41

703 28 0
                                    

"Balik kelas, yuk."

Evelyn sudah meletakkan sendok miliknya dan nyaris mengangkat pantat dari atas kursi, bersiap meninggalkan bangku kantin.

Hana tertegun menatap sahabatnya.

"Loh, gue kan masih makan, Lyn," gerutu Hana urung menyuapkan sendok ke dalam mulut. Ia melirik isi mangkuk soto Evelyn yang masih menyisakan separuh nasi. "loe nggak ngabisin soto loe?"

"Udah kenyang, Han."

"Kebiasaan loe, Lyn. Tunggu bentar napa? Gue kan masih mau makan," ucap Hana lalu menyuapkan ujung sendok ke dalam mulutnya. Tak menggubris Evelyn yang menghela napas panjang.

Evelyn menyeruput kembali es teh miliknya. Sesungguhnya ia tidak merasa kenyang seperti yang baru saja ia katakan. Tapi, karena ekor matanya tadi tiba-tiba menangkap bayangan Raffa yang memasuki kantin bersama teman-temannya. Dan suasana hatinya memburuk seketika. Perbincangan dengan cowok itu kemarin terngiang kembali di telinganya. Yah, pada dasarnya Raffa tidak suka dekat dengan cewek populer. Sepertinya ingatan Evelyn tentang kalimat itu terlalu bagus sampai-sampai pikirannya terus-menerus mengucapkannya. Terima kasih sudah mengingatkan.

"Kenapa buru-buru, sih? Jam istirahat juga masih lama, kok," celutuk Hana sambil mengunyah nasi sotonya dengan santai. Untungnya ia tidak melihat bagaimana perubahan wajah sahabatnya. Evelyn sedang berupaya keras menyembunyikan wajah agar tak sampai terlihat oleh Raffa.

Evelyn tak menyahut. Ia tak punya persiapan untuk menjawab pertanyaan Hana mengenai hal ini. Memang ia tak biasanya meninggalkan kantin dengan tergesa-gesa. Dan akan menjadi hal yang sangat aneh jika ia memaksa Hana untuk segera kabur dari sana.

Evelyn menarik napas lega ketika Hana sudah menuntaskan isi mangkuknya dan mereka berjalan beriringan kembali ke kelas. Bersiap mengikuti pelajaran selanjutnya.

Sebenarnya tak ada yang perlu dikhawatirkan tentang Raffa. Toh, cowok itu tidak akan mendatangi Evelyn meskipun ia melihat gadis itu. Tapi, masalahnya Evelyn merasa sebal sekaligus kecewa pada Raffa. Dan Evelyn lebih memilih untuk mundur secara teratur dari hadapan Raffa. Lebih baik tak melihat cowok itu ketimbang hatinya terpatahkan lagi. Ia akan melupakan Raffa mulai detik ini.

Siang ini cuaca sedikit berbeda. Sinar matahari cenderung redup karena segumpal awan kelabu menaungi langit di atas sekolah. Mungkin saja ini adalah gejala awal musim penghujan akan segera tiba. Setelah musim kemarau yang panjang dan kering kerontang. Tapi, mendung tak selalu membawa hujan. Begitu juga dengan saat ini.

Evelyn dan Hana berjalan beriringan menyusuri koridor. Anak-anak lain juga melakukan hal yang sama. Suara riuh terdengar di sana-sini. Setelah setengah hari dipusingkan dengan beberapa mata pelajaran, sekarang saatnya pulang dan mengisi perut.

"Tuh, Kak Leon tersayang udah jemput tuh," ucap Hana seraya menunjuk ke arah Kak Leon yang berdiri di samping motornya. Laki-laki itu melambaikan tangan dan melempar senyum terbaiknya ke arah keduanya. "gue duluan, Lyn. Jagain Kak Leon baik-baik, ya. Bye!"

Evelyn melongo. Ia belum sempat melayangkan jitakannya ke kepala Hana karena gadis itu sudah terlanjur kabur duluan dengan setengah berlari. Tampaknya ia sudah tahu jika Evelyn akan mendaratkan jitakan manis di kepalanya.

"Capek?" tegur Kak Leon begitu adik kesayangannya tiba dengan menampilkan wajah lesu.

Evelyn menggeleng pelan.

"Udah lama nunggu?" tanya Evelyn berbasa-basi. Baginya tak mengapa jika Kak Leon harus menunggu lebih lama.

"Lima menit, sahut Kak Leon cepat. "oh, ya. Kakak punya kabar gembira buat kamu," ucap laki-laki itu seraya mengulum senyum senang. Ekspresi wajahnya juga tampak bahagia.

"Apa?" Evelyn mendelikkan matanya. Mencoba menebak kabar bahagia apa yang ingin disampaikan Kak Leon untuknya. Tapi, setelah berpikir beberapa detik, ia tak juga bisa menebaknya.

"Kakak diterima kerja," beritahu Kak Leon setengah berseru. Ia meledakkan tawa renyah.

Evelyn tercengang sesaat.

"Yang bener? Di mana?" cecar gadis itu antusias. Kalau Kak Leon sudah bekerja, berarti kondisi keuangan Evelyn terselamatkan. Ia juga bisa ngeluyur ke mal sepulang sekolah.

"Di periklanan."

"Woh, bagus itu," sahut Evelyn sembari tersenyum. Bukankah bekerja di bidang periklanan gajinya lumayan besar? "kapan mulai kerja?"

"Besok."

"Besok?"

"Iya. Makanya Kak Leon sengaja jemput kamu karena setelah ini Kakak pasti sibuk kerja. Lagian Kakak mau traktir kamu makan untuk merayakan pekerjaan baru Kakak," tandas Kak Leon.

"Oh. Berarti ntar pas gajian pertama juga ada traktirannya dong," timpal Evelyn nyengir.

"Sip, deh." Kak Leon mengusap kepala Evelyn pelan. "yuk. Mau makan di mana?" tanya Kak Leon sementara tangannya mengulurkan helm ke tangan Evelyn.

"McD?"

"Nggak bosen makan ayam goreng? Di rumah Oma juga sering bikin, kan?" Kak Leon mulai menstarter motor setelah Evelyn berhasil naik ke atas boncengan.

"Bukan mau makan ayamnya, tapi pingin es krimnya," jawab Evelyn setengah berteriak.

"Kalau es krim, di minimarket deket rumah juga ada," timpal Kak Leon tak kekurangan ide jahil.

"Kan beda, Kak. Niat mau nraktir nggak sih?" Evelyn mulai menggerutu. Tangannya memukul punggung Kak Leon lumayan keras.

"Iya, iya, Jane bawel."

Evelyn mendengus kesal. Nama itu lagi, batinnya.

Kak Leon mulai melajukan motornya ke jalan raya dengan perlahan. Lalu lintas di jam pulang sekolah seperti sekarang ini terbilang cukup padat. Ia harus ekstra hati-hati mengendarai motornya dengan memperhatikan kendaraan di sekitarnya.

McD sudah tak sabar menunggu kedatangan mereka.

Sunshine In Your Heart# CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang