Bab XXXV. Strategy

883 101 3
                                    

Vaniel memasukkan kunci ke lubang pintu. Tak perlu waktu lama baginya untuk membuka pintu tersebut. Di dalamnya, Aiko tampak sedang makan namun tidak bersemangat. Ia memainkan makanannya dan itu membuat lelaki tersebut agak kesal.

"Kau boleh putus harapan tapi jangan pernah memainkan makanan!" tegur Vaniel seraya menarik kursi di depan Aiko.

Aiko mendengus. "Maaf. Aku hanya kesal."

Vaniel mengerutkan kening. "Kenapa kesal?"

"Aku kesal pada diriku sendiri karena tidak bisa melakukan apapun untuk menjaga kehormatan keluargaku," ujar Aiko seraya menunduk. "Apa kata mereka saat melihatku sekarang? Ibuku pasti kecewa."

Lelaki itu menghela napas. Salah satu tangannya terangkat dan menopang kepalanya sementara yang satunya ia angkat untuk menepuk puncak kepala Aiko.

"Ini bukan salahmu, Aiko. Bagaimanapun juga, ini salah mereka yang sudah berencana menghancurkan bangsa Achler. Itu bukan masalah," katanya lembut.

Aiko tersenyum. "Aku tahu. Tapi tetap saja, aku merasa telah menghancurkan keluargaku."

Vaniel menggeleng. "Tidak. Kau tidak melakukan kesalahan apapun. Kau sudah bekerja hebat. Aku minta maaf soal saudaramu yang sudah aku siksa saat itu. Aku benar-benar kehilangan kendali."

"Tidak apa-apa, Vaniel. Ini sudah menjadi risiko kami," balas Aiko.

Vaniel terkekeh. "Sekarang kau memanggil namaku."

Aiko menyengir. "Memangnya kenapa? Kau juga memanggil nama kecilku."

"Hahaha... benar juga!"

***

"Kalian sudah siap?"

Suara Seo Byul terdengar serak pagi ini. Ia bahkan sempat batuk hingga bersin. Leona menebak ia terkena flu.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Leona sambil mendekat. Saat ini, mereka sedang berada di hutan belakang sekolah.

Seo Byul mengangguk sambil merapatkan syalnya. "Aku baik-baik sa--hatsyi! Sungguh, aku baik."

"Baik apanya? Kamu flu," elak Amanda sambil berkacak pinggang. "Delacour dan Hartwell ke mana?"

"Tenang, mereka akan kembali." Seo Byul tersenyum menenangkan, walau akhirnya ia bersin lagi. Kali ini, ia benar-benar ketahuan bohong.

"Dasar. Jangan pura-pura bohong kalau tidak bisa!" sahut Arie setengah kesal.

Seo Byul melirik Arie tajam. "Apa aku meminta perhatianmu? Tidak, 'kan?"

"Yeah, tentu saja tidak." Arie mengendikkan bahunya.

Tak lama kemudian, mereka melihat beberapa hippogriff mendekat. Seo Byul tersenyum lebar dan melambaikan tangan. Setelah para hippogriff itu mendarat, Eno dan Caroline datang dari kejauhan.

"Eno, Hartwell, dari mana kalian?" Arie terkejut melihat kedatangan keduanya.

Eno tersenyum. "Dari barat. Barusan kami mengumpulkan pasukan."

"Pasukan?" Alis Kai terangkat.

Caroline mengangguk. "Jika bangsa Kegelapan akan membawa Penyangga Keabadian ke Lembah Agung tempat malam suci diadakan, maka kita harus mendapatkannya sebelum mereka."

Loctus : The Wizard Century - 2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang