💍9

1.5K 76 8
                                    


Saya berjanji, akan menekat vote dan mengisi kolom komentar setelah membaca cerita ini.

***

Riana terbangun ketika kicauan burung mengusik tidur nyenyaknya. Matahari pagi sudah menerobos masuk melalui cela cendela. Ia kemudian bangkit dari tempat tidurnya, menyadari bahwa ia berada di dalam kamar. Padahal semalam ketika sedang menunggu Reno pulang, ia tertidur di sofa ruang tamu. Menyadari hal itu, ia lantas mencari sosok Reno, laki-laki yang di tunggunya semalaman.

Riana menatap seluruh sisi kamar, namun ia tidak menemukan Reno di sana. Dengan sisa make up yang masih menempel di wajahnya Riana menuruni anak tangga untuk mencari Reno di lantai dasar.

"Pagi sayang," sapa Melani, ketika mereka berpapasan di tangga.

"Pagi ma," balas Riana dengan sopan, dan kembali melanjutkan langkahnya turun. "Reno belum pulang?"

"Udah tuh, lagi sarapan di bawah sama sekretarisnya." jawab Melani sebelum melanjutkan langkahnya.

Sekretaris??

Riana terdiam sejenak, kemudian kembali menuruni anak tangga.

Riana melangkah pelan menuju ruang makan, dari beberapa meter ia sudah mendengar samar-samar suara Reno dan seorang perempuan yang sedang berbincang diselangi tawa kecil di antara mereka. Tampaknya kedua insan itu sedang membahas sesuatu yang lumayan seru, membuat Riana sempat ragu untuk mendekati mereka. Namun rasa penasarannya lebih besar dari segala rasa yang lain, ia harus tau apa yang sedang mereka bicarakan.

Dengan memasang mental yang kuat Riana berjalan mendekati mereka.

Sudut mata Riana bisa melihat mata Reno yang menatapnya ketika ia sudah berada di ruang makan. Riana sangat berharap Reno akan mengucapkan selamat pagi dan mengajaknya untuk sarapan bersama. Namun sayang, Reno hanya meliriknya dan kembali menatap perempuan di hadapannya itu. Seolah Riana adalah bayangan, sosok yabg tidak terlihat, atau lebih tepatnya tidak dianggap.

Sakit, tentu terasa di dalam hatinya. Siapa yang tidak terluka jika tunangan kita lebih memerhatikan perempuan lain daripada tunangannya sendiri.

Riana memejamkan matanya sejenak, kemudian melangkahkan kaki mendekat ke meja makan.

"Selamat pagi," sapa Riana, ketika ia sudah berdiri di sudut meja.

Reno dan perempuan itu menoleh ke arah Riana nyaris bersamaan. "Ini siapa mas, pembantu kamu?" tanya perempuan itu sekenanya.

Reno terdiam, begitu pula dengan Riana yang tidak menyangka dengan pertanyaan perempuan itu.

Reno menatap Riana sejenak, dan kembali menatao perempuan itu, lagi. "Dia Al, tunanganku."

Perempuan itu mengangkat sebelah alisnya setelah mendengar jawaban dari Reno. Ia kemudian menatap Riana, menelusuri ujung kaki hingga ujung kepala Riana dengan tatapan tidak suka.

Pandangan Riana menatap perempuan itu dengan geram. Harga dirinya terasa dijatuhkan, dan Reno tak kunjung angkat bicara untuk membelanya. Seolah ia berada di pihak perempuan itu.

Mata Riana terasa panas, seperti ada air yang membendung di sana. Sebelun air matanya menetes ia bergegas pergi dari ruang makan dan berlari menaiki anak tangga menuju kamarnya.

***

Reno menatap gusar ke seluruh sisi club. Dentuman musik semakin membuat kepalanya pusing. Sudah berapa banyak gelas wine yang ia habiskan, membuat dirinya setengah sadar.

Wanita yang biasanya ia lihat di club tersebut tiba-tiba menghilang malam itu. Reno terkadang pulang malam karena ia selalu menyempatkan diri ke club, tidak berdansa, tidak menyentuh ataupun meminum alkohol, namun hanya untuk menikmati pesona wanita yang ia kira adalah kekasihnya, ralat mantan kekasihnya. Namun malam itu, matanya tidak lagi menangkap batang hidung wanita itu.

Marriage With The Rude BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang