30

677 30 0
                                    

"Dasar cewek, bukannya pulang dulu malah keluyuran di mal," celutuk Alan sembari mengacak rambut Evelyn tak peduli ekspresi wajah cemberut gadis itu. Gara-gara Alan, ia dan Hana terpaksa bergabung dengan para anggota tim basket itu. Bahkan Alan juga yang berinisiatif menyatukan dua meja di sana.

"Namanya juga cewek, Lan. Selalu benar," sahut Pedro dengan meledakkan tawa ringan. Disambut senyum kedua temannya. Sedang Raffa masih tenang di kursinya. Menyesap kopi dari sebuah papercup, berlagak acuh pada percakapan itu.

"Oh ya, selamat ya atas kemenangan kalian," ucap Hana kemudian. Seolah olokan Pedro tadi sama sekali langsung menguap dari telinganya.

Dasar gadis bodoh!

Evelyn bersungut-sungut dan merutuki sahabatnya. Sebuah penyesalan besar mengetuk-ngetuk dadanya. Kenapa Alan harus menyeretnya ke sini?

"Gimana kalau kita nonton? Pasti seru!" usul Daniel dengan antusias. "mumpung bioskopnya lagi deket. Tapi, bayar sendiri-sendiri ya," imbuhnya dengan deraian tawa panjang.

"Yaahh... Kirain loe mau bayarin." Sinar di mata Alan langsung meredup. "gue lagi bokek," ucapnya memelas.

"Sialan," desis Pedro mengumpat. Ia sempat mempunyai pikiran yang sama dengan Alan tadi.

"Duit gue juga nggak cukup buat bayar enam tiket, dodol!" sahut Daniel kesal. "loe ada duit nggak, Raf?"

Mata Evelyn langsung mengarah pada Raffa yang duduk di seberang kursinya. Mungkin Raffa-lah satu-satunya cowok paling jutek yang Evelyn kenal.

Raffa menggeleng pelan. Sama. Kondisi keuangannya tidak lebih baik.

"Siapa juga yang mau nonton sama kalian," ucap Evelyn sebal.

"Ya, siapa tahu Neng mau," ucap Alan sembari terkekeh.

"Gue mau kok," timpal Hana cepat. "asal dibayarin."

Pedro dan Daniel kompak menjulurkan lidahnya mendengar ucapan Hana.

"Cewek matre loe," gumam Alan seraya mengunyah nasi goreng spesialnya. "makan apaan, Lyn?"

"Kulit ayam crispy level 5. Mau?" Evelyn menyodorkan bungkusan di tangannya. Masih tersisa separuh.

"Idih, males banget," sahut Alan bergidik. "kulit ayam tuh banyak mengandung lemak dan kolesterol. Nggak bagus buat atlet macam kita-kita," selorohnya sambil menunjuk ke arah teman-temannya.

"Emang," Pedro menimpali. "dia kan butuh banyak lemak buat menambah berat badan. Loe sih, Lyn. Jadi cewek jangan kurus-kurus amat," imbuhnya sembari menunjuk Evelyn dengan ujung sendok.

"Nggak pa pa, biar kurus tapi tetep cantik kok. Gue aja suka sama Evelyn." Kali ini Alan menimpali dengan terkekeh. Dan imbasnya dua buah jitakan mampir di atas kepalanya. Pelakunya Evelyn dan Pedro.

"Mau dijitak lagi?" tanya Evelyn dengan bola mata yang nyaris melompat keluar. Tak peduli di manapun, Alan selalu menggodanya. "nggak lucu tahu?" sungutnya. Ia beralih pada kudapannya kembali setelah berhasil melampiskan kekesalannya.

"Galak banget jadi cewek," gerutu Alan sambil mengusap kepalanya. "loe juga Dro, bukannya bantuin gue."

Pedro hanya nyengir kuda.

"Kepedesan, Lyn?" Hana menoleh pada Evelyn yang duduk di sampingnya. Gadis itu meneguk teh dingin miliknya sampai tak bersisa. Tapi, sialnya rasa pedas di lidahnya tidak berkurang sedikitpun. Mana minumannya sudah habis pula.

"Gue beli minum dulu, ya... "

"Biar gue aja."

Evelyn yang nyaris beranjak dari tempat duduknya terpaksa mengurungkan niat. Gadis itu menatap Raffa dengan tatapan tak percaya. Apa ia tak salah dengar? Raffa berbaik hati menawarkan diri untuk membelikan minuman untuknya?

Evelyn tertegun di tempat. Raffa sudah berlalu setelah ia menawarkan diri untuk membelikan minum untuk gadis itu.

"Kok Raffa baik banget, ya," ucap Hana setengah berbisik. Ekor matanya mengarah ke punggung Raffa. Cowok itu sedang mengantri di depan stan minuman.

"Raffa emang baik dari dulu, sama siapa aja," celutuk Pedro tampak santai. Ia sengaja tak memelankan suara seperti yang dilakukan Hana. "cuma dia orangnya kayak gitu. Rada jutek," ungkap Pedro menambahi.

Evelyn tercekat. Entah kenapa tiba-tiba rasa pedas di lidahnya menguap hilang tak berbekas demi mendengar ucapan Pedro.

Benarkah Raffa orang seperti itu? Baik pada siapa saja? Jadi, Evelyn hanya salah satu dari kategori 'siapa saja' itu?

Raffa datang dan meletakkan minuman yang baru saja ia beli di depan Evelyn. Tanpa kata-kata.

"Thanks." Evelyn menggumam apa adanya dan bergegas menyeruput minuman itu. Dengan kepala setengah kosong.

"Makanya jangan makan pedes-pedes, Neng. Sakit perut baru tahu rasa loe," seloroh Alan. Ia sudah menuntaskan seporsi nasi goreng spesialnya.

"Loe doain Evelyn sakit, ya?" Hana tak terima dengan ucapan Alan. Ia sudah mengangkat tangannya tinggi-tinggi dengan sebuah kepalan.

"Kok loe yang sewot sih," sentak Alan kesal.

"Apaan sih kalian?" Evelyn berusaha menengahi. "yuk kita pulang aja. Kasihan Oma sendirian di rumah." Gadis itu sudah bangkit dari kursi dan bersiap menyeret tangan sahabatnya kapan saja.

Hana mengikuti tindakan Evelyn secepat yang ia bisa. Gadis itu segera menyusul langkah Evelyn yang sudah meninggalkan tempat duduknya.

"Tunggu gue, Lyn!"

Evelyn terus melajukan langkahnya seolah tak mendengar teriakan sahabatnya. Suasana hatinya menurun drastis dalam hitungan detik. Bukan karena Hana dan pertengkaran kecilnya dengan Alan. Tapi, karena ucapan Pedro tentang Raffa. Apa cowok itu tidak pernah berpikir jika seseorang yang bodoh seperti Evelyn bisa saja salah mengartikan kebaikan sekecil apapun yang Raffa berikan padanya? Dan pastinya ada seseorang lagi yang pernah menerima kebaikan hati Raffa. Mungkin lebih banyak dari yang Evelyn duga. Padahal Evelyn pernah melambungkan sebuah harapan manakala Raffa berbaik hati mengantarnya pulang. Sebaik apapun Raffa, tetap saja orang bisa salah mengartikan kebaikannya, terutama seorang gadis. Raffa menyebalkan!

Sunshine In Your Heart# CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang