Sejak matahari bersembunyi di balik kegelapan malam, seluruh jajaran rumah dan bangunan tertutup rapat di kota yang seolah terlelap. Jendela-jendela, pintu-pintu dan pagar-pagar terkunci dengan erat. Jalan yang senyap. Melintasi batas negara yang dingin, tidak ada manusia yang berkeliaran di seluruh area itu. Pun tidak ada hewan peliharaan yang dibiarkan lepas di jalanan.
Serta tidak adanya pelayanan masyarakat yang akan bekerja di malam itu. Pihak keamanan, rumah sakit, maupun instansi-instansi kemasyarakatan lainnya. Semua kegiatan serupa dinon-aktifkan. Bahkan, toko-toko yang harusnya beroperasi hingga tengah malam, harus tutup lebih awal.
Sakura, duduk di hadapan pamannya, di kursi meja makan. Menatap serius dan menunggu penjelasan atas kejanggalan aneh yang ia rasakan semenjak menginjakkan kaki di tanah Amerika ini.
"Sebenarnya ... ini disebut purge." Kakashi menunduk dan menarik napas berat. Mendengus kasar, apa pun respon yang akan diberikan Sakura, ia harap mereka berdua akan baik-baik saja setelah ini.
"Purge?" tanya Sakura gelisah. "Apa itu? Dan apa hubungannya dengan seluruh kota yang sepi? Di jalanan, tidak ada satu pun kendaraan yang lewat. Bahkan Paman selalu membawa senapan itu sejak tadi petang." Ia menunjuk senapan di genggaman Kakashi. "Ada apa ini sebenarnya?"
Kakashi melirik senjata api di tangannya lalu kembali menatap Sakura. Sejak hari ini, Kakashi selalu merasa gelisah. Ia memiliki firasat bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi.
"Baiklah. Paman akan menjelaskan secara rinci tentang apa itu 'purge' padamu," ungkap Kakashi menarik napas berat. "Purge merupakan undang-undang Amerika baru yang telah diterapkan sejak tahun 2017 yang melegalkan untuk melakukan segala macam tindakan kriminalitas seperti balas dendam, pelampiasan, pembunuhan, pemerkosaan dan lain-lain sebagai upaya untuk menekan tindakan kriminal yang terjadi di Amerika. Peraturan tersebut berlaku selama 12 jam dalam satu hari, tiap tahunnya. Dalam 12 jam itu setiap orang yang ingin melakukan pembunuhan atas dasar pelampiasan atau balas dendam diizinkan atau dibebaskan untuk turun ke jalanan dan membunuh siapapun yang ingin dijadikan pelampiasan secara legal dan selama 12 jam itu pula bantuan medis dan kepolisian dinon-aktifkan. Beberapa orang murni ingin melakukan pelampiasan karena adanya rasa dendam akibat tragedi buruk yang terjadi di masa lalunya atau rasa kecewa yang dirasa harus terbalaskan dengan membunuh orang tersebut, tetapi tidak sedikit juga yang melakukan pelampiasan tersebut dengan membeli orang miskin di Amerika untuk kemudian dibunuh sebagai bentuk pelampiasan."
Fakta itu membuat Sakura bungkam. Gadis itu menarik napas tajam, begitu menyesakkan. Bibirnya tiba-tiba terasa kering. Serta kulit wajah memucat. Sakura meneguk air liur di tenggorokan, seperti meneguk sebuah batu. Sekejam itukah purge? Undang-undang macam apa itu? Itu terdengar seperti layaknya pesta untuk para penjahat di kota ini. Apa para pemerintah di Amerika ini sudah tidak waras? Kebijakan macam apa yang mengizinkan tindak kriminal seperti itu?
Ah, Sakura mengerti sekarang. Kenapa para warga berbondong-bondong memenuhi gereja untuk berdoa padahal hari ini, bukanlah hari Minggu. Dan kenapa Sasuke membicarakan perihal berkah Tuhan yang akan melindunginya. Ternyata, karena mereka takut pada malam purge.
"Jadi, maksud Paman adalah?" desis Sakura.
"Ya," ujar Kakashi dan mengangguk, "malam ini adalah malam peringatan 'purge'."
Sakura tercengang; membisu.
"Kau tahu, 'kan Sakura? Siapa aku di kota ini?" Kakashi melihat keponakannya tetap bungkam. Sepertinya kenyataan tentang purge membuat batin Sakura begitu terguncang. Kakashi menjadi merasa bersalah. "Paman adalah kepala kepolisian Los Angels. Entah sudah berapa banyak penjahat yang berurusan denganku. Baik itu yang sudah berhasil kulempar ke penjara, maupun yang berhasil lolos dariku. Mungkin berpuluh-puluh orang sociopath di luaran sana mengincar nyawaku malam ini. Kau paham, Sakura?"
Sakura mengangguk lemah.
Kakashi melanjutkan dan berusaha untuk tersenyum, "Hei, jangan takut begitu. Biar bagaimana pun, Paman adalah kepala kepolisian LA. Kau ingat? Mereka tidak akan mudah untuk menyakiti kita. Lagipula, belum tentu malam ini adalah malam sialku berurusan dengan 'purge'."
"Tapi, Paman. Maafkan aku," ujar Sakura lirih.
"Untuk apa?"
"M-maaf karena telah membuatmu khawatir dengan kedatanganku ke Amerika. A-aku tidak tahu kalau ada undang-undang semacam itu di negara ini. Bahkan aku datang di saat 'purge' akan dilaksanakan. Kau pasti sangat cemas, Paman. Maafkan aku." Sakura berucap gelisah. Di dahi, keringat mengalir hingga melewati alis matanya.
Sakura terengah-engah. Kakashi segera bangkit dari duduk dan memeluk keponakannya, berusaha menenangkan. Ia mengusap-usap helai rambut Sakura. "Sudahlah, jangan khawatir. Kau tak salah, Sakura."
Sakura berusaha untuk menahan agar air matanya tidak jatuh, tetapi ia tetap saja menangis. Sakura menggenggam erat salib pemberian Sasuke yang ia gantung di lehernya. Sekarang ia mulai meyakini bahwa benda itu adalah jimat.
Harusnya ia merasa tenang sebab Sasuke sudah menitip doanya pada salib itu agar Sakura selalu berada dalam perlindungan. Namun, ia tetap merasa takut. Kini Sakura benar-benar berharap bahwa ia akan bertemu dengan Sasuke. Mungkin dengan begitu ia akan merasa aman. Ya, kali ini Sakura benar-benar berharap.
Meski rembulan besar itu menyapa melalui sinar peraknya di langit malam, baru kali ini Sakura merasa ketakutan melihat rembulan itu begitu lama. Ia ingin malam ini segera berakhir, sungguh.
"Sasuke, kupikir ketakutanku bukanlah terletak pada ketiadaan rembulan lagi," batinnya pilu, "tapi aku sangat takut melewati satu malam purge dengan bulan yang terus bersinar. Semoga ... malam ini cepat berlalu."
Tbc....
KAMU SEDANG MEMBACA
Moon In The Purge
FanficSakura tidak pernah menyangka bahwa dirinya akan terjebak di malam 'purge' yang penuh darah. Niatnya pergi ke Amerika adalah untuk berlibur menjenguk pamannya, Kakashi. Namun, ia pergi di waktu yang tidak tepat. Yakni, ketika malam 'purge' dilaksana...