14. Deep Inside

6.4K 577 106
                                    

Malam-malam berlalu di Los Angeles bagi Sasori adalah bencana. Bertahun-tahun dirinya mengenal Sakura, baru kali ini ia melihat sang adik dalam kondisi seburuk ini. Kulit yang putih semakin pucat. Bibir yang dahulu merah merekah, kini kering. Rambut merah muda berkilau, berubah kusut. Bola mata bening cerah, tinggal sorot tanpa kehidupan.

Sakura memeluk lututnya sendiri di atas ranjang, mengabaikan kehadiran Sasori sejak sepuluh menit yang lalu.

"Hey," sapa Sasori.

Gadis itu menggeretakan giginya seperti orang menggigil. Sama sekali tak mendengarkan suara apa pun di sekitarnya. Sasori segera meletakan telapak tangannya di kening Sakura dan suhu tubuh sang adik tidak panas. Lalu Sasori menarik selimut, menutupi tubuh Sakura agar tidak kedinginan.

Sasori merangkul adiknya dan berusaha melihat wajah lusuh Sakura yang tertunduk.

"Masih dingin?" suara lembut Sasori di samping telinga Sakura.

Suara itu begitu lembut. Terlalu penuh perhatian. Sasori selalu berhasil membuat Sakura merasa aman. Gadis itu mengangkat kepalanya, yang ia tangkap kemudian adalah senyum Sasori menenangkannya.

"Selamat pagi, Sakura."

"Selamat pagi ... Kak Sasori."

"Sebelum aku ke mari, suster memberitahuku kalau kau tidak ingin mereka membantumu untuk mandi, ganti pakaian dan sarapan. Apa itu benar?"

"Aku...."

"Jadi itu benar? Mengapa?" tanya Sasori masih dengan kelembutannya.

"Aku takut," jawab Sakura.

Melihat beberapa suster dengan pakaian putih-putih, mengingatkan Sakura pada sekelompok gangster yang pernah menyerang dirinya dan mendiang Kakashi pada malam purge. Tiap kali para suster itu datang, Sakura selalu menolak dan berteriak histeris demi mengusir mereka semua. Hanya pihak keluarga yang bisa membuat Sakura tenang. Semalam, ibu dan ayahnya menjaga Sakura hingga pagi. Kini giliran Sasori untuk menjaga dan merawat gadis itu.

Hampir seminggu keluarga Haruno di Amerika dan mereka belum bisa menentukan kapan akan kembali ke Jepang. Satu hal yang pasti, sampai kondisi Sakura membaik.

"Kan Kakak ada di sini, kau tak perlu takut," ujar Sasori.

"Kau benar." Sakura akhirnya bisa tersenyum.

"Ayo, aku bantu kau membersihkan diri." Sasori membimbing Sakura menuju kamar mandi. Tangannya mengerat, tak berniat melepaskan genggaman tangan Sakura.

Sakura berdiri dia ambang pintu kamar mandi dengan tubuh lemasnya, memerhatikan Sasori yang berusaha mengisi bak mandi. Dan kembali lagi ke dalam ruangan untuk mengambil handuk kering, sebelum akhirnya menuntun Sakura ke dalam kamar mandi. Kemudian, menutup pintunya.

Tidak ada yang salah dengan ritual mandi itu. Hanya saja kesalahan yang sengaja Sasori buat adalah ikut masuk ke dalam kamar mandi bersama Sakura.

"Gosok gigimu dulu," ucap Sasori, menyodorkan sikat gigi yang sudah ia oles dengan odol.

Sakura tak membantah, ia melakukan apa yang Sasori katakan.

"Sekarang kau buka pakaianmu," perintah Sasori—lagi.

Dan Sakura tetap menuruti perintah kakaknya. Ia berusaha membuka baju dan Sasori hanya diam memerhatikan. Sakura yang sekarang berubah menjadi bodoh, membuka kancing bajunya sendiri saja ia tidak bisa. Tangannya hanya menarik-narik pakaiannya sembarangan. Bahkan, ia tampak frustrasi sendiri karena tidak bisa membuka kancing baju. Sakura begitu dilumuri oleh ego dan emosi. Erangan mengeluhnya terdengar lelah sampai Sakura ingin menangis.

Moon In The PurgeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang