💍11

1.7K 36 0
                                    


***

Di dalam kamar yang pengap, barang-barang berserakan di mana-mana, di situlah Riana sedang duduk di sudut sembari memeluk lututnya. Kondisi perempuan itu begitu memprihatinkan, rambuknya yang acak-acakan, bajunya lusuh, wajahnya sendu. Ia seperti kehilangan tujuan dalam hidup.

Sejak kemarin, ia terkurung dalam kamar. Reno hanya akan mengantarkan makanan dan minuman kepadanya. Seharian itu, Riana hanya mandi di kamar mandi yang ada di dalam kamar, makan, dan minum. Ia tidak bisa tidur ataupun sekadar menenangkan diri. Perasaannya hancur berkeping keping.

Semalam, Reno telah melakukan hal senonoh padanya. Melukainya, memukulnya dan merusak harga dirinya, terlebih lagi ia dan Reno belum sah sebagai suami istri.

Riana frustasi, ia lelah dengan sikap Reno. Ia harus keluar dari rumah itu. Sebelum semuanya terlambat. Sebelum ia tidak akan bisa lagi terlepas dari ikatan Reno. Sebelum Reno benar-benar menghancurkannya.

Riana melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 10 pagi, berarti Reno sudah berangkat kerja beberapa jam yang lalu. Ia kemudian memutar otaknya, mencari jalan keluar untuk segera pergi dari tempat itu. Mumpung Reno sedang tidak di rumah dan Melani yang belum juga pulang dari luar kota.

Ia melangkah gontai mendekati jendela besar kamarnya. Jendela yang besar dengan lengkungan besi yang menjadi hiasan jendela tersebut. Ia kemudian berusaha membukanya, namun nihil jendelanya terkunci. Reno pasti sudah mengunji jendela tersebut agar ia tidak bisa melarikan diri.

Riana mengacak-acak rambutnya. "Arggghhhh!!!!" teriaknya sekencang-kencang mungkin. Ia menukul jendela itu, melampiaskan emosinya yang sudah meluap-luap.

Dilihatnya sekeliling ruangan, mencari alat berat yang bisa digunakan untuk memecahkan kaca jendela itu. Ia memutar pandangannya, kemudian berjalan mendekati meja rias dan mengambil kursi besi yang berada di depan meja tersebut.

Dipukulnya jendela kaca itu dengan keras, Riana mengeluarkan tenaganya yang paling kuat. Dipukulnya berkali-kali hingga akhirnya jendela itu retak, namun tidak pecah. Riana kembali memukul-mukul jendela itu yang tampaknya begitu kuat itu. Namun lagi, lagi, kaca jendela itu hanya menciptakan retakan kecil. Sama sekali tidak memungkinkan untuk melarikan diri.

Perempuan itu putus asa. Dengan tarikan nafas beratnya menunjukkan bahwa ia sudah lelah. Menangis sehari semalam sudah mampu menguras segala tenaganya, ditambah lagi dengan beban pikiran yang harus ia tanggung.

Ia rindu dengan ibunya, ia rindu dengan sang ayah. Kedua orang tuanya akan selalu ada untuknya, dan tidak akan membiarkan siapapun untuk melukainya. Namun sekarang, tidak ada yang mampu menolongnya. Semuanya terbuai dengan ucapan manis Reno, termasuk dirinya.

"Ibu..." panggilnya. Riana menyandarkan tubuhnya di tembok, menenangkan nafasnya yang tidak teratur. Ia rindu dengan hidupnya yang bebas. Ia rindu dengan udara luar yang selalu menyajikan keindahannya untuk Riana pandang. Ia rindu dengan hidupnya yang dulu. Tidak ada lagi air mata yang keluar, sudah terlalu banyak yang sudah ia tumpahkan semalaman.

***

"Tante, boneka Alya mana?" tanya gadis kecil yang tampak kebingungan mencari bonekanya.

"Tante enggak liat tuh sayang." ujar wanita itu sembari menyisir rambutnya di depan meja rias. "Coba kamu cari di depan TV, siapa tau tertinggal di sana.

Gadis yang bernama Alya itu kemudian menuruti ucapan wanita itu untuk mencari bonekanya di ruang tengah.

Ia menatap dirinya lekat-lekat, memperhatikan dan membandingkan pantulan dirinya di cermin dengan sebuah foto seorang wanita yang terpajang di atas meja rias itu.

"Operasi plastikku tampaknya berhasil." ujarnya tersenyum. "Tidak sia-sia aku mengorbankan uang sebanyak itu." ucapnya lagi berpuas diri.

"Beberapa langkah sudah berhasil. Akan ku buat ia terbuau denganku. Akan ku buat ia mengejarku dan ku buat hidupnya hancur. Sama seperti ia menghancurkan hidupmu."

***

Riana mendengar seseorang dari luar yang sedang membuka kunci pintu kamarnya, dan ia yakin itu adalah Reno. Semenjak Reno mengurungnya, laki-laki itu selalu menyempatkan waktunya untuk pulang dan mengantarkan makanan untuknya, mengingat di rumah tersebut tidak ada pembantu dan Melani belum pulang dari luar kota.

Beberapa dekit kemudian, muncullah Reno dari balik pintu dengan dua kantong plastik yang ia bawa. Riana yakin lagi bahwa itu adalah makanan yang Reno belikan untuknya. Laki-laki itu selalu membelikannya makanan yang mahal, bahkan hampir semua adalah makanan kesukaannya, namun semenjak terkurung Riana tidak pernah menikmati makanan mahal tersebut, sekalipun itu adalah makanan yang paling ia sukai.

Riana bangkit dari posisinya, kemudian perlahan berjalan mendekati laki-laki itu. Ia menatap Reno dengan tajam, penuh kebencian.

"Ini makan siangmu, makanlah!!" ujar Reno, ia mengulurkan tangannya menyerahkan dua kantong plastik itu.

Namun Riana tidak mengubris, ia membiarkan tangan Reno terus terulur. Mereka saling menatap satu sama lain. Reno dengan tatapan datarnya dan Riana dengan tatapan kebenciannya.

"Aku enggak butuh makanan mahalmu!!" jerit Riana sambil menarik kantong plastik tersebut dan melemparnya ke lantai. "Aku mau keluar dari sini!!" teriak Riana. "Aku mau keluar!!!!"

Plakkk

Satu tamparan mendarat di pipi keri Riana. Perih, sakit, panas, itulah yang Riana rasakan. Tamparan itu begitu keras, begitu terasa hingga ke tulang pipinya. Namun sakit di pipinya tidak akan sebanding dengan luka di hatinya.

"Dasar wanita enggak tau di untung!!" sarkas Reno. "Kamu itu calon istriku!"

"Cihh," Riana meludahi sepatu Reno. "Enggak sudi!!"

Reno mendekatkan wajahnya dengan wajah Riana, semakin dekat dan semakin dekat. Membunuh jarah di antara wajah mereka. Riana menutup matanya, tidak siap dengan apa yang akan Reno lakukan lagi.

"Kau tau? Aku selalu mendapatkan apa yang aku mau, dan siapapun yang menghalangiku akan menanggung akibatnya!!" jelas Reno yang begitu terdengar sinis. Riana membuka matanya, dan melihat Reno yang berbicara nyaris menyentuh telinganya.

"Dan aku enggak mau jadi salah satu orang bodoh yang menuruti permintaanmu!"

"Dasar perempuan sampah!" kata Reno yang kemudian berjalan keluar dari kamar dan membanting pintu. Tak lupa kembali menguncinya agar Riana tidak bisa keluar.

***

Marriage With The Rude BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang