Bab 1

3.9K 146 1
                                    


Hari ini sang surya bersinar begitu cerahnya di langit, semua orang tak dapat melihat sinarnya yang begitu menyilaukan mata. Tapi sinar sang surya tak membuat kedua insan yang saling mencintai berhenti memadu kasih. Di dalam restoran yang ramai orang, Arunna dan pacarnya, ralat bukan pacar tapi calon suaminya sedang duduk menikmati makan siang. Kamal Afif Ramanta, itulah calon suami Arunna.

"Bagaimana pekerjaanmu sayang?" Kamal angkat suara memecah keheningan di antara mereka.

"Melelahkan sekali sayang." Arunna perempuan berkulit putih, bermata cokelat, berhidung mancung, badannya tinggi semampai dan tak lupa di dagunya terdapat belahan yang menambah elok parasnya. Satu kata yang menggambarkan Arunna; sempurna.

Kamal mengangguk, "Aku salut, di umur yang dikategorikan muda, kamu sudah membangun perusahaan sendiri. Memang melelahkan, tapi setelah kita menikah, aku pasti akan membantu kamu dalam menjalankan perusahaan."

Arunna berumur 25 tahun, sedangkan Kamal berumur 27 tahun. Di umur Arunna yang memang di bilang cukup muda, dia sudah memiliki perusahaan yang benar-benar berpengaruh dalam dunia perbisnisan dan kepolisian. Apalagi kalau bukan bisnis persenjataan legal yang dijalankan oleh Arunna. Ya bisnis persenjataan legal, ADR Company dan Arunna sendirilah CEO-nya.

Kamal, pria berkulit putih dan bertubuh atletis. Dia juga seorang CEO tapi perusahaannya tidak sebesar Arunna. Hanya perusahaan kecil saja yang bergerak dalam bilang tekstil.

"Sudah sejauh mana memang persiapan pernikahannya?" Arunna bertanya.

"Sudah 70% sayang, mungkin lusa sudah siap semua. Minggu depan kita sudah bisa menikah, kamu nggak sabar ya sayang?" Kamal menjelaskan tentang persiapan pernikahannya dan tak lupa juga menyempatkan untuk menggoda calon istrinya itu. Arunna merunduk menyembunyikan wajahnya yang merah karena malu dengan pertanyaan yang dilayangkan Kamal.

Lengang seketika. Mereka melanjutkan makan siangnya dalam diam. Hanya terdengar alunan musik yang lembut dan suara sendok dengan piring yang saling beradu.

"Aku rindu ayah dan ibu. Andai mereka masih ada, pasti mereka sangat bahagia dengan pernikahanku. Kenapa mereka pergi? Padahal aku belum membuat mereka bangga," lirih Arunna.

Kamal menggenggam tangan Arunna dan dielusnya dengan penuh cinta. "Ssst, sudahlah, mereka pasti bahagia dengan pernikahan kita. Dan apa yang telah kamu capai sekarang sudah membuat mereka bangga, perusahaan kamu berdiri karena kerja keras kamu. Mereka pasti bangga. Jangan sedih lagi ya sayang."

Arunna mengangguk dan tersenyum samar. Tiga puluh menit berlalu, Kamal dan Arunna pergi meninggalkan restoran menuju ke kantor mereka masing-masing menyelesaikan pekerjaan yang telah menunggu mereka.

***

*TING* ponsel Arunna berdering menyatakan sebuah notifikasi. Dia membuka ponselnya dan melihat siapa yang mengirim pesan singkat. Senyum lebar nan merekah bertengger di wajah cantik milik Arunna. Siapa lagi kalau bukan dari Kamal, calon suami yang amat dia cintai.

"Jangan terlalu sibuk ya sayang, jaga kesehatan biar nanti nikahnya lancar. I love you, Aru"

Isinya hanya sederhana tapi mampu membuat senyuman lebar bertengger di wajahnya. Arunna merasa sangat bahagia sekali.

*BRAK* tak sengaja Arunna menabrak seorang siswa di koridor sekolah karena saking terburu-buru. Alhasil, buku yang di bawa siswa itu dan buku yang dia bawa jatuh berserakan di lantai. Siswa itu membereskan bukunya, Arunna juga ikut membantu membereskan buku-buku itu.

Arunna berdeham memecah keheningan, "Maaf ya, nggak sengaja nabrak, nggak kelihatan tadi. Aku buru-buru soalnya, mau ke ruang guru."

Siswa itu mengangguk samar, "It's okay!" Arunna melemparkan senyum hangatnya dan berlenggang pergi dari hadapan siswa itu.

"Hei namaku Kamal, siapa namamu?" Siswa yang di tabrak Arunna itu berteriak. Arunna menoleh masih memperlihatkan senyum hangatnya, "Namaku Arunna. Senang bertemu dan berkenalan denganmu, Kamal!" Arunna menjawabnya dengan setengah berteriak juga.

Punggung Arunna kini sudah hilang dibelokkan ruang guru. Kamal menggumamkan nama Arunna berkali-kali. Senyuman lebar nan tulus bertengger di wajah Kamal tanpa dia sadari. Dia sangat senang bertemu dan mengetahui nama Arunna sampai-sampai dia sendiri tak sadar kalau dia telah tersenyum samar. Arunna, nama yang indah, nama yang ajaib, nama yang mampu membuatnya terbayang-bayang bahkan menjadi gila. Bahkan mampu membuatnya terobsesi untuk memiliki Arunna seutuhnya.

Sampai suatu ketika, waktu dan takdir mempertemukan mereka kembali menjadi seorang teman bahkan menjadi seorang pacar. Dunia mereka benar-benar berubah total.

"Warna apa yang kau sukai, Aru?" Kamal bertanya.

"Aku menyukai warna ungu, tapi yang muda bukan tua" Arunna menjawab seadanya. Kamal mengangguk samar. "Tunggu, tadi kau bilang apa? Aru?" Kamal mengangguk. "Iya, Aru, kenapa?"

"Kenapa Aru?" Arunna merasa aneh saat Kamal memanggilnya Aru. "Ya kalau aku memanggilmu Arunna terlalu ribet dan panjang, jadi aku panggil kamu Aru aja. Pendek, singkat dan padat. Lagi pula nggak ada juga yang manggil kamu Aru, 'kan?" Kamal menjelaskan.

Arunna mengernyitkan dahi, Aru berputar-putar dalam pikirannya. Akhirnya Arunna mengangguk, "Boleh juga. Aru? Kedengarannya lebih oke, aku sangat menyukai panggilan itu," jawab Arunna antusias.

Serpihan ingatan akan kisah pertemuan awal dengan Kamal, dari kakak dan adik kelas yang tidak sengaja bertabrakan, tidak sengaja sering bertemu, berkenalan sampai akhirnya menjadi sepasang kekasih yang sekarang sebentar lagi ingin menikah.

Ya, Aru adalah nama panggilan khusus Kamal kepadanya sejak SMA, alasannya agar lebih pendek dan singkat. Tapi setiap kata Aru terlontar dari mulut Kamal, itu mampu membuat senyum yang lebar bertengger diwajahnya. Seakan kata Aru mampu membuatnya melayang-layang ke langit tujuh. Dia sangat mencintai calon suaminya itu. Kamal Afif Ramanta.

****

Yeay, pembukaan cerita pertamaku. Maaf segini dulu ya. Maaf kalau kalian nggak suka. Jika ada salah dalam penulisannya mohon dimaafkan. Jika alurnya atau ceritanya gak jelas, mohon juga dimaafkan. Tere, si penulis amatir. Jangan lupa VOMENT yaa, itu berharga untukku. Wkwkwk...

Commissar, I Love You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang