42

693 30 0
                                    

"Kak Leon udah dapet pekerjaan? Syukur, deh." Hana ikut berdecak bahagia mendengar kabar menggembirakan yang baru saja dilontarkan bibir Evelyn. "kapan dia mulai kerja?"

"Hari ini."

"Bagus dong," komentar Hana pendek.

"Jadi, kita pergi ke mal hari ini?" Sepasang mata Evelyn menyipit menatap Hana.

"Perasaan baru minggu kemarin kita ke mal. Masa mau ke mal lagi?" tanya Hana setengah protes. Ia belum lupa jika minggu kemarin mereka pergi ke mal sampai sore. Jika terlalu sering pergi ke sana, dampaknya tidak baik bagi keuangan mereka.

"Ya, nggak pa pa, dong."

"Kan masih ada lain kali, Lyn."

"Tapi, gue lagi pingin jalan-jalan, Han." Evelyn setengah merengek. Padahal ia bukan kanak-kanak lagi.

"Tumben," cetus Hana curiga. Ia meletakkan pulpennya dan beralih menatap wajah sahabatnya. "loe lagi bete?" tanya gadis itu penuh selidik.

Evelyn sedikit kelabakan mendapat serangan tiba-tiba itu. Gadis itu langsung mengerucutkan bibirnya.

"Nggak juga. Lagi pingin makan kulit ayam crispy aja," dalih Evelyn mencari alasan.

Hana menyambut alasan Evelyn dengan sebuah cengiran.

"Loe belum lupa waktu loe kepedesan gara-gara makan kulit ayam crispy level 5 yang super pedas itu, heh? Lalu Raffa berbaik hati beliin loe minuman? Loe nggak lupa kan?" Hana melotot tajam. Berusaha membuka ingatan Evelyn tentang makanan kesukaan dan pengalaman terbodohnya waktu itu. Jangan sampai itu terjadi lagi.

Evelyn mendengus kesal. Di saat ia sedang sibuk melupakan Raffa, Hana malah menyebut nama cowok itu dengan sangat jelas. Tidak bisakah ia mengulanginya lagi untuk menambah satu patahan lagi di hatinya?

"Iya, gue masih inget," gerutu Evelyn jengkel. "jadi beneran loe nggak mau?"

Hana menggeleng kuat-kuat.

"Gue bisa bangkrut kalau nurutin loe, Lyn." Hana mencibir sebal. Paling tidak gaya hidup boros Evelyn sedikit menular padanya. Dan ini bukanlah sesuatu yang baik buatnya. Gadis itu benar-benar harus merubah kebiasaannya. "loe tuh bener-bener calon emak-emak sejati," oloknya.

Evelyn cekikikan mendengar omelan sahabatnya.

"Jajan es doang juga nggak pa pa, Han. Itung-itung ngadem. Cuaca di luar kan panas banget," ucap Evelyn seraya mengibas-ibaskan tangan kanannya di depan wajah. Sedikit memberi kesejukan di area itu.

"Kalau mau ngadem sih, di Indomaret deket rumah gue juga bisa," celutuk Hana tak mau kalah. Ia menderaikan tawa sesudahnya.

Huft.

Evelyn mendengus.

"Dasar," desis Evelyn gemas.

Cuaca siang ini panas menyengat. Padahal kemarin saat jam pulang sekolah segumpal mendung kelabu bergelayut di atas atap sekolah. Tenggorokannya juga sekering gurun pasir.

"Edo udah jemput?" Kepala Evelyn celingukan mencari sosok pacar Hana di tepi jalan. Tak butuh waktu lama untuk bisa menemukan sosok Edo. Cowok itu selalu memarkir motor di tempat yang sama. Jadi, sangat mudah bagi Hana untuk menemukannya.

"Yakin nggak mau gue temenin nunggu angkot?" tawar Hana saat mereka menghentikan langkah di tempat biasa Evelyn menunggu angkot. Karena tempat itu sudah lumayan sepi. Hanya dua orang saja yang tampak menunggu angkutan umum.

Evelyn menggeleng seyakin-yakinnya.

"Udah, loe balik aja. Kasihan tuh si Edo nungguin loe sampai kurus kayak gitu," seloroh Evelyn sembari mendorong tas yang menempel di punggung Hana.

"Ya, udah. Gue balik dulu," pamit Hana sejurus kemudian. "bye!"

Evelyn membalas lambaian tangan Hana dengan seuntai senyum tipis di bibirnya. Gadis itu menatap Hana dan Edo sampai mereka pergi menjauh lalu menghilang di antara pengendara lain.

"Mau pulang?"

Heh?

Evelyn memutar kepala demi mendengar teguran yang sepertinya sangat dikenali oleh telinganya. Tepat. Suara itu berasal dari bibir Raffa.

"Ah, iya." Evelyn menyahut dengan canggung. Ia mendehem untuk menjernihkan suaranya yang tiba-tiba serak. Ia perlu air untuk membasahi tenggorokannya juga.

"Yuk, gue anterin," tawar Raffa setengah memberi kode agar Evelyn segera naik ke atas boncengan motornya.

Evelyn mengerutkan alisnya hingga nyaris bertaut. Heran. Bukannya ia bilang kalau tidak suka dekat dengan cewek populer macam Evelyn? Kenapa sekarang dia repot-repot menawarkan tumpangan untuk gadis itu?

"Loe disuruh Kak Leon?" tanya Evelyn penuh selidik.

"Curigaan amat sih," keluh Raffa dengan mengerutkan bibir. "yuk, naik."

Evelyn menggeleng dengan tegas.

"Nggak usah, thanks. Loe duluan aja. Gue bisa pulang sendiri," tolak Evelyn kaku. Setelah kedekatan mereka beberapa waktu terakhir, rasanya canggung jika tiba-tiba ia membentang jarak dengan cowok itu.

"Pulang sendiri?" ulang Raffa. Ujung bibirnya ditarik ke atas. Sinis. "apa emang hobi loe pulang paling akhir?"

Evelyn mengedarkan pandangan ke kiri dan kanan. Sudah tak ada lagi seseorang yang berseragam abu-abu putih di area itu dan sedang menunggu angkutan umum seperti yang dilakukannya. Ia menjadi yang paling akhir tersisa di sana.

"Nggak juga," ucap Evelyn lemah.

"Makanya naik sekarang, gue anterin pulang," suruh Raffa sejurus kemudian. Ia tidak suka menunggu lebih lama lagi.

"Gue udah bilang, kan, kalau gue bisa pulang sendiri," ucap Evelyn bersikukuh pada kalimatnya semula.

"Kenapa?" Senyum pahit tersungging di bibir Raffa. "kenapa tiba-tiba loe nolak tawaran gue?"

"Nggak pa pa. Gue nggak mau hutang budi aja sama loe." Gadis itu berdalih.

"Loe tuh lucu, ya." Raffa melebarkan senyum pahitnya. "kenapa gue merasa kalau loe lagi sebel sama gue?" gumam cowok itu seperti bertanya pada diri sendiri.

Evelyn melenguh. Bukannya loe yang bilang nggak suka deket-deket gue?

"Ya udah, kalau nggak mau," ucap Raffa mengalah. Ia tidak akan mendebat seorang gadis hanya untk masalah sepele seperti ini. "besok gue tanding. Babak final. Loe nonton, ya."

Evelyn bergeming. Kenapa mesti menyuruhnya nonton? Nonton atau tidak, toh Raffa juga tidak akan sempat mengedarkan pandangan ke arah kerumunan penonton.

"Gue pulang dulu," pamit Evelyn tiba-tiba. Karena sebuah angkot mendadak lewat di depannya. Ia melambaikan tangan pada cowok itu tanpa menggubris permintaannya untuk menonton pertandingan final besok.

Raffa tak bisa berbuat apa-apa selain menghela napas panjang dan mulai melajukan motornya ke jalan raya.

Sunshine In Your Heart# CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang