09

922 32 0
                                    

"Pementasan drama?!" ulang Hana setengah memekik. Bola matanya membulat karena antusias. Gadis itu berdecak mendengar celotehan Angga, ketua kelas mereka, soal ide pementasan drama yang rencananya akan mereka tampilkan pada acara festival ulang tahun sekolah bulan depan. Konon setiap kelas wajib mengirimkan perwakilan dan minim satu pertunjukan harus ditampilkan pada acara tersebut. Entah pertunjukan musik, karaoke, dance, drama, atau sejenisnya.

"Terus ceritanya apa dong?!" teriak Doni dari sudut kelas. Cowok yang lumayan tampan itu memang terkenal sebagai pembuat onar di kelas. Sebagai catatan ia gemar menyelutuk perkataan siapapun yang sedang berbicara di depan kelas, tak terkecuali guru sekalipun.

Angga menghela napas sebentar. Ia perlu udara untuk bernapas sebelum mengutarakan rencananya lebih lanjut.

"Gini, guys," lanjut Angga setelah pernapasannya berjalan dengan baik. Sebagai pemimpin rapat kelas ia harus ekstra sabar menghadapi teman-temannya yang susah diatur. "gue punya satu ide cerita, nggak tahu kalian suka atau nggak."

Seisi kelas mulai tenang dan tampak tak sabar menunggu pemaparan ketua kelas mereka perihal ide pementasan drama itu. Cowok itu berdiri di depan kelas dengan memasang wajah sangarnya, tapi, jika boleh jujur ia cukup berwibawa.

"Gue mau ngambil cerita lama Romeo dan Juliet. Tapi, gue mengubah sedikit jalan ceritanya," ucap Angga memulai penuturannya. "ceritanya gini. Ada seorang cewek bernama Julietta. Dia itu putri seorang bangsawan. Dan kayak cerita dongeng lainnya, Julietta punya wajah yang cantik jelita. Banyak cowok yang menaruh hati pada Julietta, tapi, sayangnya ia udah jatuh cinta pada seorang cowok bernama Romeo. Pada awalnya mereka pacaran diam-diam. Tetapi, pada suatu saat mereka berdua ketahuan oleh orang tua masing-masing. Kedua orag tua mereka menentang keras cinta Julietta dan Romeo. Hingga pada suatu hari Julietta jatuh sakit. Orang tua, kerabat, dan orang-orang yang berada di pihak keluarga Julietta berusaha mencari obat untuknya. Tapi, semuanya gagal. Penyakit Julietta bertambah parah dan dia nyaris mati karena nggak ada satupun obat yang cocok untuknya. Hingga pada suatu hari seorang wanita peramal Gipsy bilang kalau Julietta bisa sembuh dengan meminum setetes darah orang yang dicintainya, yaitu Romeo."

"Lebay banget, sih." Sebuah gumaman terdengar dari bangku belakang tepat di saat Angga selesai mengutarakan idenya.

"Norak!"

"Bagus tuh, Ga!"

"Iya, bakalan romantis deh."

Angga terdiam di depan kelas dan mengedarkan pandangan ke arah teman-temannya. Berbagai macam tanggapan positif dan negatif terdengar di sana-sini.  Sebagian besar siswa cowok menganggap cerita itu berlebihan dan kurang menarik. Tapi, sebaliknya para siswi sangat mendukung ide cerita Angga. Mereka menanggapi positif ide cerita itu dan sangat bersemangat ingin menampilkannya saat festival ulang tahun sekolah bulan depan.

Hana-pun tampaknya sangat tertarik dengan pemaparan Angga. Gadis itu juga mendukung ide cerita Angga, sama seperti yang lainnya. Namun, Evelyn tampak tak acuh dan duduk di bangkunya tanpa tanggapan apapun. Gadis itu hanya merapatkan punggungnya ke sandaran kursi sembari menatap ke papan tulis.

"Ok, ok." Angga mengangkat kedua tangannya untuk menenangkan keriuhan yang terjadi di dalam kelas mereka karena terjadi perbedaan pendapat. "kalau gitu, kita vote aja. Bagi yang setuju dengan ide gue tadi angkat tangannya," suruh Angga setelah berhasil menenangkan seisi kelas. Sebagai ketua kelas ia harus bijak dan adil dalam mengambil keputusan mengenai masalah ini.

Hampir semua siswi dan beberapa gelintir siswa mengangkat tangan mereka sebagai tanda persetujuan. Sebagian lagi masih tetap kukuh pada pendiriannya. Menolak dengan tegas ide cerita Angga.

"Angkat tangan loe dong, Lyn," bisik Hana sembari menyikut lengan Evelyn yang masih terdiam kaku di bangkunya. Dan gadis itu baru mengembangkan seulas senyum puas setelah berhasil memaksa Evelyn mengangkat tangannya.

"Jadi, kita putuskan untuk mementaskan drama itu pada perayaan festival ulang tahun sekolah," putus Angga setelah mengetahui berapa persisnya perolehan suara yang mendukung ide ceritanya. "dan sekarang kita akan mencari pemain utama cewek dan cowoknya."

"Pemain cowoknya kenapa nggak loe aja, Ga?!"

Si tukang usil Doni berteriak dengan lantang dari bangkunya dan disambut deraian tawa dari seluruh penghuni kelas. Sebenarnya Angga lumayan ganteng, tapi, rasanya ia kurang pantas memerankan tokoh Romeo.

"Kasihan yang jadi Julietta, dong!"

"Emang nggak ada cowok ganteng di kelas kita, apa?!"

"Tenang dong," sela Angga menimpali pendapat teman-temannya. Ia jengah melihat reaksi teman-temannya yang suka membuat kegaduhan saat rapat berlangsung seperti sekarang. Ia hanya ingin rapat kelas segera selesai dan bisa pulang ke rumah secepatnya. "untuk pemain cewek dan cowoknya gue udah nentuin Evelyn dan Doni. Sedangkan pemeran figuran lainnya, siapa aja boleh mengajukan diri dan gue akan cast."

Evelyn tercekat mendengar namanya disebut Angga sebagai pemain cewek. Begitu juga Doni yang langsung terloncat dari kursinya. Gadis itu menatap Angga dengan mulut ternganga ingin segera melemparkan sebuah protes pada sang ketua kelas. Tapi, reaksi Doni sebaliknya. Meski ia sangat terkejut ia sama sekali tidak berniat mengajukan protes. Cowok itu malah bersyukur bisa dipasangkan dengan Evelyn walau cuma dalam pementasan drama.

"Kok gue sih?" protes Evelyn tak terima. Gadis itu menatap bingung ke arah Angga lalu Doni bergantian.

Hana menoleh dan keheranan melihat sikap sahabatnya. Duh, nih anak. Bukannya senang jadi pemain utama malah mengajukan protes.

"Oh, ya." Angga melanjutkan kalimatnya. Cowok itu melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kanannya. Ia sama sekali tidak menggubris aksi protes yang diajukan Evelyn. "bagi kalian yang punya bakat musik atau yang lainnya bisa daftar langsung ke gue besok. Kalau ada pertanyaan silakan tanya ke gue dan rapat kita akhiri sampai di sini."

Angga buru-buru mengakhiri rapat dan bergegas keluar kelas setelah mengucapkan salam. Sepertinya cowok itu tergesa-gesa pulang setelah rapat berakhir.

Evelyn masih bengong di tempat duduknya usai Angga tak tampak lagi dari penglihatannya. Bagaimana bisa Angga memutuskan soal itu tanpa bertanya lebih dulu padanya? Apa itu tidak menyalahi aturan? Lagipula Evelyn sama sekali tidak bisa berakting dan enggan melakukannya. Ia tidak suka tampil di depan umum atau di atas panggung sekalipun namanya cukup populer di sekolah.

"Yuk, pulang."

Ajakan Hana menyadarkan Evelyn jika kelas mulai ditinggalkan penghuninya. Saatnya pulang.

"Gue nggak mau main drama, Han," keluh Evelyn sembari menyambar tas ranselnya dari atas meja. Wajah gadis itu dilipat karena terlalu kesal pada keputusan Angga. "gimana bisa Angga seenaknya main tunjuk kayak gitu?"

"Karena loe yang paling pantes jadi Julietta. Loe paham?" tandas Hana sembari menjajari langkah-langkah Evelyn keluar kelas. Ia sangat mendukung keputusan Angga dan sedang berusaha mewujudkan rencana sang ketua kelas.

Evelyn tak menyahut. Gadis itu menunduk menatap ujung-ujung sepatunya yang bergantian bergerak maju.

"

Sunshine In Your Heart# CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang