Bab 4

1.2K 111 3
                                    


Matahari keluar dari ufuk timur, menampakkan dirinya di langit biru yang di hiasi oleh awan-awan. Ayam juga berkokok indah seakan memberitahu sang surya akan keluar dari persembunyiannya. Arunna berjalan ke dapur tak lupa sambil mengikat asal rambut hitam legamnya. Dia melihat Narendra duduk di ruang tamu, menatap layar laptop begitu serius. Mungkin sedang tidak bekerja atau mungkin berangkat siang, pikirnya.

*TOK..TOK* terdengar suara pintu di ketuk, berharap Narendra membukanya tapi dia tak kunjung beranjak dari depan laptop. Terpaksa, Arunna berjalan mendekati pintu dan membuka pintu berwarna cokelat tua itu. Seorang cewek dengan paras cantik dan kulitnya putih seperti susu kini berdiri di depan pintu rumahnya, "Apa Rendra ada di dalam?" Perempuan itu bertanya dengan sopan dan suara sangat soft. Rendra? Arunna memikirkan nama itu. Sadar kalau yang di maksud adalah Narendra, suaminya, dia pun menyuruh perempuan dengan paras cantik itu masuk ke dalam.

Narendra melirik sekilas kepada tamu perempuan yang berparas cantik itu, "Agnes? Kau rupanya, ada apa?" Narendra sama sekali tak menatap perempuan itu, dia masih sibuk berkutat dengan laptopnya. Perempuan yang bernama Agnes itu langsung memeluk dan mengecup mesra pipi Narendra, yang di peluk terkejut bukan main tapi tetap berkutat dengan laptopnya. Sedang mata Arunna terbelalak sempurna melihat kejadian itu.

Cukup lama, akhirnya Agnes menguraikan pelukkannya dan duduk di samping Narendra. "Aku kangen banget sama kamu, sayang." Narendra hanya berdeham, masih sibuk dengan laptopnya. Merasa kesal karena Narendra yang tidak mempedulikannya, Agnes menutup paksa layar laptop itu dan meletakkannya di meja.

"Kamu itu kenapa sih, Nes? Baru datang kok reseh? Aku itu sibuk, pekerjaanku banyak, tolong pahamlah sedikit!" Ucap Narendra frustasi.

"Habis pacarnya datang malah nggak dipedulikan sama sekali, kesal tahu gak!" Seru Agnes. Narendra hanya diam saja dan melanjutkan pekerjaannya. Memang seperti itulah Agnes, reseh, selalu ingin di nomor satukan. Arunna hanya mengangkat bahu tak peduli dengan drama yang terjadi di depan matanya. Dia melenggang pergi dari ruang tamu.

Tapi saat kakinya membawa dia ke dapur, tiba-tiba saja langkahnya melambat saat mendengar perkataan Agnes. "Sayang, kapan kamu mau menikahi aku? Aku lelah kayak gini terus." Narendra masih diam berkutat dengan laptopnya, setitik rasa khawatir menyelimuti hati Arunna. Bagaimana kalau Narendra menceraikannya begitu saja karena ingin menikah dengan wanita bernama Agnes yang dia simpulkan adalah kekasih dari Narendra. Tanpa sadar, karena khawatir Narendra menggigit bibir bagian bawahnya.

Sekejam itukah takdir padanya sampai tidak membiarkan Arunna bahagia? Bahagia yang dimaksud Arunna ini bukan dari segi mencintai Narendra, tapi dalam segi melihat Narendra menderita karena perkataan tajamnya yang selalu dia lontarkan. Dia pun kembali melanjutkan langkah kakinya menuju dapur, tidak ingin mempedulikan percakapan sepasang kekasih itu. Dalam hatinya dia berharap agar setidaknya takdir bersikap adil padanya, walaupun sedikit saja.

Narendra berdecak sebal, "Agnes, aku sudah bilang padamu, 'kan? Aku tidak akan menikah denganmu, karena aku sama sekali tidak mencintaimu. So please, menjauh dariku dan carilah pria yang benar-benar mencintaimu."

"Apa ada wanita lain yang lebih sempurna dariku?"

"Ya, ada. Wanita yang tadi telah membukakan pintu untukmu adalah isteriku."

Terkejut pastinya dengan ucapan Narendra. "Kalau begitu, ceraikan saja dia dan menikah denganku. Simple!" Agnes berkata dengan sangat entengnya.

"Kau gila!"

"Aku memang gila, karena kamu!"

Narendra menghela napasnya, lelah. "Terserah padamu, tapi yang jelas aku tidak akan menikahimu. Jadi berhenti bersikap seperti ini, menjauhlah dari hidupku dan biarkan aku bahagia. Carilah kebahagiaanmu sendiri, tapi bukan denganku," ucap Narendra penuh dengan penekanan di setiap katanya. Malas rasanya menghadapi Agnes yang keras kepala.

Commissar, I Love You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang