💍18

1.6K 33 7
                                    


***

"Ren," panggil Ann. Tangan Reno yang tadinya tinggal beberapa centimeter dari pintu tertahan ketika Ann keluar dari toilet ketiga.

"Gimana? Udah baikan?"

Ann mengangguk. "Lumayan, tapi masih agak pengen muntah. Kita pulang aja yuk!" raut wajah Ann berubah lemas. Reno kemudian mengangguk mengiyakan permintaan Ann untuk segera pulang.

"Kamu alergi udang?" tanya Reno ketika mereka berada di perjalanan ke apartemen Ann.

"Iya," jawab Ann singkat dengan anggukan.

Reno sangat kenal dengan Alley, Alley tidak alergi dengan udang justru perempuan itu suka makan udang, namun mengapa Ann alergi dengan udang. Reno semakin dilema, ia ingin percaya bahwa Ann adalah Alley karena wajah mereka benar-benar sangat mirip, namun ia juga tidak percaya sebab tingkah dan sifat Ann sangat berbeda dengan Alley.

***

"Kamu gak apa-apa?" wajah panik Delon menyambut Riana ketika baru saja selesai dari toilet.

"Enggak apa-apa kok, mungkin cuma masuk angin." Riana kemudian duduk di tempatnya, menghabiskan green teanya yang setengahnya sudah keluar dari perutnya.

"Kita pulang aja yuk, kamu istirahat saja dulu." ajak Delon yang kemudian menuntun Riana masuk ke dalam mobil.

"Delon," panggil Riana ketika mereka sudah di perjalanan pulang.

"Iya?"

"Hmm," Riana tampak ragu untuk berbicara.

"Kamu kenapa?"

"Aku lagi kepengen mangga muda."

Delon terkikik pelan. "Enggak salah kamu mau makan mangga malam-malam begini?" Delon melanjutkan tawanya "Kayak lagi ngidam aja."

Ngidam?

Sepanjang perjalanan, Riana terus memikirkan satu kata yang terlontarkan dari bibir Delon. Apa dia benar-benar ngidam? Bagaimana kalau Delon tau kalau dia hamil? Apakah ia harus memberitahukan semua orang bahwa ia hamil?

Tidak mengambil waktu lama untuk Riana dan Delon sampai di apartemen. Kini mereka sudah berada di lift untuk naik ke lantai 9 di mana apartemen Delon berada. Riana melangkah lebih dulu ketika pintu lift sudah terbuka sementara Delon mengekor di belakangnya.

Sementara Reno baru saja keluar dari apartemen Ann berniat untuk membelikan makan malam untuk perempuan itu karena tidak sempat makan di cafe tadi. Ia berjalan tepat beberapa meter dari Delon yang berjalan di depannya. Reno yang menyadari bahwa yang berjalan di depannya itu adalah Delon kini mengikuti kemana laki-laki itu melangkah. Ia bisa melihat samar-samar seorang perempuan yang berjalan tepat di depan Delon.

"Reno!!" panggil Ann. Reno menoleh. Pandangannya menangkap Ann yang berdiri di depan pintu apartemennya.

"Beliin burger juga yah!!" pinta Ann yang kini berjarak 6 meter dengan Reno.

"Huueeekk," Riana kembali mual. Ia berlari masuk ke dalam apatemen Delon dan segera diikuti oleh Delon.

"Delon!!" Panggil Reno membuat Delon menghentikan aktifitasnya ketika pria itu sudah menutup setengah pintunya apartemennya.

"Reno?" Delon menyipirkan matanya, memastikan bahwa yang dihadapannya saat itu adakah Reno.

Reno tersenyum licik. "Siapa perempuan yang lo hamili itu?"

Delon menaikkan sebelah alisnya. "Apa maksud lo?"

"Lo kira gue gak denger cewek lo mual?" sarkas Reno.

Sementara itu, Riana berdiri di belakang pintu, memasang kemampuan pendengarannya baik-baik untuk mendengar percakapan Reno dan Delon. Sebenarnya ia tidak mual, itu hanya alibinya saja untuk segera masuk ke dalam apartemen agar Reno tidak melihatnya. Ia panik ketika mendengar nama Reno di sebut. Meskipun banyak orang yang bernama Reno tapi Riana yakin bahwa Reno yang disebut namanya itu adalah Reno tunangannya. Ia sendiri tidak mengerti mengapa Reno tiba-tiba berada di sana.

Dengan jantung yang benar-benar berdegup sangat cepat, ia menunggu kalimat yang akan diucapkan oleh Delon. Mungkinkah Delon akan jujur bahwa beberapa hari terakhir ini tinggal bersama pria itu.

"Ohh, cewek itu?" ucap Delon lebih sarkas. "Bukan urusan lo."

Reno diam. Ia menatap Delon lekat-lekat, tatapan penuh kebencian. Wajahnya memerah, tangannya mengepal.

"Bukannya lo udah tunangan sama Riana? Kok dia gak bareng sama lo?"

Ucapan Delon berhasil melemaskan semua otot-ototnya, berhasil mengenai ulu hatinya. Gertakan itu menembus dadanya yang paling dalam. Reno tidak mampu bergeming lagi. Ia memilih pergi dari hadapan Delon. Ia memilih pulang, tidak lagi berniat membelikan makanan untuk Ann.

Delon kemudian masuk ke dalam apartemen dan menemukan Riana jongkok sambil menangis samping pintu.

"Kamu kenapa? Kok nangis?" Delon mengangkat tubuh Riana agara bangkit dari posisi jongkoknya. Diraihnya tubuh perempuan itu dan ditenggelamkannya ke dalam.pelukannya, berharap ia mampu menciptakan kehangatan yang akan menenangkan hati Riana. "Reno udah pergi kok. Aku kan sudah janji bakal jaga kamu di sini. Aku gak akan bilang ke Reno kalau kamu ada di sini sebelum kamu siap."

Tangisan Riana malah semakin meledak, bukannya malah tenang. Riana memeluk tubuh Delon erat, sangat erat. Delon bisa merasakan tubuh perempuan itu bergetar, ia tahu bahwa Riana takut, sangat takut. Namun ia tidak akan membiarkan kejadian itu terus terjadi. Ia akan melakukan segala cara untuk membahagiakan Riana.

"Sudah, sudah, cup cup! Jangan nangis lagi!! Sekarang kamu tidur yah!!" Delon membimbing Riana berjalan ke arah kasur. "Kamu istirahat, jangan terlalu banyak pikiran dulu. Gak baik buat kesehatanmu." Delon meraih selimut kemudian menyelimuti Riana. Ia mengecup puncak kepala perempuan itu.

"Selamat malam." Delon menatap Riana yang kini sudah memejamkan matanya. Ia hampir lupa untuk mencarikan mangga muda seperti yang diinginkan Riana. Delon kemudian meraih kunci mobilnya dan segera keluar untuk mencari mangga muda.

***

Riana terbangun dari tidurnya. Ia menatap sekeliling namun masih gelap, ia pikir sudah pagi. Pandangannya melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 2 dini hari. Tenggorokannya terasa kering. Ia kemudian bangkit, berniat ke dapur untuk minum. Selama perjalanannya ke dapur ia tidak menemukan batang hidung Delon yang biasanya tidur di depan tv.

"Delon!" panggilnya dengan suara serak. Tidak ada jawaban.

"Delonn!!" masih tidak ada jawaban.

"Delon ke mana sih?" Riana kemudian kembali ke kasur, mencari ponselnya untuk menghubungi Delon.

Jemarinya menekan-nekan ponselnya, mencari kontak pria itu dan segera menyambungkannya.

Tuuuutttt

Tuuuuutttt

"Nomor yang anda tuju tidak menjawab-"

Riana kembali mencoba menghubungi Delon.

Tuuuuutt

Ttuuuuuurtt

"Nomor yang anda-"

"Cckkk." Riana berdecak kesal sekaligus khawatir. "Ayo dong angkat!!!" Riana kembali mencoba menghubungi Delon.

Tttuuuttt

Tuuuuttt

Riana tiba-tiba dikagetkan dengan suara seseorang yang sedang berusaha membuka pintu apartemen dari luar.

Cllekkkk

Pintu apartemen terbuka. Terlihatlah batang hidung pria yang dicari Riana sedang berdiri di ambang pintu dengan menggenggam kantong kresek di tangan kirinya, tidak lupa dengan senyum tipisnya. Riana bisa melihat jelas sosok Delon meski cahaya apartemen yang remang-remang. Meskipun terlihat seram, tetapi Riana senang karena orang yang dikhawatirkannya sudah di depan mata.

****

Marriage With The Rude BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang