar di dekat kakinya dan membawanya masuk ke dalam rumah. Oh, dia baru saja menjemur pakaian-pakaian yang jumlahnya takkan cukup dihitung oleh jari-jemari tiga orang.
Beruntung, sang Ayah menyediakan mesin cuci yang setidaknya, sedikit mengurangi bebannya di akhir pekan seperti ini.
Alana tidak bisa membayangkan kedua engsel tangannya yang terancam bergeser dari tempat semestinya jika harus menggilas sehelai demi sehelai pakaian penghuni seisi rumah.
Sebenarnya, sang Ayah mempekerjakan seorang pembantu rumah tangga untuk mengurusi seluruh pekerjaan rumah.
Alana yakin seyakin-yakinnya, sang ibu tiri memanipulasi gaji sang pembantu sehingga pembantu itu enggan-engganan datang ke rumah.
Jam dinding yang menemplok di dinding menunjukan pukul sebelas siang. Sejam lagi Alana harus segera berangkat karena Dimas dan teman-temannya memajukan jadwal permainan mereka.
Dengan tubuh sempoyongan Alana bangkit dan bergegas ke kamar untuk bersiap-siap, mengabaikan nyeri dan pening yang tiba-tiba saja dirasakan kepalanya.
***
Letih sebenarnya tengah gencar-gencarnya memerangi tubuh Alana siang itu. Kondisi badan yang mendadak tidak fit memintanya untuk segera kembali ke rumah dan merebahkan tubuh letihnya di atas pembaringan.
"Kamu duduk di sini, ya," seru Dimas, memegang kedua bahu Alana sambil menuntunnya duduk di sisi lapangan.
Gadis itu mengangkat kepala, menatap wajah Dimas yang sedang berdiri di depannya. Matanya menyipit karena silau. Dia menganggukkan kepala dan tersenyum simpul.
Sebelum berlari ke tengah lapangan, Dimas membungkukkan badannya. Salah satu tangannya memegang lutut dan tangan yang lainnya menyentuh pipi Alana, mengusapnya lembut.
"Semangka!! Semangat Kakak," teriak Alana saat sang kekasih berjapan ke tengah lapangan. Dimas membalikkan badan lalu mengangkat kedua jempol tangannya.
Alana duduk di bangku sisi lapangan, sambil memegang botol berisi air minum dan handuk kecil di pangkuannya.
Dengan cahaya matahari yang terasa berada sejengkal di atas kepala, Alana terkadang harus menyipitkan mata untuk melihat lebih jelas jalannya permainan.
Tubuh Alana yang terasa semakin lelah, kini bermandi peluh karena terpanggang di bawah sinar matahari tengah hari.
Kedua bola mata bahkan kepalanya bergerak sesuai posisi seorang pemain di lapangan yang berpindah dari satu sisi ke sisi yang lain.
Yakni Dimas, yang menjadi fokus perhatiannya saat ini.
***
"Setia banget yah, cewek gue. Dia rela panas-panasan cuma buat nungguin gue," ujar Dimas sambil menyeringai bangga.
Dia dan Angga sedang melangkah menuju bangku penonton di mana Alana sedang duduk di atasnya.
Angga menggeram pelan, tiba-tiba merasa kesal. "Apa lo nggak liat? Dia lemas gitu, Dim. Lo tega banget, ngajak dia panas-panasan gini!" ucapnya menahan kesal di dada.
"Kok lo yang sewot sih, Ga?! Dianya aja nggak kenapa-napa," Dimas menjawab dengan nada kesal yang sama.
"Nggak kenapa-napa gimana?! Lo mendadak katarak, ya? Perlu gue pinjemin kacamata silinder-nya si ucup? Jelas-jelas dia lagi sakit! Kalau ada apa-apa sama dia, dan itu semua gara-gara lo, gue nggak segan bikin perhitungan sama lo, Dim! Sekali pun dia cewek lo!" dengan emosi yang menggunung, Angga memilih berbelok meninggalkan Dimas yang tadi mengajaknya untuk duduk bersama di sebelah Alana.
Dimas mengumpat kesal dalam hatinya. Cewek, cewek gue! Kok, jadi lo yang repot?! Wiratmadja sialan!!
Dia kemudian duduk di sebelah Alana yang mengulurkan botol air minum yang sedang dipegangnya.
Dengan rasa haus yang telah meradang di tenggorokan, Dimas meneguk air minum itu sebanyak mungkin. Alana melihat keringat bercucuran di seluruh wajah dan leher Dimas.
Dimas telah menghabiskan satu botol air minumnya, kemudian mengusap sekitar mulutnya yang tertumpah air.
"Maaf, Kak," Alana menyeka lembut keringat yang bercucuran di wajah dan leher sang kekasih dengan handuk kecil yang ia bawa.
Dimas menoleh dan memasang senyum yang seketika meyejukkan hati serta pikiran Alana yang masih berada di bawah terik sinar matahari itu.
Sepersekian detik mereka beradu tatap dan bertukar senyum sampai akhirnya Dimas membuka suara, "Makasih," gumamnya lembut.
"Sama-sama, Kak," balas Alana tak kalah lembut. Ia menurunkan tangannya dari wajah Dimas.
Melihat kemesraan antara dua orang itu, membuat Angga muak dan ingin memuntahkan semua isi perutnya saat itu.
Dia yang sedang duduk bersama teman-temannya kini beranjak meninggalkan tempat itu.
Sementara temannya yang lain sedang menggoda Dimas dan Alana-yang sama sekali tidak menyadari kepergian Angga dan cemburu yang membakar hatinya.
***
Part ini garing kok, yah...huhuuu
maafkan aku kemarin gak publish, sumpah kemarin sama sekali gada ide T_TMakasih buat kalian yang masih sempetin mampir di sinii ❤
Sincerely,
SarahRS
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You Anyway (Completed)
Cerita Pendek#190 in Short Story 28112017 Angga Wiratmadja, seorang laki-laki yang ditinggal menikah oleh sahabat sekaligus gadis yang ia cintai, memutuskan untuk pindah ke kota lain lalu bertemu dengan seorang gadis bernama Alana yang mengambil alih seluruh per...