38

646 24 0
                                    

"Oh, jadi ini Jane yang sering kamu ceritain itu?"

Evelyn mendengus sebal ke arah Kak Leon. Kalau saja mereka tidak sedang berada di depan Kak Romi--kakaknya Raffa--pasti ia sudah mencubit lengan kakaknya. Karena ulah Kak Leon-lah, Kak Romi tahu nama kesayangan Evelyn saat masih kecil.

"Eh, masuk dulu deh," ucap Kak Romi sejurus kemudian. Karena terlalu sibuk mencermati sosok di hadapannya, ia bahkan sampai lupa mempersilakan kedua tamunya untuk masuk. "mau minum apa, nih?" tawarnya sembari memimpin langkah ke dalam ruang tamu.

Evelyn mengikuti langkah Kak Leon yang terlebih dulu masuk ke dalam ruang tamu rumah Raffa. Kakaknya itu pasti sudah sering keluar masuk rumah Raffa. Sedang bagi Evelyn ini adalah kali pertama. Gadis itu hanya penasaran ingin mengintip kegiatan Raffa pada hari Minggu siang seperti ini. Meski Kak Leon tampak ogah-ogahan untuk mengajaknya tadi. Kasihan Oma, setiap hari harus tinggal di rumah sendirian. Tapi,  Evelyn tidak peduli. Sekali waktu ia ingin berkunjung ke rumah Raffa dan menengok apa saja yang berhubungan dengan cowok itu. Siapa tahu ia bisa lebih dekat dengan Raffa. Atau bisa saja menjauhkannya dari cowok itu kalau Raffa kedapatan sudah punya pacar.

Selang beberapa menit kemudian, Kak Romi muncul dengan membawa sebuah nampan di tangannya.

"Tumben ngajak si Jane," ucap Kak Romi seraya mengangsurkan minuman buatan tangannya ke atas meja. "diminum, Jane," suruhnya seraya tertawa kecil. Lagi-lagi ia menyebut nama itu.

"Hei, aku bukan Jane," sahut Evelyn sewot. "namaku Evelyn," imbuhnya dengan menyebut nama.

"Tumben pakai aku-aku, biasanya juga loe-gue," timpal Kak Leon dengan tergelak. Tangan kanannya bergerak untuk mengacak tatanan rambut Evelyn. Membuat gadis itu bertambah sebal.

"Kak Leon ini apaan sih," gerutu Evelyn segera memperbaiki tatanan rambutnya. Untung saja Raffa tidak melihat adegan ini. Tapi, kira-kira di mana Raffa? Apa dia di rumah? Atau sedang pergi keluar bersama teman, mungkin juga kencan dengan pacarnya. Duh, memikirkan kemungkinan ini saja membuat dadanya sesak. Seolah-olah paru-parunya menyempit dengan tiba-tiba. Pantaskah ia bertanya tentang Raffa pada Kak Romi? Tidak, tidak. Ia harus menahan keinginan itu jika tidak ingin ketahuan memiliki perasaan khusus pada Raffa.

Kak Romi ikut tergelak melihat tingkah Evelyn yang sedikit manja. Ia hanya memiliki seorang adik laki-laki dan tidak tahu bagaimana rasanya mempunyai adik perempuan.

"Eh, Rom. Kok kamu di rumah sih? Emang konter siapa yang jaga?" Kak Leon mencomot sekeping biskuit dari dalam toples yang sedari tadi sudah tersedia di atas meja ruang tamu, padahal Kak Romi belum mempersilakannya. Mengalihkan topik pembicaraan. Kak Leon pasti sudah terlalu sering berkunjung ke rumah Kak Romi sehingga ia merasa bagaikan di rumah sendiri. Kak Romi juga tampak tidak keberatan dengan ulah Kak Leon. Dan ia telah berhasil membuat Evelyn iri setengah mati.

"Ada," sahut Kak Romi tampak santai dengan menyandarkan punggung ke sandaran sofa. "aku udah nyari karyawan deket sini-sini aja," imbuhnya.

"Cewek?" sambung Kak Leon setengah menebak.

"Ya iyalah cewek," timpal Kak Romi.

"Cewek kamu?"

Kak Romi menggeleng. Ekspresinya datar.

"Tetangga doang," jelas Kak Romi memperjelas maksud gelengan kepalanya.

"Cewek kamu juga nggak pa pa," tukas Kak Leon seraya melempar senyum untuk menggoda temannya.

"Bukan," tegas Kak Romi. "Mama yang merekomendasikan. Katanya kasihan. Ayahnya udah meninggal dan dia masih punya adik yang perlu dibiayai."

"Awalnya kasihan tapi, lama-lama suka."

Idih, ternyata Kak Leon menyebalkan juga kalau sedang berbincang dengan Kak Romi, batin Evelyn. Gadis itu ikut mencomot keping demi keping biskuit yang ada di hadapannya sembari mengikuti arah pembicaraan kedua laki-laki itu.

"Aku masih belum kepikiran ke sana," ucap Kak Romi berikutnya. Laki-laki itu cenderung serius ketimbang Kak Leon.

"Masih belum bisa move on dari Raya?"

Kali ini Kak Romi mesem. Ia melirik Evelyn sekilas. Sepertinya ia agak malu Kak Leon menyinggung soal pribadinya.

"Belum bisa move on dan belum mikir nyari pasangan itu beda, Bro." Kak Romi akhirnya mengeluarkan suara juga. "aku masih fokus sama usaha dulu. Soal pasangan, ntar juga ketemu di jalan," gelaknya kemudian.

Kak Leon ikut tersenyum.

"Lalu, kamu sendiri gimana? Udah bisa move on dari Angel belum?" Sebelum Kak Leon  mengeluarkan komentarnya kembali, Kak Romi mencecarnya dengan pertanyaan yang berhasil membuatnya terpojok.

"Hah?" tanya Kak Leon tanpa sadar. Laki-laki itu menatap sekilas pada adiknya penuh kekhawatiran. Lalu menyesali kenapa ia membahas soal pribadi seperti ini di depan Evelyn.

"Siapa Angel?" tukas Evelyn cepat dan penuh dengan kecurigaan. Sepasang matanya bergantian menatap Kak Leon lalu Kak Romi. Ada hal yang harus mereka jelaskan soal Angel.

Kak Romi dan Kak Leon saling bertukar tatapan. Sama-sama ingin melempar tuduhan. Tapi, Evelyn sudah terlanjur mendengar nama Angel.

"Dia gadis yang pernah Kak Leon ceritakan," ungkap Kak Leon sejurus kemudian. Rasanya ia tidak perlu menutupi hal itu dari adiknya. Toh, Evelyn sudah dewasa dan memahami hal-hal semacam itu.

Gadis itu mengangguk mengerti, tapi, tidak ingin bertanya lebih lanjut tentang Angel. Ia sudah bisa membayangkan hubungan Kak Leon dengan Angel. Toh, gadis itu sudah tenang di surga. Mungkin Kak Leon akan terluka jika ia terlalu banyak bertanya tentang gadis itu.

"Oh, ya. Gimana? Udah dapat panggilan kerja belum?" Kak Romi menengahi suasana hening di tempat itu. Ia berinisiatif mengubah arah pembicaraan ke hal-hal yang bersifat umum.

Kak Leon menggeleng.

"Belum," sahutnya usai meneguk jus jeruk dari gelas. "nyari kerja sekarang sedikit susah." Kak Leon sedikit mengeluh kali ini.

"Sabar, Bro," timpal Kak Romi mencoba menguatkan hati temannya. "ngelamar kerja nggak sekali dua kali langsung diterima. Kadang puluhan kali baru diterima. Namanya juga usaha."

Kak Leon mengangguk. Menyetujui pendapat Kak Romi.

"Kenapa nggak buka usaha sendiri aja?" usul Kak Romi sesaat kemudian. Memberi ide yang baru saja melintas di kepalanya.

Kak Leon tersenyum tipis.

"Pinginnya kayak gitu. Tapi, modalnya belum ada... "

Huh. Evelyn mulai bosan dengan percakapan antara dua laki-laki itu. Percakapan dua orang dewasa yang sedang membicarakan karir membuat sepasang matanya terkantuk-kantuk. Raffa juga tidak muncul dari tadi. Dan gadis itu mulai merajut penyesalan dalam hatinya. Mungkin seharusnya ia tidak pernah ikut ke rumah Raffa.

Sunshine In Your Heart# CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang