💍1

4.9K 99 55
                                    

Vote sebelum baca yah
.
.
.
.
Maaf prolognya amburadul.
Tapi jangan bosan baca bagian awalnya sebelum kalian masuk konfliknya. Ok.

Ready ??
.
.
.
.
.
.
.
C
E
K
I
D
O
T
.
.
.
.
.
__1__

Riana berjalan pelan mengelilingi taman di pusat kota yang berada tidak jauh dari perumahan tempat ia tinggal. Kepalanya tertunduk menatap jalan, membiarkan rambut yang ia kuncir kuda sedikit berandatan akibat terpaan angin malam. Entah apa yang membuatnya ingin berjalan di taman malam-malam begini. Namun yang ia rasakan ada sebuah kebimbangan yang menyeruak dalam batin dan benaknya. Ucapan Reno di Cafe kemarin terus memenuhi isi kepalanya. Ia sama sekali tidak menyangka jika pria yang selalu dianggapnya sahabat itu ternyata menyimpan rasa padanya. Kata orang benar, bahwasanya 'tidak ada persahabatan yang tidak disertai dengan timbulnya rasa dari salah satu pihak'.

Pertanyaan Reno kemarin masih digantungkan jawaban oleh Riana. Bukan karena Reno tidak tampan, bukan karena Reno tidak tajir, bukan karena Reno tidak baik, namun Riana pernah berjanji pada dirinya sendiri bahwa akan menjadikan Reno sebagai sahabatnya, selamanya.

Kali ini Riana sedikit menambah kecepatan berjalannya, membuat angin malam semakin cepat pula menyentuh tubuhnya. Langit malam itu tampak sepi, tidak ada bintang. Hanya ada bulan yang separuh bagiannya tertutupi awan, menandakan sebentar lagi akan hujan. Desahan angin itu jelas terdengar meski banyak pengunjung lain yang juga sedang menikmati pemandangan taman kota tersebut.

Semakin lama langkah Riana semakin cepat, bukan berlari, namun berjalan cepat. Nafasnya pun mulai sedikit tak teratur, terengah-engah. Jantungnya tidak ketinggalan berpicu lebih kuat dari biasanya.

"Riana!!!" Seru seseorang yang terdengar tidak jauh darinya.

Riana sontak menghentikan langkahnya. Lantas mencari asal suara itu. Ia memutar balik badannya, melihat siapa sosok yang telah memanggil namanya.

Wajahnya tampak terkejut. "Delon,!!" Mata Riana membelalak, seakan tidak percaya bahwa pria yang di depannya itu adalah nyata.

"Aku mau bicara sebentar!." Tangan pria yang bernama Delon itu ingin meraih tangan Riana, namun dengan sigap perempuan itu menghindar.

"Mau apa kamu?" Suara Riana bergetar, seperti ada yang sedang tertahan.

Delon kembali menangkap tangan Riana dan menariknya ke arah toilet taman tersebut.

Riana tampak memberontak, berusaha melepaskan cengkraman tangan Delon yang begitu kuat dari tangannya. Namun tangan kecil Riana tentunya kalah tenaga dengan Delon.

Dengan sedikit berlari kecil, Riana berusaha menyeimbangi langkahnya dengan Delon yang memiliki langkah lebih lebar darinya. Ia merasa mungkin lebih baik ia ikut dengan Delon. Mencoba mendengarkan apa yang akan dikatakan Delon padanya. Mungkin saja ia punya penjelasan mengapa ia meninggalkan Riana tanpa alasan. Mengapa ia meninggalkannya dengan menyisahkan luka yang begitu perih.

Laki-laki itu mendorong tubuh Riana di tembok wc taman tersebut. Cukup sakit, sebab tulang pundaknya sedikit terbentur di tembok. Namun hal itu tidak berhasil mengalihkan perhatian Riana dari sosok laki-laki di hadapannya itu.

"Mau apa kamu?" Riana membuka suara, mengulang kembali pertanyaan beberapa detik yang lalu. Ia melirik di sekitarnya, sepi. Tidak ada orang yang berlalu lalang di sekitar wc tersebut. Muncul sedikit rasa takut yang dalam dirinya.

Delon menatap tajam ke arah Riana. Bak elang yang menusuk dengan tatapan yang seakan menelanjangi dirinya. Sedang telapak tangan kirinya sengaja disandarkan ke tembok tepat di samping kanan wajah Riana, sedangkan tangan kanannya memegang rahan milik perempuan itu.

"Mau apa kamu?" Lagi-lagi dengan ucapan yang sama. Jantungnya berdegup lebih cepat ketika wajah Delon semakin mendekat ke wajahnya. Nafas Riana pun kian memburu, tubuh ikut bergetar. Belaian Delon pada wajahnya dulu yang selalu membuat nyaman kini berubah, terasa seakan ingin mencengkram dan meremukkannya.

"Aku merindukanmu!" Desis Delon tepat di samping telinganya. Membuat tubuh Riana bergetar semakin hebat. Jantungnya seakan ingin keluar dari sweater yang ia kenakan.

Hembusan angin malam ikut semakin kencang, seakan bersekongkol dengan suasana hatinya yang semakin tidak tenang. Langit pun tidak kalah mendung, bulan sudah lenyap ditelan awan. Hanya ada suara guntur sebagai isyarat bahwa sebentar lagi akan turun hujan.

"Lepaskan aku!" Pinta Riana dengan suara bergetar. Bahkan lebih bergetar dari beberapa menit yang lalu.

Delon tersenyum sinis. "Aku tau, kamu tidak ingin aku lepas kan? Bukannya kamu tidak mau jauh dariku?" Tangan Delon kini mengelus rambut lurus Riana, mencium harum dan menikmati lembutnya rambut perempuan yang sudah berstatus sebagai mantan kekasihnya itu.

"Delon!" Pekik Riana kala tangan Delon semakin bermain dengan dirinya.

"Kamu menikmatinya?"

Riana menggeleng. Ia mulai memberontak, melepaskan diri.

"Jangan MUNAFIK!!!" Ucap Delon penuh penekanan pada kata terakhirnya, lebih tepatnya membentar Riana yang berhasil membuat perempuan itu bungkam.

"Kamu tau, sayang. Mengapa aku meninggalkanmu?." Wajah Delon senakin mendekat, menyisahkan jarak 2 cm dari wajah sendu Riana.

Mata Riana kini berkaca-kaca. Ia sudah tidak mampu melakukan apa-apa. Tubuhnya beku, dingin malam itu merombak masuk ke dalam darahnya. Namun panas yang ia rasakan dari hembusan nafas laki-laki di hadapannya itu membuat tubuhnya mengeluarkan keringat.

"Itu karena kamu tak lebih dari perempuan SAMPAH!!!"

Bersamaan dengan turunnya hujan, air mata Riana ikut menetes. Ucapan Delon seakan petir yang menyambar hatinya, hati yang paling dalam. Hati yang sudah patah dan kini kembali dihancurkan berkeping-keping.

"Cukup Delon!!!" Teriak Riana dengan mata tertutup, ia tidak ingin melihat sosok wajah mantan kekasihnya itu. Sudah cukup hancur perasaannya, ia tidak ingin lagi melihat sang peremuk hati itu.

Bugghh..

Tubuh pria itu tersungkur akibat satu pukulan keras mendarat tepat pada wajahnya.

Riana membuka mata. Ia mendapatkan Reno dengan sigap menarik kerah baju Delon, dan kembali memberikan satu pukulan yang tidak kalah keras dari pukulan pertama. Darah segar keluar dari sudut bibir laki-laki itu.

"Berani lo sentuh wanita gue?!" Reno mendorong keras tubuh Delon, yang kini terpakar di tanah. "Langkahin dulu mayat gue!"

Riana syok setengah mati. Kedatangan Delon malam itu sama sekali tidak terbayangkan dalam benaknya. Namun ia lebih tidak menyangka bahwa Reno berani mengucakan hal itu kepada Delon.

Riana bungkam, ia tidak tau apakah semua itu nyata atau hanya ilusi semata.

Setelah merasa puas memukul Delon hingga babak belur, Reno menghentikan aktivitasnya dari Delon dan berpindah ke perempuan yang ia pastikan tengah berdiri tegang, menganga, dan membisu setelah melihat apa yang barusan terjadi di hadapannya.

Reno melepas jaketnya, kemudian memasangkan pada tubuh Riana sebab hujan malam itu semakin deras. Taman pun sudah sepi, mungkin mereka mencari tempat berteduh atau memilih untuk pulang ke rumah masing-masing.

Reno tersenyum miring ke arah Riana."Ayo kita pulang tuan puteri." Reno menggandeng lengan Riana, sedang tangan yang tersisa menutupi kepala Riana agar tidak terkena langsung air hujan.

Riana menatap Reno leka-lekat dengan mata sendu.

"Kenapa sayang?" Reno bertanya sekenanya.

Riana menggeleng.

"Udah ah, yuk balik. Nanti kamu sakit."

***

Next nggk nih ??

Marriage With The Rude BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang