Bab III. This Feeling

1.4K 130 19
                                    

Setelah dua hari menginap di rumah sakit, akhirnya Kai dan Leona diperbolehkan kembali beraktivitas. Semua teman mereka menyambut kedatangan mereka seperti artis yang baru saja keluar dari mobil dan berjalan di atas karpet merah.

"Kalian baik-baik saja?"

"Apa kalian tertangkap?"

"Bagaimana penyihirnya?"

"Semuanya kembali normal, 'kan?"

Berbagai pertanyaan langsung menghujam mereka. Amanda, Arie, Tony, dan Vinnie terdecak melihat keduanya yang selalu saja seperti itu.

"Kalian sayang nyawa kalian, 'kan?!" seru Amanda yang sudah naik pitam.

Leona dan Kai bergidik mendengarnya. Mereka hanya menjawab dengan anggukan.

***

Suatu pagi, Profesor Al berjalan di lorong lantai dua, tempat asrama para murid. Ia bermaksud menemui Profesor Jeem namun guru itu tidak menampakkan batang hidungnya. Ia justru bertemu dengan Aiko.

"Selamat pagi, Profesor!" sapa Aiko seraya membungkuk.

"Pagi juga, Nishimura!" balas Profesor Al.

Aiko membungkuk untuk pamit. Ketika melewati Profesor Al, suara kepala sekolahnya itu menghentikan langkahnya.

"Terima kasih, sudah menyelamatkannya."

Aiko terdiam. Ia tidak menoleh dan justru menunduk. "Bukan masalah, Profesor."

Langkahnya pun kembali membawanya ke asrama. Profesor Al memandang punggung gadis itu dan menghela napas. Ia berbalik dan melanjutkan langkahnya.

Di balik pintu asrama, Aiko bersandar. Ia gemetar untuk menemui yang lain. Kepalan tangannya semakin menguat hingga saat ia memutuskan untuk ke asrama putri, ia berpapasan dengan Kai.

"Pagi," sapa Aiko dingin. Ia berjalan tanpa menoleh.

"Siapa yang menyuruhmu menyapaku?" tanya Kai tak kalah dinginnya. Matanya menatap tajam Aiko yang belum mau menoleh. "Maaf, aku tidak suka ucapan yang dipaksakan. Permisi."

"Sudah kubilang kita berjumpa lagi, 'kan?"

Kali ini, suara Aiko menghentikan langkah Kai.

"Apa maksudmu?" tanya Kai tidak paham.

Aiko menoleh dan tersenyum. "Kita berjumpa lagi, Schrupter. Dan sesaat, kita akan berjumpa lagi dengan bahaya. Kau, aku, dan teman-teman blasteranmu."

Beruntung ruang pribadi kosong. Kai bisa saja mencekik leher gadis itu jika ada yang mendengar ucapannya. Ia mendengus dan berbalik, memutuskan untuk berjalan-jalan.

"Aku harap tidak akan bertemu lagi dengan bahaya yang kau maksud." Kai menutup pintu dengan keras.

Maaf, Schrupter. Tapi semuanya, sudah terlibat. Begitu pula denganmu.

***

"Kiri, kiri! Hei, Tony! Oper padaku!"

Tony mengoper bolanya pada Arie. Hari ini, beberapa anak laki-laki memutuskan untuk tanding bola. Karena ada kejadian penyerangan penyihir gelap, kedatangan murid baru ditunda. Sekiranya sampai keadaan benar-benar normal.

Loctus : The Wizard Century - 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang