43

701 22 0
                                    

Tangan Evelyn sibuk bergerak membolak-balik halaman buku ensiklopedia. Melihat gambar demi gambar yang terpajang di dalam buku super tebal itu dan sesekali membaca keterangan di bawahnya. Perpustakaan dua kali lipat lebih sepi ketimbang biasanya karena pertandingan final basket antar sekolah sedang berlangsung sekarang. Dan hampir seluruh penghuni sekolah tumpah ruah di sana untuk memberi dukungan pada tim basket mereka. Tapi, tidak bagi Evelyn. Gadis itu malah menyembunyikan diri di perpustakaan. Tanpa Hana.

Dari tempat duduknya, telinga Evelyn masih mampu menangkap suara riuh dari lapangan basket. Sorak sorai penuh semangat. Harusnya ia juga turut hadir di sana untuk memenuhi permintaan Raffa kemarin. Tapi, ia malah duduk di salah satu bangku perpustakaan seperti orang tersesat karena ia bukan seorang kutu buku yang biasa berlangganan keluar masuk tempat itu.

Ya, nyatanya ia ada di sana sekarang. Demi memperlebar jaraknya  dengan Raffa. Agar ia bisa melupakan cowok itu secepatnya. Jatuh cinta sebelah hati bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Ia harus berkali-kali menambal hatinya yang patah. Dan semua itu gara-gara Raffa.

"Hei."

Evelyn tercekat mendapat tepukan kecil di pipinya. Saat gadis itu menoleh, wajah Hana plus senyum manis terpampang jelas di hadapannya. Ekspresi yang benar-benar mencurigakan.

"Apa?"

"Gue nyariin loe dari tadi. Nggak tahunya loe ada di sini," ucap Hana. Ia meletakkan pantat di sebelah tempat duduk Evelyn. "ngapain?" Gadis itu melirik buku ensiklopedia yang berada di atas meja.

"Baca-baca aja. Lagian juga nggak ada pelajaran," gumam Evelyn. "loe ngapain ke sini? Kantin belum buka?"

Hana menggeleng.

"Masih pagi, Lyn. Belum waktunya ngisi perut keles."

"Lalu?"

"Nonton yuk. Ini kan pertandingam final," ajak Hana mengeluarkan jurus rayuan gombalnya.

"Males, ah. Kenapa nggak loe sendiri aja, sih?"

"Kalau nggak ada loe nggak enak, Lyn. Masa gue mau nonton sendirian? Kita kan tim yang kompak. Iya, nggak?" Hana mengedipkan sebelah matanya demi meluluhkan hati Evelyn. Ia harus merayu gadis itu agar mau menemaninya nonton pertandingan basket.

Evelyn mengukir senyum pahit. Hana memang pandai merayu. Dan sayangnya Evelyn selalu termakan bujuk rayunya. Mau bagaimana lagi, ia terlalu menyayangi Hana, sih.

"Bilang aja kalau loe lagi modus," cetus Evelyn.

"Emang." Hana menyahut dengan cepat. "yuk. Ntar ketinggalan, kita yang rugi."

"Loe yang rugi, bukan gue," timpal Evelyn cepat. Tapi, tangannya sudah keburu diseret Hana keluar dari ruang perpustakaan. Meninggalkan buku ensiklopedia yang masih terbuka di atas meja. Petugas perpustakaan pasti akan mengomel nanti.

Evelyn tak bisa melawan atau sekadar melancarkan protes. Toh, tak ada gunanya. Hana tak bisa didebat kalau sudah menyangkut hal pemaksaan kehendak semacam ini. Ia hanya mengikuti ke mana langkah Hana membawanya.

Suasana lapangan berkali lipat lebih ramai dari saat pertandingan semi final beberapa hari yang lalu. Hari ini adalah penentuan juara dan pertandingan sudah di mulai beberapa menit yang lalu.

"Semoga tim kita menang," gumam Hana tanpa menoleh. Sepertinya ia bersungguh-sungguh dan sangat antusias mengikuti jalannya pertandingan. Sepasang matanya terus menatap ke arah lapangan basket.

Evelyn mendesah pelan. Ia melayangkan pandangan ke arah lapangan basket seperti yang dilakukan Hana. Matanya langsung mencari sosok yang dimaksud. Siapa lagi kalau bukan Raffa. Bukankah kemarin ia meminta Evelyn untuk nonton? Nah, gadis itu sudah berdiri di tepi lapangan sekarang. Tapi, apa ia bisa menemukan sosok Evelyn di antara kerumunan penonton? Mustahil.

Tim lawan cukup tangguh rupanya. Tim Raffa ketinggalan skor beberapa poin dari lawan. Tampaknya mereka harus lebih kompak lagi agar dapat mengejar ketertinggalan skor.

Semangat, Raffa!

Teriakan Evelyn tersendat di tenggorokan. Ia tidak sanggup berteriak dan mengundang perhatian gadis-gadis di sekitarnya, terutama Hana. Apa kata sahabatnya jika ia meneriakkan nama Raffa? Hana pasti akan mengetahui rahasia besar yang selama ini ia pendam rapat-rapat. Bahkan Kak Leon-pun tidak mengetahuinya.

Ya, Tuhan!

Evelyn terperangah melihat Raffa terjatuh akibat bertubrukan dengan salah satu anggota tim lawan. Apa ia baik-baik saja?

Raffa bangkit dan meneruskan permainan. Cowok itu tidak punya waktu untuk melihat siku atau area lain yang mungkin saja tergores lantai yang keras. Ia sempat meringis, namun kembali bersikap profesional. Melanjutkan permainan dengan mengabaikan kondisinya sendiri.

"Raffa jatuh, Lyn." Hana menyikut lengan sahabatnya.

"Iya, gue tahu," decak Evelyn kesal bercampur cemas. Ia melihat semua kejadian itu, tapi tak bisa berbuat apa-apa.

Cuaca cukup bersahabat hari ini. Segumpal mendung menutupi sang mentari sehingga sinarnya tak segarang biasanya. Sebuah berkah besar bagi para pemain basket yang sedang bertanding.

Kejar mengejar angka terjadi dengan sengit. Tim Raffa mulai mengejar ketertinggalannya dengan perlahan. Cowok itu juga sesekali berhasil mencetak angka. Menambah angka bagi timnya.

Sorak sorai yang panjang mengakhiri pertandingan. Tim Raffa berhasil memenangkan pertandingan dengan selisih tipis. Tapi, entah kenapa Evelyn tak begitu gembira dengan hasil pencapaian itu. Gadis itu bergegas menyeret lengan Hana keluar dari kerumunan penonton begitu pertandingan berakhir.

"Nggak makan, Lyn?" Hana meletakkan mangkuk bakso dan es tehnya di atas meja kantin lalu mengambil tempat duduk di samping Evelyn. Mereka berdua kabur ke kantin setelah pertandingan basket usai.

Evelyn menggeleng. Ia tampak sibuk menyeruput es jeruk melalui sedotan. Ia sengaja tak memesan nasi soto atau bakso, hanya beberapa bungkus makanan ringan sebagai teman es jeruknya.

"Gue nggak laper. Cuma haus doang," ucap Evelyn setelah melepaskan sedotan dari mulutnya. Gadis itu mengibas-ibaskan tangannya ke wajah. Sekadar memberi sensasi sejuk ke tubuhnya yang gerah. Berdiri di antara kerumunan penonton benar-benar membuatnya tersiksa.

Hana tak menyahut. Ia mulai sibuk dengan bulatan-bulatan daging di hadapannya. Perutnya lapar dan ia ingin menikmati makanannya dengan lahap.

Sunshine In Your Heart# CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang