Baru saja Joy menginjakan kaki di sekolah sebagai murid tahun pertama, tapi ia sudah mendapatkan masalah.
Ia di kerjai oleh seniornya untuk minta tanda tangan pada murid kelas 3 bernama Ravi.
Masalahnya, ketika ia bertanya pada teman-temannya mereka mengatakan lebih baik jangan mendekati Ravi.
Katanya ia itu gangster sekolah.
Preman sekolah.
Tukang kelahi.
Tukang bolos.
Perempuan baginya hanya mainan.
Pokoknya segala hal jelek ada pada Ravi.
"Harus dapat! Kau ini junior tidak mau kenal dengan senior ya?!" Salah satu seniornya yang bernama Hongbin menyentak Joy.
"Ta-tapi... Aku bahkan tidak pernah melihatnya disekolah..." Joy menunduk ketika seniornya yang lain, Daehyun menatapnya tajam.
"Begini saja, kami beri kau waktu maksimal minggu depan. Kalau sampai minggu depan kau belum dapat, hari mu di sekolah tidak akan pernah tenang gadis kecil" Luna, berkata pada Joy lalu menepuk kepala Joy.
Joy hanya diam mencoba menahan emosinya. Apa karena ia adalah anak seorang narapidana, ia bisa dilakukan semena-mena seperti ini?
Sudah seminggu ini ia selalu mengantongi pulpen di sakunya ketika ke sekolah. Berjaga-jaga jika bertemu Ravi.
Tapi sampai hari terakhir, ia sama sekali belum bertemu dengan laki-laki itu. Joy sudah pasrah jika 3 tahun ia sekolah disini akan menjadi sasaran pembulian.
Siang itu Joy izin ke toilet di tengah pelajaran matematika. Ketika Joy keluar dari toilet, ia melihat Ravi bersandar di luar dinding toilet pria. Sedang memainkan ponselnya.
Walaupun Joy tidak pernah bertemu dengan Ravi, Joy tahu wajah Ravi dari foto yang diperlihatnya oleh temannya.
Sosoknya lebih garang dari foto yang diperlihatkan pada Joy. Apalagi tatto yang terlihat di tangannya yang mengenakan seragam sekolah berlengan pendek.
Joy hanya diam mematung. Apakah harus ia temui sekarang? Tapi kalau tidak sekarang kapan lagi? Akhirnya hanya dengan modal nekat, Joy berjalan mendekati Ravi.
"Permisi..." Joy benci ketika suaranya mencicit. Ravi tidak bergerak sama sekali.
"Permisi kak" Joy sedikit mengeraskan suaranya dan berjalan lebih dekat.
Ravi melirik sekilas Joy lalu mengalihkan pandangannya pada ponsel kembali.
"Kak Ravi" Joy sudah berada di samping Ravi.
Ravi sedikit menunduk melihat Joy lalu memasukan ponselnya ke saku celana.
"Apa?" Ravi bertanya dan mengangkat satu alisnya.
"Aku mau minta tanda tangan..."
Mendengar apa yang Joy katakan, Ravi berjalan melewati Joy.
Joy menahan pergelangan tangan Ravi.
"Aku mohon... Aku harus mendapatkannya" Joy tidak punya pilihan lain selain memohon pada Ravi.
Ravi berbalik menatap Joy. Dari atas sampai bawah, lalu diulangi sampai tiga kali. Joy hanya menunduk melihat lantai.
"Biar kutebak, pasti mereka bertiga yang menyuruhmu" Joy hanya mengangguk.
Kalau yang dimaksud 'mereka bertiga' itu adalah Luna, Hongbin dan Daehyun, Ravi memang benar.
Ravi berjalan mendekat pada Joy, sedangkan Joy semakin melangkah mundur. Mencoba menjaga jarak dengan orang yang katanya paling berbahaya ini.
Tapi sebelum sempat melakukan apapun, Joy sudah didorong ke dinding. Ravi menjebak Joy di antara tubuhnya dan dinding. Kedua tangan Ravi berada di antara kepala Joy.
Ravi melihat dada Joy. Tepatnya pulpen yang ada di saku Joy. Dengan gampangnya ia mengambil pulpen itu tanpa rasa sungkan.
Ravi menekan pegas pulpen Joy.
Joy hanya memejamkan matanya ketika Ravi menorehkan tinta hitam itu secara perlahan di pipi kanannya secara perlahan. Sembari menggoreskan pulpen Ravi berbisik dalam di telinga Joy.
"Katakan... Dimana aku harus memberi tanda tangan?" Kemudian Ravi meniup telinga Joy.
Perbuatan Ravi itu membuat bulu roma Joy meremang.
Dengan sisa keberaniannya, Joy berusaha mengatakan sesuatu.
"Tengkuk..." Lagi-lagi ia benci ketika suaranya berubah mencicit.
Ravi segera menjauhkan badannya dari Joy lalu membalik gadis itu menjadi menghadap dinding.
Dengan sedikit kasar ia menyibak rambut panjang Joy ke samping dan menorehkan tanda tangan di tengkuk Joy.
Setelah memberi tanda tangan, Ravi membalik tubuh Joy menghadapnya lagi. Segera memerangkap Joy kembali.
Ravi mengembalikan Pulpen Joy kembali ke saku.
Ravi menatap mata Joy.
Joy sama sekali tidak pernah menyangka ini akan terjadi.
Tapi secara tiba-tiba Ravi menempelkan bibirnya pada Joy.
Hanya kecupan sekilas tapi membuat hati Joy berdegup kencang. Wajahnya berubah merah dan kakinya seolah seperti Jelly.
Ravi menahan Joy agar tidak merosot.
"Itu, bayaran untuk tanda tangan" Ravi tersenyum miring.
Lalu berlalu begitu saja. Meninggalkan Joy yang terduduk.
Mencerna apa yang baru saja terjadi.
Such a bad boy.
Joy membatin.
End•
