Sakura menoleh, melihat pria itu memberi sorot berbeda. Tidak tersenyum namun tampak bahagia. Pria itu menopang wajahnya dengan lengan dan memiringkan kepala menatap Sakura.
"Ketakutan? Takut dengan apa?" tanya Sakura. Debaran jantungnya mendadak meningkat ditatap pria itu sedemikian.
"Kau tidak tahu?" Pria itu menaikkan kedua alis.
Sakura menggeleng lemah.
"Hm," gumam sang pria. "Apa yang kau takutkan?"
"Aku?" Sakura menunjuk dirinya sendiri. Sejauh ini, ia belum memiliki ketakutan khusus pada suatu hal. Terkecuali satu. "Aku takut tidak bisa melihat bulan bersinar terang lagi."
Pria itu mengangkat sebelah alis. "Kenapa?"
"Karena aku menyukai bulan. Ibuku juga bilang padaku bahwa aku terlahir pada saat bulan purnama. Justru itu aku menyukainya," ujar Sakura memberi jeda. "Rasanya, jika melewati satu malam tanpa bulan, aku akan gelisah."
Pria itu meluruskan punggungnya yang berat, ia bersandar pada punggung bangku terbuat dari kayu jati.
"Jika begitu, aku berdoa untukmu semoga kau bisa melewati malam ini dengan berkah dari bulanmu," katanya menoleh ke Sakura dan tersenyum. "Semoga kau akan tetap menyukainya."
Sakura mendesis, "Maksudnya?"
Pria itu tertawa kecil memperlihatkan lesung pipinya. "Aku menyukaimu."
"Eh?"
"Bukan dalam artian suka antara lawan jenis," sambungnya dan berdiri di depan Sakura, "tapi lebih ke rasa nyaman. Kita berbicara seolah seperti sudah saling mengenal lama satu sama lain."
"Begitukah?"
Pria itu terlihat akan pergi. Sebelum itu, ia mengulurkan tangan. Sakura menatap tawaran jabat tangan itu dan mendongak menatap wajah pucat sang pria.
"Aku Uchiha Sasuke," ujarnya.
Sakura balas menjabat tangan itu. "Haruno Sakura. Senang berkenalan denganmu."
Tanpa sengaja, Sakura melihat sebuah benda kecil yang terbuat dari kayu jatuh dari dalam buku di tangan Sasuke. Sakura membungkuk, mengambil benda itu di dekat kaki pria itu.
"Milikmu terjatuh," kata Sakura menyodorkan benda itu, salib kecil.
"Kau boleh menyimpannya."
"Untukku?" tanya Sakura memastikan.
Sasuke tersenyum kecil. "Anggap saja sebagai perwujudan doaku untukmu agar kau selalu dilindungi."
"Kau baik sekali," sahut Sakura. Ia merasa senang diperhatikan oleh orang lain. "Aku akan selalu menyimpannya. Tapi, aku tidak memiliki apa pun untukmu."
Sakura merogoh kantung mantelnya. Tidak ada benda berharga yang ia punya. Sasuke mendengus geli.
"Aku tidak meminta apa pun darimu," kata Sasuke.
Sakura menggaruk lehernya, tersenyum kikuk.
"Senang berkenalan denganmu, Sakura. Dan.... " Sasuke memberi jeda. Sakura tercenung. "Kuharap kita tidak bertemu lagi malam ini. Aku pamit."
Setelah Sasuke membungkuk sopan, pria itu pergi meninggalkan Sakura dengan salib di tangannya. Ia menatap benda itu, khidmat. Sudah lama ia tidak berdoa. Melihat benda itu, memercikkan setitik rindu kasih Tuhan di dalam hati Sakura.
Sakura menggenggam salib itu di kedua tangannya. Membawanya ke depan dada dan mulai menyembunyikan manik kehijauan di balik kelopak mata. Patung malaikat bersayap menjadi saksi atas doa yang ia panjatkan siang itu. Ditemani semilir angin, ia merasa hatinya semakin damai.
"Ya Tuhan, aku mohon, pertemukanlah aku dengan Sasuke malam ini. Di bawah bulan yang bersinar."
Yang Sakura tahu setelah memanjatkan doa itu, ia tidak bisa melupakan bagaimana cara Sasuke tersenyum manis padanya. Dengan sentuhan doa-doa pria itu dan salib yang terbuat dari kayu pemberian Sasuke.
Sakura tahu, panah cinta sudah berhasil menembus hingga ke relung hatinya. Dan hanya ada nama Sasuke yang seketika memenuhi kepalanya.
Sakura jatuh cinta.
Dengan ketulusan, pengharapan yang besar, Sakura memohon pada-Nya.
"Amin."
.....
Novi S
10 Nov' 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Moon In The Purge
FanficSakura tidak pernah menyangka bahwa dirinya akan terjebak di malam 'purge' yang penuh darah. Niatnya pergi ke Amerika adalah untuk berlibur menjenguk pamannya, Kakashi. Namun, ia pergi di waktu yang tidak tepat. Yakni, ketika malam 'purge' dilaksana...