Bab XXVII. Plan

845 90 0
                                    

Mulut Kai terkatup kuat saat mendengar suara Leona yang bergetar menahan tangis. Ia hanya bisa membiarkan gadis itu menangis di bahunya sementara dirinya menepuk pundak sang gadis perlahan.

"Bukan salahmu, Hyun Jo. Jangan berpikir begitu," ucap Kai lembut.

Leona masih belum tenang. Bahkan saat teman-temannya datang, ia masih menangis dan Kai membiarkannya menggunakan bahu lelaki itu.

"Ini bukan salahmu, Leona."

Sesekali, Kai membisikkan kata-kata dengan pelan untuk menenangkan Leona. Bagaimanapun juga, yang Leona butuhkan sekarang adalah seseorang untuk menenangkannya.

Setelah Leona mulai tenang, Seo Byul mendekat dan berlutut di depannya. "Aku tahu ada hal buruk yang kau lihat ataupun kau dengar. Mungkin, aku bisa membantumu."

Kai melirik Seo Byul sejenak sebelum beralih kembali pada Leona. Gadis itu mulai tenang walau sesekali mengusap air matanya. Ia memberanikan diri menatap wajah teman-temannya dan tatapannya berhenti pada Seo Byul.

"Apa yang kau lihat?" tanya Seo Byul lirih.

Leona menarik napas dan menghembuskan perlahan. Ia menggeleng pelan seolah tidak percaya apa yang barusan ia lihat. Namun kenyataannya, ia memang tidak ingin percaya.

"Warren Dan masih hidup... selama ini."

Hampir semua temannya terkejut, terutama Seo Byul dan Aiko. Tangan Seo Byul mencengkeram bahu Leona dengan kuat dan mengguncangnya sementara Aiko ikut berlutut. Keduanya tampak paling antusias.

"Se-serius?! Bagaimana?!" tanya Seo Byul tidak percaya.

Leona mengangguk. Matanya melemparkan tatapan tajam, dingin, nan serius yang mampu membuat kedua penyihir itu terkaku. "Apa aku terlihat seperti bercanda bagimu? Aku sama sekali tidak berbohong! Aku mendengarnya dari Roberto dan Hun. Aku yakin kalian tahu siapa itu."

"Ah, si brengsek Hun rupanya." Eno memejamkan matanya mendengar Leona mengucapkan nama lelaki itu. "Artinya kelima kaki tangan boss ada di sana."

Caroline mendesah. "Dia bilang apa?"

"Katanya, Warren sudah kabur dari markas utara dengan Mata Dunia saat aku meledakkan gedung D. Mereka mencarinya ke mana-mana namun tidak ada," ujar Leona. Ia menarik napas sebelum melanjutkan, "Dia ditempatkan di sebelah selku. Namanya di sana menjadi Wall."

Diam. Aiko tampak berpikir keras sementara Seo Byul menggeram kesal. Ia memukul salju di bawahnya.

"Sialan!" Ia beranjak dan berdiri menatap langit. Keheningan ini membuatnya berpikir, tapi tidak jelas. "Jadi, selama ini kita sia-sia, ya?"

Leona terdiam menunduk. Kepalanya perlahan mengangguk. "Maaf."

"Jangan minta maaf!" kata Seo Byul setengah membentak. "Kita harus mulai lagi dari awal. Ai-chan, kita kembali saja ke penginapan."

Aiko mendesah. "Kau benar. Kita kembali dan aku akan pergi menyelesaikan semuanya lagi."

"Sendirian?" tanya Vinnie dengan nada tinggi. "Kau bercanda?"

"Aku tidak mungkin membiarkan kalian melanjutkan tugasku. Berbahaya," ucap Aiko dengan tegas. Tatapan dingin dan tajamnya dilemparkan pada keenam Lachlers. "Apa kalian mengerti?"

Vinnie terdiam kaku. Ia hanya mendesah sebagai jawaban. "Baiklah, jika itu mau--"

Sret!

Sebuah panah menancap tepat di pohon belakang Vinnie. Secara refleks, Tony mendorong kepala Vinnie agar menunduk sementara Aiko dan Seo Byul melemparkan mantra pada salah satu pohon. Seorang pria terjatuh dari pohon tersebut, tidak sadarkan diri.

Loctus : The Wizard Century - 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang