BAB 9

975 98 3
                                    


Bagaimana pun perlakuanmu, aku akan tetap bertahan disampingmu. Aku tidak peduli cibiran orang perihal kebodohanku, yang aku tahu hanyalah mempertahankanmu.

-Narendra Hamum Dinata-

****


Arunna mengambil kunci mobil di atas nakasnya. Waktu sudah menunjukkan pukul 11.55, sudah lima belas jam dia menangis seorang diri di dalam kamar. Kamarnya masih kacau balau, nanti saja setelah dia kembali dari urusannya akan dirapikan.

Dia melajukan mobilnya ke tempat kediaman keluarga besar Kamal. Dia mengetuk pintu rumah keluarga suaminya itu, ralat, bukan suami tapi almarhum suaminya. Berkali-kali di ketuk tapi tidak ada respon ataupun tanda-tanda pintu akan segera di buka.

Lima menit berlalu, dia masih terus mengetuk pintu rumah berwarna putih yang ada di hadapannya. Pintu itu terbuka. Pria paruh baya dengan rambut keriting yang sebagian berwarna putih, kumisnya tebal tapi sebagian berwarna putih. Itu ayah mertuanya, Adri Topik Ramanta. Dia mencium tangan ayah mertuanya tapi pria paruh baya itu langsung menarik tangannya menjauh, tidak ingin di sentuh oleh Arunna.

"Untuk apa kamu datang kemari?" Tanya pria paruh baya itu dengan nada dinginnya. "Masih ingat kamu sama keluarga suami kamu?"

"Pa, maafkan Arunna. Bukan cuma papa sekeluarga mengalami shock, Arunna pun mengalami hal yang sama dengan kalian," lirih Arunna.

"Bukan urusan saya. Katakan, ada apa kamu kemari?" Tanyanya datar.

"Pa, ADR Company sekarang kepemimpinannya atas nama Kamal," ucap Arunna parau. "Lalu?" Sang mertua mengangkat sebelah alis matanya.

"Perusahaan itu milik keluarga Arunna, perusahaan itu sangat berharga untuk keluarga Arunna. Jadi Arunna mohon, pa, kembalikan perusahaan itu kepada Arunna!" Arunna memohon.

Pria paruh baya itu malah tertawa jahat, "Heh perusahaan kamu itu sudah jadi hak Kamal. Di tambah lagi Kamal meninggal setelah menikah dengan kamu, jadi perusahaan itu sudah sepatutnya menjadi milik Kamal! Anggap saja itu harga yang harus kamu bayar karena sudah membuat Kamal meninggal dan kamu tiba-tiba menghilang begitu saja!" Seru Adri dengan suara tingginya.

Air mata meleleh dari pelupuk mata Arunna, hatinya hancur, semakin hancur saat ini mendengar apa yang dikatakan ayah mertuanya. "Arunna mohon, pa, tolong kembalikan ADR Company pada Arunna. Kalau pun memang tetap atas nama Kamal, setidaknya izinkan Arunna untuk menginjakkan kaki ke dalam perusahaan Arunna!" Dia meluruh ke lantai, tangannya bersatu, kepalanya menunduk. Dia memohon kepada ayah mertuanya.

Adri mencekal lengan Arunna erat, dia menyeret kasar Arunna ke pelataran rumahnya yang amat luas. Dua satpam penjaga rumahnya mendekati keributan yang terjadi. Adri mendorong Arunna kasar sampai tersungkur ke tanah. Air matanya semakin deras mengalir dari pelupuk matanya. "Dengar ya! Sampai kapan pun perusahaan itu akan tetap menjadi milik Kamal! Kau tidak akan mendapatkannya! Dan tolong menjauh dari ADR Company, karena saya tidak mau perusahaan itu ketiban sial karena kamu!" Adri menunjuk-nunjuk wajah Arunna.

"Dan kalian berdua, perketat keamanan rumah! Saya tidak ingin perempuan pembawa sial ini menginjakkan kaki di rumah saya!" Adri mengingatkan, tak lupa jari telunjuknya menunjuk kedua wajah satpam rumahnya. Adri melenggang pergi, Arunna menahan kaki Adri, masih tetap memohon. Risih rasanya, pria paruh baya itu menyentak tangan Arunna sampai jatuh tersungkur ke tanah. Dia kembali melenggang masuk ke dalam rumah dengan begitu angkuhnya.

*BRAK* pria paruh baya itu menutup pintu rumah berwarna putih tulang dengan sekali banting saja. Bulir qir mata semakin deras mengalir membasahi pipinya karena sang mertua yang tidak menerimanya dan menyalahkannya atas kematian putra sulungnya, Kamal.

Commissar, I Love You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang