💍15

1.8K 40 6
                                    

***

Riana mengerjapkan matanya, cahaya yang menerobos masuk ke dalam jendela mampu memaksa matanya untuk segera terbuka, memaksa perempuan itu untuk melihat cahayanya yang siap menerangi bumi, menerangi kehidupan setiap manusia di bumi.

"Selamat pagi Ibu Riana," sapa suster yang sedang mengecek perkembangan kondisinya hari ini.

Riana tersenyum kecil, "pagi, sus." balasnya.

"Kondisi Ibu sudah lumayan dari kemarin tapi Ibu masih harus lebih banyak istirahat dan jangan sampai memikirkan banyak masalah dulu. Untuk masalah janin ibu, kita butuh beberapa hari dulu untuk memantau perkembangannya." jelasnya setelah selesai memeriksa Riana.

"Itu berarti saya harus lebih lama lagi di sini?" tanya Riana, ia teringat kembali bahwa ia harus segera pergi jauh dari jangkauan Reno.

Suster itu menggeleng pelan dengan senyumnya yang terus mengembang. "Iya Ibu, anda harus dirawat beberapa hari dulu!" jawab suster. "Kalau begitu saya permisi dulu." pamitnya.

Riana memegang kepalanya sedikit frustasi, ia tidak akan bisa tenang jika terus berada di rumah sakit ini. Ia harus pergi apapun alasannya dan apapun caranya.

"Ahhh," lirihnya, ketika mencoba melepas jarum infus yang menancap di punggung tangannya. Sakit, namun tidak sebanding dengan penderitaannya selama ini. Perlakuan Reno kepadanya berhasil membentuk sebuah trauma dalam benak dan batinnya.

Dengan langkah gontai, tubuh sempoyongan dan napas terengah, Riana terus berusaha melangkahkan kakinya yang terasa begitu lemas dan kepala yang terasa berat.

"Riana??"

Riana yang mendengar namanya dipanggil sontak menghentikkan langkahnya, mencari asal suara.

"Delon?" Riana terlonjak kaget ketika melihat sosok pria yang pernah melukai hatinya dulu.

"Kamu kenapa? Kamu sakit?" Delon melangkah mendekati Riana, suaranya pelan, wajahnya menyiratkan kekhawatiran.

Riana segera menggeleng. "Gak, aku gak apa-apa," bohongnya.

Ia segera melanjutkan langkahnya, meninggalkan Delon yang masih terus menatapnya. Sementar kepalanya semakin terasa pusing dan berat, pandangannya memburam, seluruh tubuhnya melemat. Riana nyaris saja ambruk jika tidak segera ditahan oleh Delon.

"Kamu tidak sedang baik-baik saja, Riana!" suara Delon sedikit meninggi setelah mengetahui bahwa Riana membohonginya.

"Aku mau pergi dari sini!" Riana terus memaksa untuk berjalan, ia menepis genggaman Delon pada tubuhnya.

"Biar aku bantu." ujar Delon tulus.

Kepala Riana kembali menggeleng. "Gak usah, Delon!" bentaknya. Ia tidak ingin dibantu oleh orang yang pernah menyimpan luka di hatinya.

"Dengar aku!! Dengar aku Riana!!" bentak Delon, membuat tubuh Riana mendiam. Dadanya jelas terlihat naik turun, menandakan napasnya tidak teratur.

"AKU GAK AKAN MENYAKITI KAMU! AKU JANJI!!" Delon meraih Riana, memeluknya erat.

***

Pagi-pagi buta, Reno memarkir mobilnya di halaman rumah. Setelah menghabiskan waktunya semalaman dengan Ann, Reno memutuskan pulang. Ia merasa sangat lelah. Ia butuh istirahat.

Langkahnya terhenti ketika menyadari Melani duduk di ruang tamu, sepertinya wanita paruh baya itu sedang menunggunya pulang.

"Dari mana?" tanya Meladi dengan tatapan mengintrogasi.

Dengan tenang Reno membuka jasnya, meletakkannya di sofa kemudian ikut duduk di samping mamanya. "Nginap di apartemen." jawabnya singkat sembari membuka jam tangannya.

Marriage With The Rude BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang