BAB 24

1.1K 90 0
                                    


Empat bulan kemudian....

Dua suster berseragam biru, sepatu putih, bermasker biru dan juga bertopi biru tengah mendorong brangkar dengan terburu-buru seakan khawatir akan tertinggal pesawat jika terlambat satu menit saja, tapi nyatanya bukan, kedua suster itu memang sedang buru-buru karena terdapat wanita hamil diatas brangkar itu. Wanita hamil itu tidak lain adalah Arunna, wajahnya pucat pasi dipenuhi peluh, dia menggigit bibir bawahnya meluapkan semua rasa sakit yang kini tengah menyerangnya. Sang suami juga ikut mendorong brangkar itu, wajahnya juga panik dan pucat seakan ikut merasakan sakit yang tengah menyerang Arunna. Tangannya yang kekar itu menggenggam erat jemari isterinya menyalurkan semua kekuatan yang dimilikinya.

Ruang bersalin, tulisan itu sangat besar sehingga dari jarak tiga meter saja dapat dibaca. Kedua suster itu mendorong masuk brangkar. “Maaf, anda tidak bisa masuk! Silahkan tunggu di luar!” Ujar suster berbaju biru itu dengan tegas saat melihat Narendra ikut masuk ke ruang bersalin. Pintu ruangan itu perlahan mulai tertutup rapat dan kini hanya menyisakan Narendra yang menunggu seorang diri.

Lima menit kemudian, pintu putih itu kembali terbuka dan menampakkan suster berbaju biru yang tadi membawa Arunna ke dalam. Narendra berpikir apa anaknya telah lahir? Tapi kenapa cepat sekali? “Anda boleh masuk dan menemani ibu Arunna!” Ujar suster itu tegas lalu berjalan masuk. Ternyata suster itu memintanya untuk masuk.

Narendra menghampiri isteri tercintanya, memegang erat tangannya dan juga memberi kecupan di kening wanita yang sangat dicintainya, memberikan dukungan kepada sang isteri yang tengah berjuang melahirkan anak pertama mereka.

“Kamu pasti bisa, sayang! Kamu wanita yang sangat kuat! Aku di sini, kita akan berjuang sama-sama!” Ucap Narendra lembut, berharap agar perkataannya membuat Arunna semakin kuat.

Arunna mencengkeram tangan Narendra kuat-kuat, menyalurkan semua rasa sakit yang tengah menyerangnya sehingga membuat sang empunya terpaksa memejamkan mata menahan rasa sakit di tangannya. Narendra sangat mencintai Arunna, apa pun akan dia berikan bahkan termasuk nyawanya tapi segera sudahi penderitaan Arunna, itulah yang Narendra jeritkan dalam hatinya. Sakit ditangannya tidaklah sebanding dengan apa yang dirasakan Arunna sekarang.

“Nareeeen..draaaaa...aaaaaa!” Teriak Arunna panjang yang terdengar begitu menyakitkan bagi siapa pun yang mendengarnya dan cengkeraman pada tangan Narendra pun semakin kencang.

Tapi usahanya itu tidak sia-sia, semua kekuatan yang dimilikinya dan rasa sakit yang seakan siap untuk membunuh, akhirnya Arunna berhasil melahirkan bukti cintanya dengan Narendra. Tangis bayi menggelegar memenuhi ruang bersalin itu tapi bagi Arunna suara tangis itu terdengar merdu ditelinganya. Napasnya terengah-engah, mata hitamnya berbinar-binar saat dokter menyerahkan buah hatinya ke dalam dekapannya.

“Bayi yang begitu sehat, laki-laki yang tangguh. Saya ucapkan selamat!” Ucap dokter sehingga membuat kebahagiaan Arunna menjadi berkali-kali lipat.

Suster berbaju biru itu mengambil bayi Arunna untuk dibersihkan dan suster satunya memindahkan Arunna ke kamar rawat. Selang tiga puluh menit berlalu, suster berbaju biru masuk sambil menggendong bayi mungil yang terbalut kain berwarna kuning. Suster itu menyerahkan bayi mungil itu pada ibunya lalu pergi meninggalkan kamar Arunna.

Welcome to world my son!” Bayi mungil itu menggeliat seakan memberi respon pada sang ibu. Arunna mencium pipi bayinya yang menggemaskan itu bertubi-tubi dan hampir membuat bayi mungil itu menangis.

Commissar, I Love You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang