💍13

1.5K 37 6
                                    


******

"Riana!!" suara Reno nyaris berteriak, ketika menemukan Riana tergeletak tak sadarkan diri.

Dua buah kantong kresek yang berisi makanan dibiarkan terjatuh di lantai, tak peduli dengan apapun, dengan sigap Reno membopong Riana masuk ke dalam mobil dan segera membawanya ke rumah sakit.

Reno gelisah, ia terus melajukan mobilnya dengan perasaan tidak tenang. Ada sebersik rasa bersalah yang menggerogoti hatinya. "Sejak kapan Riana pingsan?" sebuah pertanyaan yang memenuhi pikiran Reno yang mungkin akan terjawab setelah Riana sadar.

Diliriknya wanita yang terbaring di jok tengah, wajahnya pucat, rambutnya acak-acakan, sesekali tubuh lemasnya ikut goyang ketika Reno menginjak rem dan menancap gas mobilnya. Reno bisa melihat betapa menyedihkannya perempuan itu, ia tidak terawat, ia seperti hancur dan tidak lagi peduli dengan hidupnya. Reno tau itu adalah hasil perbuatannya karena sudah mengurung Riana di dalam kamar, tapi Reno pikir itu adalah bagian pembalasannya, bahkan jauh dari kata cukup untuk membalaskan dendamnya. Namun apakah yang Reno lakukan adalah hal yang sudah tepat?

"Dokter... Dok... Tolong tunangan saya!!" teriak Reno ketika sudah sampai di rumah sakit.

Beberapa suster dengan cepat membawa Riana untuk segera masuk ke dalam ruang UGD yang kemudian diikuti oleh Reno.

"Tunggu sebentar yah, Pak! Kami akan segera menangani pasien." ujar suster itu sebelum masuk ke dalam ruangan yang kemudian dijawab anggukan oleh Reno.

Waktu terasa begitu lambat, Reno sudah lelah menunggu dokter memeriksa Riana, namun tak kunjung memberi tanda bahwa pemeriksaan sudah selesai. Perasaannya kalut, khawatir? Tentu ia khawatir. Bagaimanapun Riana tetaplah istrinya, ia tidak ingin di cap sebagai suami yang melakukan kekerasan kepada istrinya, tapi bukankah tujuan awal menikahi Riana memang untuk menghancurkannya?

Suara pintu UGD berdecit menandakan bahwa seseorang sedang keluar dari ruangan itu.

"Bagaimana dengan tuangan saya, Dok?" tanya Reno.

"Mari ke ruangan saya. Ada yang ingin saya bicarakan dengan anda tentang ibu Riana." ujar dokter tersebut yang kemudian dijawab anggukan oleh Reno.

Dokter kemudian berjalan mendahului dan diikuti Reno di belakangnya.

"Begini, Pak Reno. Keadaan ibu Riana cukup drop, sepertinya ia sedang banyak pikiran dan sedang dalam keadaan putus asa. Ibu Riana seharusnya lebih banyak istirahat dan tidak perlu dibebankan berbagai masalah dulu, karena ini akan berdampak bagi dirinya dan bagi janinnya."jelas dokter tersebut.

Reno menelan ludahnya. "Janin?" tanyanya kembali memastikan.

"Iya, Pak. Ibu Riana sedang hamil."

****

Riana mengerjap-ngerjapkan matanya, berusaha melawan cahaya lampu yang begitu menyoroti matanya. Kepalanya masih terasa pusing, seluruh badannya pun terasa ngilu, benar-benar lelah.

Setelah matanya terbuka sempurna, Riana memutar pandangannya di sekeliling ruangan, putih dan berbau obat. Ia sudah mampu menebak bahwa ia sedang berada di rumah sakit, ditambah lagi dengan infus yang tertancap rapi di tangannya.

Riana membuang napas berat, setelah beberapa hari terkurung di kamar nerakanya, akhirnya ia bisa menghirup udara segar meski bau obat yang cukup menyengat. Menurut Riana, bau obat sudah lebih baik daripada ia menderita di kamar itu.

Ia berusaha mengingat-ingat semua yang sudah terjadi padanya, ia menangis, kepalanya sangat sakit dan tidak sadarkan diri. Lalu siapa yang sudah membawanya ke rumah sakit? Sebuah pertanyaan yang mulai mengisi pikirannya.

Marriage With The Rude BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang