03

1.2K 36 0
                                    

"Ini es campurnya, Neng."

Semangkuk es campur datang ke hadapan Evelyn sesuai pesanan.

"Makasih, Bang," sambut gadis itu dengan antusias. "loe nggak pesen es campur sekalian?" tanya Evelyn sembari melirik bangku sebelah.

"Nggak." Jawaban tegas langsung keluar dari bibir Hana. Gadis itu sudah disibukkan dengan mangkuk bakso tanpa mi spesialnya. Ia meniup ujung sendoknya karena tak sabar ingin segera menyantap makanan favoritnya. Karena sejak pelajaran terakhir tadi perutnya sudah keroncongan.

Tapi, Evelyn berbeda. Gadis itu sebenarnya lapar. Tapi, ia lebih memilih memesan es campur ketimbang bakso. Di tengah cuaca yang panas terik seperti siang ini, es campur adalah pilihan yang tepat buatnya.

"Cowok loe nggak jemput?" tanya Evelyn membuka obrolan. Gadis itu mengaduk es campur miliknya agar es serut yang bertumpuk di atas mangkoknya cepat meleleh.

"Nggak. Dia ada kuliah."

"Yang bener?" Evelyn mencondongkan tubuhnya ke arah Hana. "jangan-jangan dia jemput cewek lain," godanya seraya memasang mimik serius.

"Loe apaan sih," gerutu Hana kesal. Sahabatnya itu memang suka bercanda tapi kebangetan. "Edo nggak kayak gitu kok. Loe aja yang sirik soalnya nggak punya pacar," balas Hana menyerang balik Evelyn. Ia menyembunyikan senyum kemenangan di balik raut wajahnya.

Evelyn tak berdaya kali ini. Gadis itu berpura-pura sibuk menyendok irisan buah nangka matang dari dalam mangkuknya. Suasana hatinya masih belum membaik bahkan sampai sekarang. Gara-gara ceramah Bu Natasha tadi di sekolah.

"Loe udah telepon Oma kalau pulang telat?" tegur Hana setelah teringat sesuatu. Gadis itu sudah menghabiskan separuh dari isi mangkuknya.

Tapi, yang ditanya hanya menggelengkan kepala cuek. Ia terlalu sibuk dengan mangkuk es campurnya.

"Duh, nih anak," gerutu Hana sedikit kesal. Evelyn memang keterlaluan. Seolah tak punya rasa kasihan pada Oma-nya yang sudah tua. Apalagi Evelyn adalah satu-satunya cucu perempuannya. Ia juga satu-satunya orang yang tinggal bersama dengan Oma. Harusnya ia memberitahu wanita itu jika pulang terlambat. Bagaimana kalau Oma cemas karena cucu kesayangannya tak jua pulang?

"Cuma bentar doang, kok," celutuk Evelyn memahami kekhawatiran sahabatnya.

Hana tidak bisa mengeluarkan komentar jika situasinya sudah seperti ini. Evelyn memang agak keras kepala dan susah diatur. Yang penting ia sudah memperingatkan sahabatnya.

"Ya, udah. Terserah loe aja," sahut Hana pasrah. Gadis itu menyantap kembali bulatan daging di dalam mangkuknya.

"Mau nambah lagi?" tawar Evelyn seraya melirik isi mangkuk milik sahabatnya.

"Nggak," tolak Hana tegas. Perutnya sudah cukup kenyang dengan seporsi bakso tanpa mi. "loe naik apa pulangnya ntar?"

"Angkot. Kenapa?"

"Nggak. Kali aja mau naik ojek. Kan enak langsung turun depan rumah," cetus Hana. "oh ya, Kak Abby lama nggak ke sini. Sibuk apa dia? Atau lagi tugas di luar pulau?"

Evelyn menyunggingkan senyum kecil penuh kecurigaan. Tumben-tumbennya si Hana bertanya tentang kakaknya.

"Kenapa? Loe kangen sama Kak Abby? Inget, loe udah punya pacar," celutuk Evelyn seraya terkikik pelan. Tangannya menepuk-nepuk pundak Hana pelan.

"Loe tuh ya, kapan sih nggak godain gue," timpal Hana sewot. Ia melahap bulatan bakso terakhirnya.

"Abisnya loe juga, tumben-tumbennya kepoin Kak Abby," kilah Evelyn tak mau kalah.

"Sebenarnya pas ketemu Kak Abby pertama kali, gue suka sama dia," ungkap Hana jujur usai menghabiskan isi mangkuk baksonya dan juga separuh es jeruk di hadapannya.

"What?!" pekik Evelyn nyaris menyemburkan apa saja yang sedang berada di dalam mulutnya, tapi, untungnya insiden memalukan itu tidak sampai terjadi. Kini gadis itu menatap sahabatnya dengan sepasang mata terbelalak tak percaya. "loe suka sama Kak Abby?" ulang Evelyn karena merasa perlu memastikan keseriusan Hana.

Hana mengangguk ringan. Gadis itu tampak percaya diri dan tidak menggubris reaksi Evelyn yang menurutnya sangat berlebihan.

"Wajarlah kalau gue naksir Kak Abby. Gue cewek dan dia cowok," seloroh Hana santai.

"Emang apa sih yang loe suka dari Kak Abby?" Evelyn berlagak serius kali ini. Dan penasaran. Di matanya Kak Abby adalah cowok yang dingin, jutek, dan galak. Dari wajahnya saja sudah kelihatan sangar begitu, membuat Evelyn malas setengah mati kalau bersamanya.

"Dia itu keren tahu nggak?"

"Keren?" ulang Evelyn melongo. "keren dari Hongkong? Tampang sangar kayak gitu dibilang keren. Amit-amit deh," gerutunya seraya membuang muka ke arah lain.

Plak.

Evelyn terjingkat tiba-tiba karena Hana melayangkan sebuah tepukan ke pundaknya. Gadis itu merintih kesakitan.

"Apa-apaan sih loe, Han?! Sakit tahu nggak!" seru Evelyn lumayan keras. Membuat pemilik warung bakso dan beberapa pengunjung tempat itu seketika mengalihkan perhatian ke arah bangku Evelyn. Memaksa gadis itu mendengus kesal.

"Abisnya loe ngatain kakak loe sendiri sih," gerutu Hana sewot. "kalau gue jadi pacar Kak Abby udah gue lakban tuh mulut," cerocosnya.

"Idih, mana mau Kak Abby jadi pacar loe," timpal Evelyn sengit. "terus Edo mau dikemanain, hah? Mau loe buang ke jalanan?"

Hana menggeleng.

"Nggak dong," sahut Hana cepat. "Kak Abby kan cuma orang yang gue kagumi. Lagian mana mungkin Kak Abby mau sama gue... "

"Syukur deh, kalau loe nyadar." Evelyn memasang senyum puas di bibirnya. "yuk, pulang. Ntar Oma bisa pingsan kelamaan nungguin gue," ajaknya setelah menyelesaikan suapan terakhir. Es campur di hadapannya sudah ludes tanpa sisa. Hanya dua biji cendol yang tampak melekat di atas mangkuknya.

Hana setuju. Gadis itu buru-buru meneguk sisa es jeruk yang masih mengisi gelas di depannya, sampai tak bersisa. Sayang jika ia tidak menghabiskan minuman itu. Saat ia meletakkan gelasnya, Evelyn telah selesai melakukan pembayaran makanan dan minuman mereka berdua.

"Ngapain loe bayarin bakso gue?" tegur Hana sedikit kecewa. Sudah tidak terhitung Evelyn mentraktirnya makan dan minum, entah di kantin atau warung depan sekolah seperti sekarang. Saat pergi ke mal juga Evelyn tak segan-segan membelikan Hana baju atau boneka, membayar tiket bioskop, dan masih banyak lagi.

"Yuk, ah. Gue ngantuk, pingin bobok siang." Evelyn menarik paksa tangan Hana untuk segera pergi dari tempat itu dan mengabaikan pertanyaan sahabatnya. Ia enggan melakukan perhitungan atau membahas hal semacam itu.

Hana hanya mendegus keras melihat tingkah Evelyn. Ia pasrah ketika sahabatnya itu menyeretnya keluar dari warung bakso depan sekolah. Hana sudah terlalu hapal dengan kebiasaan Evelyn yang agak menyebalkan seperti itu. Meski pada dasarnya Evelyn termasuk sahabat yang baik dan ia menyayanginya.

Mereka berpisah di depan warung bakso karena jalan ke rumah masing-masing berlawanan arah. Hana lebih beruntung karena angkot yang melewati depan gang rumahnya lewat terlebih dulu. Namun, lima menit kemudian angkot yang Evelyn tunggu akhirnya lewat juga.

Sunshine In Your Heart# CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang