💍16

1.1K 31 3
                                    

***

Hari sudah mulai petang, warna biru si sisi barat sudah berganti dengan warna jingga, mentari sudah siap tenggelam, digantikan posisinya oleh bulan. Cahaya jingga itu terlihat jelas dari jendela sebuah apartemen yang mengarah ke barat. Seolah ingin memecah kaca jendela dengan keindahannya.

Riana duduk di pinggir kasur. Pandangannya menatap lurus ke bawah dengan tangan yang terus memainkan bajunya. Beberapa jam yang lalu ia sudah mulai tenang, sudah mulai merasa aman tanpa ada teror dari Reno.

Sementara Delon dengan kaus putih dan celana pendeknya, baru saja selesai membuat susu coklat panas untuk Riana.

"Ini, diminum dulu!" ucapnya memberikan segelas susu kepada Riana.

Riana mendongak, menatap sejenak wajah Delon kemudian meraih gelas susu tersebut. "Terima kasih," ujarnya. Ia kemudian menyeruput sedikit susu coklat itu.

"Kamu sudah mulai tenang kan?" tanya Delon yang ikut duduk di sampingnya.

Riana mengangguk, kedua sudut bibirnya tertarik, membentuk lekukan yang terlihat manis.

"Untuk sementara kamu bisa tinggal di sini sama aku. Aku janji gak akan terjadi apa-apa sama kamu." ucap Delon menenangkan, nada bicaranya terdengar berjanji, meyakinkan Riana untuk percaya padanya.

***

Reno mengacak-acak rambutnya frustasi. Ada rasa yang menyakitkan ketika mengetahui bahwa Riana tidak berada di ruang inapnya, bahwa wanita itu pergi tanpa sepengetahuannya. Rasa penyesalan semakin mendalam di hayinya. Bayangan Riana yang membencinya selalu menghantui pikirannya.

"Permisi suster, pasien di ruangan ini kok gak ada ya?" tanya Reno kepada salah satu suster yang lewat.

Suster itu tampak berpikir sejenak, "kalau saya tidak salah, tadi dia dibawa pergi sama seorang laki-laki, Mas." jawab suster itu berusaha mengingat.

Alis Reno mengerut, terkejut dengan perkataan suster. "Siapa cowoknya?" tanya Reno penuh selidik.

Suster tersebut menggeleng. "Saya kurang tau, Mas."

Reno membuang napasnya berat, kecewa dengan jawaban suster.

"Kalau begitu saya permisi dulu." Pamit suster itu sebelum meninggalkan Reno dan Melina dengan perasaan semakin tidak tenang.

Reno kemudian duduk di kursi tunggu, mengusap wajahnya berkali-kali. Ia bingung harus mencari Riana ke mana. Menghilangnya perempuan itu membuatnya tertekan, ditambah lagi bahwa Riana pergi dengan laki-laki membuat hatinya semakin tidak keruan. Berbagai macam rasa seolah mengaduk-aduk batinnya.

Berkali-kali Reno menghembuskan napas dengan kasar. Ia tidak bisa tenang. Namun kerutan di bawah matanya menandakan bahwa laki-laki itu butuh istirahat untuk menenangkan sejenak benak dan batinnya.

Melani kemudian ikut duduk di samping Reno, mengusap punggungnya pelan. "Kamu tampaknya kurang istirahat. Kita pulang dulu, yuk! Besok kita cari Riana."

Reno membuang napas berat, ia tidak akan tenang sebelum menemukan Riana.

"Aku harus cari Riana dulu!" Reno bangkit dari duduknya. "Aku antar mama pulang dulu yah." sambungnya.

Melani tampak berpikir panjang sebeluk mengiyakan ucapan anaknya.

***

Riana berbaring di sudut ranjang, memejamkan matanya dan menenangkan kepalanya. Pikirannya kalut, ia bingung apakah keputusannya untuk ikut dengan Delon adalah hal yang benar, padahal dulu Delon sudah berbuat jahat padanya. Apakah Delon sudah benar-benar berubah atau mungkin kebaikan Delon hanya merupakan salah satu rencana busuknya untuk mencelakai Riana. Tapi bagaimanapun itu, setidaknya ia sudah bebas dari kurungan Reno dan memiliki kesempatan untuk pergi jauh dari Reno. Ditambah lagi dengan bayi yang dikandungnya yang semakin memicu semangat dari dalam dirinya. Ia harus kuat demi janin di perutnya. Ia harus jadi ibu yang baik meski tanpa seorang suami.

"Aku siapkan handuk dan pakaian untuk kamu mandi." suara berat Delon terdengar dari balik punggunya. Mungkin ia terlalu lelah atau terlalu sibuk berpikir hingga ia tidak menyadari keberadaan Delon di belakangnya.

Riana membalikkan tubuhnya. "Sejak kapan kamu di sini?" tanya Riana sembari bangkit dari posisi tidurnya.

"Beberapa detik yang lalu," jawab Delon dengan senyum yang terbentuk di bibirnya. Ia berjalan menghampiri Riana dan duduk di tepi ranjang.

"Maaf Delon, keberadaanku di sini membuatmu susah." Riana tertunduk.

Kedua tangan Delon menggenggam tangan Riana, di tatapnya dalam-dalam perempuan yang pernah menjadi kekasihnya itu. "Justru aku senang kamu di sini. Setidaknya dengan kamu tinggal di sini bersamaku rasa bersalahku terhadap apa yang aku lakukan kepadamu dulu sedikit bisa terobati, meski aku tau kesalahan yang pernah aku lakukan tidak akan pernah termaafkan." jelas Delon dengan raut wajah serius.

Riana terdiam, tidak tau harus berkata apa. Kalimat yang dilontarkan Delon seolah membuatnya bisu. Kalimat itu singkat, namun mampu menembus hatinya, membuatnya yakin bahwa Delon sudah benar-benar berubah.

"Jadi mulai sekarang apapun yang kamu butuhkan aku akan selalu ada untukmu." Delon memeluk Riana, mendekap perempuan itu dengan segenap rasa cintanya yang kembali tumbuh dihatinya. Delon tidak mampu menyangkal bahwa Riana memang selalu membuatnya jatuh cinta. Ia tau, sangat kecil harapan untuk kembali kepada Riana dan mendapatkan cinta perempuan itu lagi. Namun ia akan selalu ada untuk Riana, karena hanya dengan cara itu ia bisa menebus rasa bersalah yang ia rasakan.

Delon semakin mempererat pelukannya. Ia rindu memeluk Riana seperti itu. Ia rindu ada Riana dalam pelukannya. Ia rindu sosok Riana yang sempat hilang dalam hidupnya. Ingin rasanya Delon mengutarakan yang ia rasakan, namun ia mencoba untuk menahan rasanya hingga tiba pada waktu yang tepat.

****

Reno sibuk mengaduk-aduk makanannya, pandangannya kosong ke arah depan tanpa peduli sosok wanita yang duduk di depannya yang sedang lahap memakan makanannya.

Pikiran Reno melayang-layang ke langit. Wanita yang mengaku dirinya bernama Ann itu benar-benar mirip dengan Alley. Seberapa kuat Reno membantah bahwa Ann bukanlah Alley sekuat itu juga rasa cintanya tumbuh kepada Ann. Sosok Ann benar-benar membuatnya merasakan bahwa Alley ada di sampingnya. Memandang Ann membuat rindunya kepada Alley terobati. Menatap mata Ann membuat perasaan gelisahnya selama ini meredah. Semua perihal rasa kehilangan Alley lenyap semenjak sosok Ann datang dalam hidupnya. Alley sudah ada di hadapannya saat ini, dan ia tidak akan melepaskannya lagi. Tidak akan.

"Apakah masih ada kesempatan untukku untuk mengisi hatimu?" tanya Reno, tangannya kini menggenggam tangan Ann.

Ann tersenyum miring. "Selama janur kuning belum melengkung, kenapa tidak?!"

Kedua sudut bibir Reno berhasil tertarik membentuk lekukan. Rasa lega yang ia rasakan setelah mendengar ucapan Ann yang memberikan tanda bahwa ia masih punya kesempatan untuk bisa memiliki wanita itu. Ia harus membuktikan bahwa ia jauh lebih baik daripada laki-laki yang ada di club bersama Ann beberapa malam yang lalu. Dan ia pasti bisa mendapatkan hati Ann dan hidup bahagia bersama Ann seperti yang ia mimpikan dulu di mana hidup bahagia bersama Alley.

****

Okeyyyyyy... Ini chapter selanjutnya setelah sekian lama.....
Sebenarnya aku sendiri bingung. Hati Reno sebenarnya ada di mana sih. Riana atau Ann atau mungkin Alley. Komen pendapat kalian yahhhhh!!!!!!!

Marriage With The Rude BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang